Anna mencari cara supaya ia bisa ikut kemping, dari dulu ia ingin mengikuti acara kemping setiap tahunnya. Namun, ada saja kendala yang mengharuskan ia tidak mengikuti acara kemping.
Anna berpikir lebih keras ia harus bisa mendapatkan izin dari gilang, apapun resikonya. Yang penting keinginannya dari dulu tercapai. Mereka berdua sekarang ini sedang di teras rumah, bersama kedua orangtuanya gilang.
"Kak." Panggil anna.
"Hm?." Gumam gilang.
Anna membenarkan posisi duduknya agar lebih nyaman. "Jadi gini kampus ngadain acara kemping." Ucap anna, ia takut melihat reaksi gilang yang langsung menatapnya datar.
"Terus?." Tanya gilang.
Anna melirik kedua orangtuanya gilang yang juga menatapnya. "A-aku mau ikut kemping sama teman-teman aku juga-----"
"Termasuk mantan kamu itu?." Potong gilang sedikit meninggikan suaranya.
Anna menggeleng cepat. "Dia bukan mantan aku, kak. Dia itu teman SMA aku, emang gitu orangnya suka ceplas-ceplos. Tapi ben-----"
"Saya tidak peduli itu." Potong gilang, ia memalingkan wajahnya enggan menatap anna. "Yang saya lihat sekarang kamu tunangan saya, menurut saya masa lalu biarlah berlalu."
Anna mengangguk membenarkan perkataan gilang. "Jadi aku bol-----"
"Enggak, saya tidak mengizinkan kamu kemping. Bahkan berangkat ke kampus saja saya tidak mengizinkannya."
Anna mendengus kasar. "Kak, tolong izinin aku kemping. Janji aku hanya kemping bukan mac----"
"Saya tetap tidak mengizinkan kamu kemping." Potong gilang, kekuh.
Anna menatap lekat gilang dari samping. "Please, jangan bersikap seolah aku ini benda mati yang bisa kamu atur-atur sesuka hati. Aku juga manusia aku ingin merasakan dunia yang indah ini, aku capek harus nurut terus sama kamu. Aku selalu menuruti kemauan kamu, termasuk mengurus kamu yang lagi sakit seperti ini." Kesal anna.
Gilang malah terkekeh hambar ia menatap anna dingin, dan tajam membuat nyali anna menciut. "Saya tidak peduli dengan ucapan kamu, anna. Yang jelas saya tidak mengizinkan kamu kemping, apapun alasannya saya tidak mengizinkannya. Paham?."
Anna berdiri dari duduknya menatap datar gilang, rasa kesal yang ia tahan selama satu Minggu. Semenjak gilang kecelakaan menerobos keluar. "Dan aku tidak memperdulikan, dan tidak memerlukan izin dari kamu. Tuan gilang aksa bumi sanjara." Setelah mengatakan itu anna berlari keluar rumah gilang.
"Anna kamu mau kemana?, stop!." Teriak gilang.
"Kau sudah cukup sembuh, lebih baik kau urus dirimu sendiri." Sahut anna, ia langsung memberhtikan taksi yang kebetulan lewat.
Gilang beranjak dari duduknya ia berjalan cepat, menahan rasa sakit di kakinya. "ANNA STOP! JANGAN BERANI-BERANINYA KAMU PERGI TANPA IZIN DARI SAYA." Teriak gilang.
BRUK.
***
Anna merebahkan tubuhnya di kasur empuknya, satu minggu lebih ia tidak tidur di kamarnya. Jujur ia lega bisa keluar dari rumah milik keluarga sanjara.
Tring...tring...
Anna mengambil ponselnya ada banyak notifikasi pesan dari. 'rangga' pria yang sangat menyebalkan setelah gilang. Namun, rangga lah yang selalu setia mendengarkan curhatannya, termasuk curhatan isi hatinya pada snag mantan kekasih. Yang sekarang entah kemana.
Rangga👊🏻
Lo dimana?✓
Woy anna balas pesan gue😡✓
Gue bom juga nih hv💣✓
Gue udah daftarin LO kemping, lo satu kelompok sama si kembar. Awalnya lo beda kelompok tapi gue ubah lagi, lo kan orangnya agak bego jadi harus satu kelompok sama yang pinter🤪✓Anna mendengus kasar membaca pesan terakhir rangga. "Enggak sabar ikut kemping." Gumam anna.
Anna menatap langit-langit kamarnya yang polos, tiba-tiba ingatannya kembali ke masa SMA. Dimana ia merasakan jatuh cinta yang begitu dalam, pada pria yang lebih tua darinya. "Aku tidak tahu sebenernya aku sudah move-on dari kamu, atau belum. Yang jelas saat aku mengingat momen kita dulu aku merasakan ketenangan, aku bisa merasakan cinta yang begitu dalam."
Anna beranjak dari kasurnya mengambil gantungan kunci sepasang boneka panda, yang sedang berpelukan. "Masih aku simpan, aku tidak akan membuang pemberian terakhir kamu. Jika kamu ada di sini aku akan mengatakan. 'Aku membencimu, tapi aku juga mencintaimu' kamu dimana?." Lirih anna. Air matanya kembali mengalir deras.
Tidak mau menangis lagi, anna langsung menaruh kembali gantungan kunci itu di tempat semula. Ia duduk di sofa menatap lurus depan, dadanya kembali sesak mengingat pertemuan terakhirnya dengan sang mantan kekasih.
***
Kaki gilang kembali cidera akibat terbentur gerbang rumahnya sendiri, saat ia mengejar anna. Sekarang ini hilang lebih tenang setelah dokter menyuntikkan obat penenang.
"Telpon anna sekarang, pah, mah." Suruh gilang kesekian kalinya.
"Nomornya sibuk." Jawab sanja.
Gilang menoleh menatap papahnya. "Sibuk?, telponan sama siapa dia?." Tanya gilang mengepalkan tangannya.
Sea mengelus pundak gilang, menengkan anaknya yang kembali emosi. "Mungkin mamah sama papahnya, kan, kedua orangtuanya di luar negeri." Ucap sea lembut.
Gilang menggeleng. "Tidak mungkin, dia pasti telponan sama mantannya, atau bahkan sama selingkuhannya." Curiga gilang.
"Astaga!. Kamu jan-----gilang kamu mau kemana?." Teriak sea dan sanja. Melihat gilang yang keluar kamar, berjalan menahan kaki yang sakit.
"Kaki kamu masih belum sembuh, nak. Stop!." Teriak sea khawatir.
Sanja menarik gilang menatap tajam gilang. "Stop, jangan kejar gadis itu lagi. Dia tidak mencintai kamu gilang." Geram Sanja.
Mendengar itu gilang emosi ia mendorong sekuat tenaga tubuh papahnya. "PAPAH YANG STOP! DIA MENCINTAI GILANG, PAH. JANGAN MENGATAKAN ANNA TIDAK MENCINTAI GILANG. KALAU PAPAH TIDAK MAU GILANG MEMBENCI PAPAH." Marah gilang emosi.
Sanja mengangguk pelan. "Baiklah, sekarang kamu mau kemana? Biar papah antar." Tanya sanja, memilih mengalah daripada anaknya membencinya.
"Ke rumah anna, sekarang." Jawab gilang.
Sanja mengangguk ia menuntun gilang yang berjalan pincang, menuju mobilnya. Mereka berdua mausk kedalam mobil. "Ke jalan xxxx nomor 222" ucap sanja pada supir pribadinya.
Gilang terus menatap luar jendela, ia takut anna meninggalkan nya. "Anna tolong jangan tinggalkan saya." Lirih gilang.
"Dia tidak akan meninggalkanmu, kecuali kamu yang meninggalkannya." Celetuk sanja.
Gilang tidak menjawab ia terus berdoa semoga ketakutannya tidak terjadi, tidak lama mereka sampai di rumah kedua orangtuanya anna. Gilang langsung turun dibantu papahnya.
"Hati-hati gilang." Khawatir sanja.
Gilang tidak menjawab ia langsung masuk kedalam rumah anna, karena. Pintu rumah terbuka lebar. "Anna." Teriak gilang menggelegar di dalam rumah.
"Eh deh gilang, cari anna, ya?." Tanya pelayan rumah anna.
Gilang mengangguk. "Ya, dimana dia?." Tanya gilang cepat.
"Neng anna nya pergi-----"
"Sama siapa?, dimana?, kapan?, Naik apa?." Potong gilang cepat. Napasnya memburu.
Pelayan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu. "Sama temannya, cowok, sering main kesini juga." Jawab pelayan.
Deg.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Gilang is a possessive CEO
Teen FictionCEO pria yang sangat bucin, cemburuan terhadap kekasihnya yang masih kuliah semester terakhir. Anna yang harus menghadapi sikap kekasihnya yang sangat cemburuan dan posesif, ia harus bersabar demi ketenangannya batinnya. Disaat anna mencintai kekasi...