07. stranger

203 28 8
                                    

Jangan lupa ramaikan part ini...
Happy reading
.
.
.
"Kau bisa kembali duluan," ucap Jennie ketika Taehyung telah selesai menelpon.

Taehyung menatap Jennie lalu menggeleng. "Aniyo. Jika aku kembali, maka kau harus ikut bersamaku."

Jennie menatap Taehyung datar, "Kau tidak bisa memaksaku, Taehyung-ssi. Tujuan awalku di sini, ada atau tidak adanya dirimu. Jadi, pulanglah."

"Kamu datang bersamaku yang artinya kau juga harus pulang bersamaku," tolak Taehyung tegas.

"Jika kau merasa tidak enak, sungguh tak apa. Aku akan baik-baik saja," balas Jennie mencoba tenang.

"Aku ingin mengajakmu berkumpul bersama di rumah Yoongi hyung."

Jennie menggeleng pelan dan mundur selangkah. "Mianhae, aku menolak."

"Jane, jika yang kau pikirkan adalah member lain, aku sudah minta izin. Kau tenang saja." Taehyung menggapai tangan Jennie dan  menariknya pelan. Namun, Jennie tetap memberikan perlawanan.

"Aku tidak bisa. I mean, kita tidak sedekat itu untuk kau membawaku ke rumah salah satu membermu secara personal. Kita hanya orang asing sebelumnya, Taehyung-ssi."

Kalimat itu bagai belati yang menghunus jantung Taehyung. Jantungnya mencelos seketika. Pandangannya pun kosong dengan senyum kecut. "Jinjja, Jennie-ssi? Kau tidak menganggap apa-apa diriku? Kamu memang peka atau sama sekali tidak peka?"

Jennie menatap Taehyung nanar. "Kau yang kukenal adalah seorang superstar yang menjadi panutan para idol. Tidak lebih."

"Jane, kau tahu? Ini sangat menyakitkan. Jangan membangun benteng yang lebih kuat lagi. Hanya saat ini aku memiliki kesempatan untuk dekat denganmu. Jika kamu benar tidak peka, maka akan kukatakan secara langsung. Jennie Kim, saat ini aku sedang berusaha mendapatkan hatimu." 

"Menyukai dan memiliki perasaan adalah hak semua orang. Tapi orang yang kau sukai tidak berkewajiban untuk membalasnya, itulah hukumnya. Ketika kau berani menyukai seseorang, maka kau harus siap dengan segala resiko yang ada. Kau harus siap pada kemungkinan terburuk," ucap Jennie tegas.

Keduanya tertegun saling memandang dalamkebisuan hingga Jennie kembali  bersuara. "Jadi, jangan berusaha untuk sesuatu yang sia-sia. Tetaplah menjadi orang asing. Terima kasih atas tumpangannya. Selamat malam, V sunbaenim."

Jennie menarik tangannya dengan mudah. Ia memperbaiki topi dan kupluk hoodienya lalu menunduk, mengambil langkah untuk meninggalkan pria yang saat ini terlihat begitu lemas. Ya, rasanya Taehyung tidak sanggup menahan bobot tubuhnya. Baru saja, baru saja ia mendapatkan penolakan bahkan sebelum ia benar-benar memulai.

♪♪♪

Taehyung menyimpan sepeda Suga dengan asal di depan rumah. Menaiki tangga dengan loyoh dan pandangan kosong. Ketika sampai di dalam ruangan tempat para member berkumpul, Taehyung langsung duduk menyandar. 

Siapapun yang melihat Taehyung pasti akan langsung sadar bahwa terjadi sesuatu pada pria itu. 

"Taehyung-ah, gwenchana?" tanya Jimin menghampiri Taehyung. Namun, respon Taehyung hanya sebuah gelengan kecil. 

"Sebenarnya ada apa?" bisik Jungkook yang telat datang. Ia sejak awal tidak mendapati Taehyung sejak ia datang.

"Entahlah, padahal tadi saat aku datang, kami berpapasan. Taehyung sangat semangat mengayuh sepeda," balas Jhope dengan heran.

"Apa kamu jatuh dari sepeda?" tanya Suga.

"Sepedamu baik-baik saja, Hyung," sahut Taehyung. 

"Ya! Aku tidak menanyakan sepedaku tapi keadaanmu. Kamu terlihat sangat bersemangat bersepeda di malam hari," kata Suga tak terima.

Taehyung mengambil bantal sofa lalu memeluknya. "Bahkan keadaan sepeda hyung lebih baik dibanding keadaanku."

"Kamu melihat paparazi atau sasaeng?" tanya Namjoon yang mendapat gelengan dari Taehyung.

"Bisa Hyung tidak bertele-tele? Aish!" celutuk Jungkook. 

Taehyung menatap Jungkook dalam-dalam. "Jungkook-ah. Berapa lama waktu yang kamu butuhkan sampai kamu tidak merasa asing dengan kehadiranku?"

Jungkook balas menatap Taehyung dengan bingung. "Apa maksudmu, Hyung. Hyung banyak membantuku sejak awal masuk agensi. Tentu tidak butuh waktu lama untuk mengilangkan rasa asing itu."

"Well, lebih mudah menjadikan sesuatu itu asing. Itulah mengapa menciptakan dan menjaga kenyamanan itu penting, karena apa? Segala sesuatu yang dimulai memerlukan kenyamanan. Jika tidak nyaman, maka apapun itu, tidak akan berjalan lancar. Semoga kali ini kau mengerti poin yang kumaksud," ucap Seokjin membuat tak hanya Taehyung yang tertegun mendengarnya.

♪♪♪

Bohong jika ia mengatakan tidak menyadari sinyal ketertarikan Taehyung padanya. Bohong jika ia menganggap pria itu sebagai rekan idol semata. Nyatanya, dalam lubuk hati terdalam, ia mulai menerima kehadiran pria itu. Namun, apa semudah itu bisa mempercayai seseorang ketika kamu pernah dikecewakan?

Hanya mencari sebuah pembenaran jika Jennie mengatakan tidak ingin memberikan harapan semu pada Taehyung. Karena kenyataannya, ia hanya takut dirinya akan kembali kecewa karena menaruh harapan dan kepercayaan. Kata-kata yang keluar dari bibirnya tadi, nyatanya, itu adalah mantra yang selalu ia ucapkan dalam batinnya selama ini agar bisa menerima keadaan yang di luar ekspektasi.

Seseorang banyak menginspirasi dan merangkai mimpi untuknya. Namun, mimpi itu hanyakah sebatas mimpi yang akan mengilang ketika kita terbangun. Dirinya terlupakan dan munculah kata asing di antara mereka, yang terus terpupuk hingga menimbulkan pembatas tak kasat mata. Suatu hal yang tidak pernah ia bayangkan akan terjadi. 

Sudah pilihan tepat untuk tidak menaruh harapan kepada seorang manusia jika tidak ingin merasakan sebuah kekecewaan. Jennie hanya tidak ingin kembali dikecewakan.

Tempat ini, harusnya tidak ia kunjungi agar tidak lagi mengenang kenangan yang selalu menghantuinya. Harusnya ia tidak berprofesi sebagai penyanyi. Harusnya bersepeda bukan lagi menjadi hobinya. Harusnya bermusik bukan lagi kesukaannya. Harusnya ia berhasil menghapus segala hal tentangnya. Mantra yang ia ramalkan sepertinya tidak ada gunanya.

Kebebasan yang dulu ia miliki kini terenggut. Ketika ia menciptakan kembali kebebasan itu, dunia selalu menentangnya. 

Malam semakin larut membuat Jennie mengeratkan hoodienya. Mungkin sudah saatnya ia kembali. Memastikan dirinya aman tidak dikenali, Jennie pun mengambil langkah untuk kembali ke rumah sang ibu. Jalanan terasa sepi namun tidak menyurutkan niat Jennie untuk berjalan kaki. 

Ia memasang AirPods di telinganya lalu memutar lagu dari New Hope Club yang berjudul permission. Ia terus berjalan dan sesekali bersenandung hingga memasuki kawasan UN Village. Melewati berbagai rumah hingga tiba di rumah milik orang tuanya. 

"Akhirnya kamu sampai juga, Jennie-ya. Kenapa menolak dijemput, hm?" sambut Mama Kim dengan pelukannya.

"Aku hanya ingin meregangkan badan, Eomma," jawab Jennie dengan seutas senyumnya.

"Baiklah. Sekarang bersihkan badanmu lalu kita makan. Ada yang sudah kelaparan sejak tadi."

Jennie pun segera berlalu setelah mengangguk. Ia pun menaiki undakan tangga menuju kamarnya. Langkah Jennie semakin cepat ketika mendapati pintu kamarnya tidak tertutup rapat. Dapat ia pastikan ada lagi penyusup di kamarnya. 

"Ya! Oppa! Berhenti menghancurkan kamarku!" 

"Aku hanya bosan, J. Kau lama sekali, Oppa mu ini sudah lapar."

"Apa membermu tidak memberikan makan padamu di rumahnya? Keluar dari kamarku!" Jennie segera memberikan pukulan pada pria jangkung itu. Pria yang selalu menghancurkan isi kamarnya dengan tidak sopan.

"Pindahkan lukisan jelekmu."

"Oppa!"

♪tbc♪

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rebel RhythmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang