Suara bising kendaraan tak mengganggu apapun di malam kelabu
Riak gelombang dalam hati bertalu-talu tak menentu
Duduk diam termangu diatas kursi sambil tersedu
Sudah satu jam lebih berlalu, Sienna masih duduk di salah satu kursi taman kota. Tanpa ada pergerakan yang berarti kecuali matanya sejak tadi menatap jalanan yang masih begitu ramai, kendaraan yang masih memadati jalanan juga manusia masih saling hilir mudik. Jakarta seperti tidak ada matinya, siang dan malam hanyalah waktu tetapi aktivitas disetiap waktunya sama sekali tak ada bedanya.
Tangannya kini bergerak membuka sebungkus roti, menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Teringat akan masa lalunya, roti yang digenggamnya kini selalu jadi favorit Maria sang ibu.
Menarik nafas dan mulai menggigitnya pelan, terus begitu sampai Sienna tersedak dengan air matanya yang kembali jatuh.
"Ma kenapa sih harus pergi? Kenapa Mama ninggalin Sienna sendiri." gumamnya rendah, tenggorokannya sakit menahan isak tangis.
Bibirnya bergetar menahan sesak di dada. "Kalau tahu Mama mau pergi harusnya waktu itu biarin Sienna benci sama Mama sampai Sienna dewasa asal Mama ada di sisi Sienna. Nggak kaya gini ditinggal senidirian."
Kini isakannya lolos dari bibir Sienna. "Ma, Sienna gak tau harus apa. Sienna gak punya tujuan apa-apa sekarang Ma." mengabaikan tatapan orang yang berlalu lalang menatap dirinya yang terisak sendirian.
Kepalanya menunduk dalam. "Ma, Sienna pantes bahagia gak sih Ma? Bayanginnya aja Sienna takut. Setiap bahagia selalu ada yang diambil dari Sienna sebagai gantinya." bisiknya entah pada siapa. "Tapi sekali-kali Sienna mau ngerasain juga." sebelah tangannya ia gunakan untuk menghapus air mata di pipinya, lalu kepalanya menggeleng pelan. "Enggak sekali-kali, maunya sering tanpa harus ngerasain takut bahagia."
Sienna terkekeh sumbang, air matanya belum puas untuk berjatuhan. "Sekarang Sienna nyesel karena terlambat Ma, apa yang bikin Sienna bahagia mungkin nantinya gak sama Sienna." lirihnya nestapa. "Sienna gak sanggup lihatnya."
Dengan nafas yang sesegukan Sienna menarik nafas, mencoba mengatur agar kembali tenang. Lagi, tangannya menghapus air mata dengan pasti. Mungkin ungkapan hatinya sudah cukup untuk malam ini meskipun hanya angin malam yang menemani.
Kepala Sienna akhirnya mendongak, matanya sedikit melebar kala sosok tinggi yang selalu meraih tangannya berdiri di depannya entah sejak kapan sambil menatapnya lekat.
Kenaka benar-benar ada di hadapannya saat ini, menunduk menatap Sienna dalam.
Semilir angin buat anak rambut Sienna terhempas kesana-kemari menari-nari.
Tangan Kenaka telurur menyentuh pipi Sienna yang dingin buat sang empu terdiam dengan bibir terkatup.
"Kenapa pergi?" ujar Kenaka.
Sienna ingin tenggelam pada obsidian yang sedalam telaga itu saat menatapnya tanpa berkedip.
Tidak menemukan jawaban, Kenaka merapihkan anak rambut Sienna dengan manyampirkan ke belakang telingnya. Elusan di pipi dengan ibu jari Kenaka buat Sienna kembali mendongak menatapnya.
Kenaka tahu, Sienna sedang tidak baik-baik saja. Matanya yang merah dan juga sisa sisa air mata sudah cukup menjadi alasannya.
"Kenapa disini?"
Sienna mengerjapkan matanya berkali-kali seolah kini kesadarannya benar-benar pulih, bukannya menjawab Sienna malah balik bertanya. "Btari mana?"
Alih-alih menjawab Kenaka lebih memilih duduk di sebelah Sienna, memperhatikan gadis di sebelahnya yang hanya memakan 1 bungkus roti juga 1 kaleng soda yang masih belum dibuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA KINI NANTI ✔️
Fanfiction(COMPLETED) //meets adult kenaka and sienna from kena series. Semesta kadang lucu buat para penghuninya kewalahan Sebab permainan dalam hidup mereka tak disangka-sangka Kala itu banyak perasaan-peraasan asing yang menerpa Hingga kini pun banyak per...