SETITIK BENCI

260 40 13
                                    

Raga dan jiwa kadang kala tak sejalan saling bertentangan

Khayal bertengkar dengan realita kala kenyataan berbeda dengan keinginan

Sienna bergerak resah sejak tadi, tak henti-hentinya menoleh ke arah pintu juga ponsel di genggamannya berulang kali. Menggigit kecil bibirnya dengan harapan resah dihatinya segera sirna. Kenaka tidak biasanya sulit dihubungi seperti ini, laki-laki itu selalu mengangkat telponnya kapan saja.

Masalahnya ini sudah cukup larut malam, tidak ada kabar sedikitpun dari Kenaka sedang sore tadi laki-laki itu berjanji akan kembali. Entahlah Sienna merasa tidak enak hati.

Tidak lama ketukan pelan di pintu buat Sienna langsung bangkit dari kasurnya, tak ubahnya seperti bencana Sienna memekik histeris melihat Kenaka yang berdarah-darah.

"Kenaka kamu kenapa?!" jantungnya hampir saja melayang kalau saja Kenaka tidak menjatuhkan tubuhnya yang terseok-seok ke dekapan Sienna.

"Kamu kenapa?" kini tangisnya langsung pecah, dengan susah payah menyeret Kenaka masuk ke dalam. Tubuhnya ikut bergetar karena khawatir.

"Kamu masih sadar? please bilang sesuatu hiks." 

Kenaka tersenyum kecil. "Iya." lirihnya.

Sienna dengan kalut mencari ponselnya. "Kita ke rumah sakit sekarang ya, aku telpon ambulance."

Sebelum meraih ponselnya Kenaka lebih dulu menahan tangan Sienna. "Jangan."

"Jangan gimana muka kamu semuanya luka, pelipis kamu sobek." teriaknya kalut dengan nafas tersenggal-senggal.

"Na aku gak mau, kamu tinggal bersihkan aja pakai obat merah."

"Enggak." bentaknya masih ngeri. "Kalo gak mau ke rumah sakit kita ke klinik aja." putusnya masih diiringi tangisan. Tubuhnya segera berbalik mengambil air dan kain, setidaknya Sienna harus membersihkan darah yang sudah hampir mengering di wajah Kenaka.

Sedangkan Kenaka hanya bernafas berat, tadi Kenaka mungkin pingsan entah untuk berapa lama. Samar-samar ia mendengar beberapa staff hotel ikut khawatir dan menanyakan keadannya tapi Kenaka tidak peduli, Kenaka hanya ingin segera bertemu Sienna. Oleh karena itu Kenaka meminta bantuan staff hotel untuk memesankan taxi, sampai-sampai ia juga lupa dengan mobilnya yang masih terparkir di hotel sana.

Okay mungkin nanti saja Kenaka meminta seseorang untuk mengambil mobilnya.

"Kamu kenapa sampai kaya gini, bukannya tadi mau ketemu Btari?" tanya Sienna sambil berhati-hati membersihkan wajah Kenaka.

Laki-laki itu mengangguk kecil. "Iya."

"Terus kenapa bisa sampai kaya gini, kamu berantem sama siapa?"

Kenaka terkekeh lirih lalu meringis. "Aku gak berantem tapi dipukulin sama orang suruhan Btari setelah kami ngobrol."

Sienna terdiam kaget, air matanya kembali berderai tanpa henti dengan isakan hebat.

"Kamu jangan nangis, aku gak apa-apa ini sepadan sama apa yang lagi aku perjuangkan." gumamnya. 

Sedangkan Sienna menundukkan kepalanya dan kembali menangis, rasa bersalahnya semakin menggerogoti jiwanya habis-habisan. Semua yang diucapkan Btari kembali menghantamnya, Sienna tidak pantas untuk Kenaka. Laki-laki ini hampir mati karenanya, bagaimana bisa Sienna sejahat ini?

"Maaf, maafin aku Ken." ujarnya dengan bahu yang bergetar karena tangis yang semakin kencang.

Kenaka mengernyit tidak suka. "Ini bukan salah kamu Na."

Sienna menggeleng dengan tangisnya yang menyertai. "I-ini semua salah aku, kalau aja kamu gak mutusin Btari karena aku semua ini g-gak akan terjadi."

Lagi, Kenaka harus menghela nafasnya. "Kita udah pernah ngobrolin ini sebelumnya, kamu tahu alasanku mutusin Btari karena apa. Bukan karena kamu."

KALA KINI NANTI ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang