PUPUS

226 44 10
                                    


KALA ITU

Sienna menangis sesegukan di dekapan tantenya, meminta maaf karena sudah mengecewakannya sejak dulu kemudian datang dengan membawa segudang kekecewaan lain.

"Yang menghamili kamu gak bertanggung jawab?" tanyanya marah, bagaimana tidak keponakannya satu-satunya yang ia sayangi pulang setelah bertahun-tahun lama menjauh kini berbadan dua.

"Dimana rumahnya biar Om antar kamu ke rumahnya." sahut suami tantenya dengan raut wajah yang serius.

Sienna menggeleng masih dengan tangisnya yang tersedu-sedu. "E-enggak, dia b-bahkan gak tau Sienna hamil." jawabnya terbata-bata.

Om dan tantenya itu saling berpandangan bingung. "Maksud kamu gimana?"

"Sienna yang ninggalin dia." tangisnya semakin keras, hatinya kian berdarah-darah dengan keputusan yang ia ambil.

Tantenya, Marina menghela nafas. "Kenapa? kenapa kamu selalu ninggalin orang?"

Sienna menundukk dalam mendengar ucapan tantenya itu, tidak menyangkal bahwa sejak dulu ia selalu meninggalkan orang-orang yang menyayanginya. "S-sienna gak pantes sama dia Tante, hidup dia bisa menderita kalo sama Sienna. A-aku bahkan gak sepadan buat dia yang punya segalanya, aku bahkan gak punya orang tua." lanjutnya meracau.

"Kamu ini ngomong apa, terus Tante dan Om kamu ini kamu anggap apa? kita orang tua kamu juga, udah kami anggap kamu anak. Mulai sekarang kamu bisa panggil kita Mama dan Ayah." Sienna mengeratkan pelukannya kala mereka berkata tegas, masih dengan tangisannya Sienna menjelaskan hubungannya dengan Kenaka hingga mengambil keputusannya yang membuat jiwanya kian nelangsa.

Untuk beberapa waktu yang lalu pikiran Sienna terganggu, setiap hari digerogoti rasa bersalah yang tiada habisnya. Rasa tidak percaya dirinya selalu membawanya ke tepi jurang, setiap malam menimbang-nimbang keputusan manakah yang akan diambil Sienna untuk kedepannya. 

Kemudian sebuah ide gila muncul, kalau Sienna tidak bisa bersama Kenaka setidaknya ada bagian dalam dirinya yang bisa selalu membersamai. Oleh karena itu untuk suatu alasan Sienna dengan sadar selalu mengajak Kenaka untuk tidur bersamanya, berharap sesuatu yang ia inginkan akan tumbuh bersamanya. 

Do'anya saat itu langsung dikabulkan setelah banyak waktu yang mereka habiskan bersama, penuh dengan usaha. Sienna ingat betul bagaimana di setiap pagi perutnya benar-benar mual dan merasa pusing serta tubuhnya lemas. Sienna tidak bodoh, jelas tahu konsekuensi yang akan ia hadapi.

Matanya mengerjap pelan, bibirnya tersenyum kecil walau air mata kini jatuh tanpa henti melewati pipinya. Terisak-isak bahagia saat garis dua terpampang nyata di tangannya.

Lalu tekadnya semakin bulat, perlahan belajar mulai menjauh untuk berjarak dari Kenaka. 

Jadi setelah memutuskan berhenti bekerja saat itu tanpa memberi tahu siapapun Sienna segera bergegas membereskan barang-barang apa saja yang perlu ia bawa. Sienna ingat saat itu Kenaka mengirimkan-nya sebuah pesan bahwa laki-laki itu sedang pergi ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Karena alasan itulah Sienna segera berkemas dan pergi, datang kembali ke keluarga satu-satunya yang Sienna miliki.

Tapi Sienna tidak tinggal di rumah itu, bukan karena ia tidak ingin hanya saja terkadang bayangan masa lalu dengan ibunya masih selalu menghantui, merongrong jiwanya yang rapuh akan masa lalu yang menyakiti. Oleh karena itu Sienna memutuskan untuk tinggal sendiri, disebuah kontrakan kecil yang jaraknya tidak jauh dari rumah adik ibunya.

Sienna mungkin sudah menelan bagaimana rasa sulitnya ia menjalani kehidupan tapi ternyata menjalani kehidupan dengan kehamilan seorang diri adalah puncak kesulitan yang ia alami.

KALA KINI NANTI ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang