09

3 0 0
                                    

- L U C A N E  -

~

Jane merenung sendirian di balkon kamarnya dengan berbagai macam pikiran yang ada di kepalanya. Selang beberapa menit kemudian, terdengar suara ketukan dari luar pintu kamarnya.

"Masuk," pintanya.

Bukan Rena, Tio, atau pun Janira, tapi yang datang adalah Sarsia, neneknya. Sarsia menghampiri Jane yang sedang duduk di balkon sambil menatap ke langit dengan tatapan penuh harapan.

"Oh, omah. Kirain siapa," ucapnya saat melihat siapa yang datang.

Sarsia melemparkan senyuman khasnya dan mengusap pelan kepala Jane, "Cucu omah lagi ada masalah ya? Kok murung aja dari tadi. Nak, kalo kamu keberatan dengan perjodohan itu, terus terang ke bundamu."

"Gak keberatan, omah. Jane cuma kaget aja," ucapnya.

"Sayang, omah tau kamu dari kecil. Kita semua bahkan tau siapa cinta pertamamu. Dan setelah omah dengar kabar perjodohan ini dari bundamu, omah pikir semua akan baik-baik saja. Tapi setelah omah liat sendiri, kayaknya kamu kurang menerima perjodohan ini. Ada apa? Sudah gak mau cerita sama omah?" tekan Sarsia sekali lagi.

"Bukannya Jane udah gak mau cerita ke omah, tapi Jane juga bingung harus cerita apa. Dari tadi Jane cuma bengong liatin bulan, berharap dapat jawaban dari pertanyaan yang ada di otak Jane entah itu apa, Jane pun gak tau, omah. Apa omah bisa paham apa maksud dari Jane?"

"Kalo yang omah lihat, seperti banyak yang kamu pertimbangkan. Entah soal perasaan kalian yang tidak sejalan atau mungkin ada yang ingin mengambil keuntungan dari perjodohan ini atau.. Apa Lucas sudah punya pacar?" tanya Sarsia yang membuat Jane menatap mata Sarsia dalam dan memeluknya.

Jane menangis di dalam pelukan Sarsia. Sarsia menjawab semua pertanyaan yang ada di isi kepala Jane yang ia sendiri tidak dapat menebaknya. Ya, ternyata itu. Jane memikirkan dan mempertimbangkan hal-hal yang baru saja Sarsia sebutkan.

Sarsia menangkup kedua pipi Jane dan menghapus airmatanya.

"Omah bisa liat dari mata kamu kalo banyak yang kamu simpan. Kamu jarang bercerita ya sama ayah bundamu? Omah jadi merasa bersalah karena kamu memendam semuanya sendiri. Omah minta maaf ya, seharusnya omah lebih sering berkunjung," jelas Sarsia penuh dengan rasa bersalah.

Jane menggenggam kedua tangan Sarsia dan tersenyum ke arahnya.

"Omah orang yang paling mengerti perasaan Jane, tapi bukan berarti ini semua salah omah. Jane bisa aja loh pergi ke Bandung dan tinggal sama omah biar tiap hari Jane punya teman cerita, tapi Jane gak mau manja. Jane juga bisa aja cerita ke ayah bunda atau pun Janira, tapi Jane gak mau ngerepotin mereka. Mereka juga belum tentu menerima cerita Jane seperti omah," jelas Jane dengan mata yang berbinar.

"Mau pindah ke Bandung aja sama omah?"

Jane menggeleng kepalanya pelan, "Nanti Jane dikira gak sayang lagi sama ayah dan bunda karena terlalu nurut dan terlalu manja sama omah. Jane gak mau drama-dramaan, omah."

"Ya sudah. Kalo semua berjalan tidak sesuai dengan keinginan kamu, bahkan jika harus menjadi perempuan pembangkang pun tidak masalah. Ingat ya, gak ada yang boleh maksa kamu untuk hal yang tidak ingin kamu lakukan. Menjadi penurut dan berbakti boleh saja, tapi jangan pernah menjadi budak dari keinginan orang lain," tegas Sarsia.

"Omah, terimakasih sudah ada di dalam hidup Jane. Setiap hari omah dan opah selalu aku bawa di dalam doa agar Tuhan selalu memberikan umur panjang. Aku gak akan siap kalo nanti harus kehilangan keduanya," lirih Jane.

*Tok..tok..tok*

"Masuk."

Pintu kamar yang terbuka perlahan menunjukkan siapa yang ada di sana. Ia adalah Janira. Ia perlahan masuk ke dalam kamar Jane dan menghampirinya.

LUCANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang