01

9 0 0
                                    

- L U C A N E -

~

Di suatu malam yang indah, bulan purnama menyinari bumi dengan cahaya yang ia miliki. Banyak orang memuji keindahan bulan, tapi hanya sedikit yang benar-benar mengagumi bulan dan menganggap bulan sebagai sahabat karib.

Itulah Jane, seorang gadis yang sangat mencintai bulan dan angkasa beserta isinya.
Bernyanyi ditemani sinar bulan merupakan salah satu hobbynya di iringi petikan gitar yang ia mainkan. Seolah menghibur angkasa dengan suara merdunya.

"At night when the stars light up my room
I sit by myself
Talking to the moon..
Try to get to you
In hopes you're on the other side
Talking to me too
Or am I a fool
Who sits alone
Talking to the moon.."

Tok..tok..tok..

"Jane, boleh bunda masuk?" sapa suara dari depan pintu kamar.

"Boleh, bun. Masuk aja."

Seorang wanita cantik masuk ke dalam kamar Jane dengan perlahan disertai senyuman manis menyapa pemilik kamar di balkonnya yang masih memangku gitar. Wanita itu mengarahkan pandangannya ke langit, seolah tahu apa yang menjadi alasan anaknya selalu berada di balkon sampai tengah malam.

"Bulannya lagi bagus. Pantes aja kamu betah," ujar Rena, ibunya.

Jane tersenyum dan meletakkan gitarnya ke tempat semula.

"Loh, kenapa disimpan gitarnya? Bunda kan pengen dengar kamu nyanyi."

"Bunda kan udah sering dengerin aku nyanyi. Bunda juga suka rekam aku diem-diem kan kalo aku lagi nyanyi?"

"Aduh, ketahuan ya? Ya abis gimana? Pengerin dengerin anak sendiri nyanyi aja tuh susah banget. Masa harus bunda sewa dulu?" kesal Rena.

"Tapi kan bunda bisa ketuk pintu dulu kayak tadi, jangan diem-diem buka pintu terus video aku lagi nyanyi. Itu melanggar privasi tau, bun," balas Jane sambil berjalan menuju tempat tidurnya.

"Iya, maaf. Besok-besok bunda ketuk pintu dan minta izin kamu dulu kalo mau video kamu lagi nyanyi. Tapi kamu harus janji dulu kalo nanti bunda pengen dengerin kamu nyanyi, kamu gak boleh nolak," rayu Rena sambil menutup pintu balkon.

"Asal gak di post kemana-mana aja videonya. Yaudah, bun. Aku mau istirahat dulu."

"Iya, tidur yang nyenyak ya!"

Rena berhenti sebentar sebelum menutup pintu kamar Jane, "Kalian berdua sudah baikan?"

Seolah mengerti dengan maksud pertanyaan dari Rena, Jane menjawabnya dengan gelengan kepala.

"Yaudah, sabar ya. Semua cuma butuh waktu."

"Iya."

***

Pagi itu, Jane terbangun oleh sinar matahari yang masuk ke dalam kamarnya. Sudah pasti itu ulah Rena yang membuka semua jendela serta pintu balkon kamarnya.

"Jane, tumben kok belum bangun sih? Ayo bangun! Masa kalah sama Rara," ucap Rena sambil membangunkan Jane.

"Aku masuk jam 9, bun. Hari ini hari ulang tahun sekolah, jadi full kegiatan lomba antar kelas aja."

"Loh, iya? Kok Rara udah mandi sih?"

"Rara udah mandi? Kok bisa? Kayaknya dia gak tau deh soal pemberitahuan datang jam 9. Kalo dia tau, pasti bangunnya lebih siang dari aku," jawab Jane.

"Oh, gitu ya? Sebentar deh, bunda samperin anaknya dulu."

Janira Kusuma atau yang biasa dipanggil Rara, ia adalah adik perempuan dari Jane. Umur mereka hanya selisih 2 tahun dan mereka bersekolah di sekolah yang sama.

Baru saja Rena hendak keluar dari kamar Jane, tiba-tiba seseorang menerobos masuk ke dalam kamar Jane hingga membuat Rena terkejut.

"KAK!"

"RARA! IH, kamu tuh ya. Kalo bunda jantungan gimana?" kesal Rena kepada anak keduanya.

Janira berjalan menghampiri Jane yang masih merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Wajah Janira tampak penuh amarah.

"Muka kamu kenapa? Udah kayak mau makan aku aja," celetuk Jane.

"Iya, rasanya gue pengen makan lo sampe ke tulang-tulangnya!"

"Kenapa sih? Datang-datang malah ngomel-ngomel gak jelas," balas Jane.

"Lo yang kenapa! Kenapa lo gak bilang kalo hari ini masuk siang?! Liat nih, gue udah siap, tiba-tiba dapet kabar dari Kiran kalo hari ini masuk jam 9. Lo kenapa gak kasih tau gue?!" kesal Janira dengan wajah yang penuh amarah.

Seperti halnya Jane dengan bulan yang sudah seperti sahabat, begitu pun Janira dengan tempat tidurnya yang sudah seperti sprei dan kasur.

Jane menatap dalam mata Janira seolah sedang mendeteksi sebuah fakta. "Kok bisa lo gak tau infonya? Lo bolos lagi ya?"

Rena membulatkan matanya dan menatap Janira tajam, "BOLOS LAGI? RARA?! KAMU SERING BOLOS?!"

Janira membulatkan matanya saat mendapatkan sebuah pertanyaan yang sudah seperti tuduhan, "A-aku? B-bolos? Ngaco lo, kak! Bunda juga nih ikut-ikutan nuduh aku sembarangan, gak percaya sama anak sendiri?! Udah ah, males."

Janira meninggalkan ibu dan kakaknya di kamar Jane. Rena melemparkan tatapan penuh pertanyaan kepada Jane, sedangkan Jane yang melihat tatapan itu langsung masuk kembali ke dalam selimutnya karena takut diinterogasi.

Jane dan Janira sudah banyak berbagi rahasia, jadi ia mencoba untuk melindungi Janira walaupun sudah terlanjur menimbulkan kecurigaan.

Mengerti akan gelagat itu, Rena Cuma bisa menahan kesal dan memijit kepalanya pelan. Ia sudah tahu bahwa kedua anaknya ini sudah menyimpan banyak hal darinya dan ia juga tahu bahwa mereka tidak akan pernah mengakui apa yang sudah menjadi rahasia mereka berdua.

drrt..drrt

Seketika ponsel Jane menunjukkan sebuah notifikasi bubble chat atas nama Janira Kusuma.

Janira Kusuma : "Kalo sampe bunda tau gue sering bolos, gue bakal aduin ke bunda kalo lo pernah ngepod."

Jane membulatkan matanya saat membaca pesan dari Janira dan mulai merasa sedikit panik jika Rena dan Tio, orangtua mereka sampai tahu tentang hal itu.

Jane Kusuma : "Mau saling ngadu? Boleh. Nanti gue aduin kalo lo juga sering bolos di rooftop dan ngerokok bareng temen-temen toxic lo."

•••

Upload : Saturday, 08/06/24
Instagram : @pinggkann_

- 885 words.

LUCANETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang