9. begitu hebat

16 8 0
                                    




"udah sana kalian tidur, udah malam ini."
ucap bunda.

"tidur dimana tan?." tanya Devan membuka suara.

"tidur dikamar Robi aja atau di rofftop kamar nya Robi." jawab bunda.

"di rofftop aja deh tan." saut Pandu.

"yaudah, nanti tante siapin alas sama selimut."

"makasih Tante, maaf ngerepotin." ucap Natan

Bunda mengangguk, "yaudah, kalau gitu bunda beresin ini dulu ya."

"perlu bantuan ga tan?." tanya Pandu.

"engga ga usah, bunda bisa sendiri kok." Bunda melenggang pergi dari tempat itu.

"pa, kita ke kamar dulu ya." Robi beranjak dari duduk nya dan langsung diikuti oleh teman teman nya.

"permisi ya om." Natan juga menyusul teman nya.

ceklek

Pintu kamar terbuka, Robi memasukkan kaki nya lebih dulu disusul di belakang nya Devan Afka Rayan pandu dan Natan.

"temenan 6 tahun baru kali ini gue masuk kamar lo rob." celetuk Pandu dia melihat lihat setiap sudut ruangan yang berwarna putih dan biru.

"kita udah sering, suruh siapa lo rumah pindah-pindah mulu." saut Rayan.

"udah buruan naik lo." ucap Robi.

Keenam nya menaiki tangga yang menuju ke rofftop.

Rofftop itu lumayan lebar. Terdapat meja kecil yang sekelilingnya nya di letakkan kursi dan sofa di sudut sebelah kanan. Pinggiran pinggiran nya diberi pagar besi berwarna hitam memiliki tinggi di bawah dada.

"lo semua ga ada niatan jaga malam?." tanya Rayan.

Semua menatap Rayan, Afka mengerutkan kening nya, Devan yang melihat ke Afka, menjawab "begadang."

Afka menoleh ke arah devan yang berada di sofa samping kanan dirinya berada. Afka mengangguk.

"hayu weh sok urang milu." ucap pandu.

"gausah sok Sunda anjir, ga ada yang paham." resah Robi

"maneh goblok pisan." ucap Pandu lagi.

"sialan lo Pandu." umpat nya menatap Pandu nyalang.

"hapunten." Pandu membungkukkan tubuh nya.

"nat, beli makanan di luar." ucap Robi meletakkan kertas berwarna merah 1 lembar di meja depan Natan.

Natan yang tengah bermain handphone itu mendongakkan kepala nya.

"pinjem gitar lo tapi ya?." ucap nya.

"iya anjir, buruan sana."

"hati hati lo." ucap nya lagi

"gue ga kaya Afka yang tukang kebut kebutan di jalan." sindir nya

Afka yang sedang memakai earphone itu lantas menatap Natan sinis. Walau sudah memakai earphone itu tidak membuat telinga nya tidak mendengar ketika nama nya disebut.

Natan terkekeh melihat tatapan sinis Afka. "kenyataan bro." Natan turun ke bawah, membawa uang yang diberi Robi tadi.

Devan mengangkat kepala nya, menatap Natan yang membelakangi dirinya, tatapan nya begitu datar. Sedari tadi dirinya sangat irit bicara, hanya satu dua kalimat yang dikeluarkan nya.

Setelah Natan pergi dari sekitar rumah Robi, Devan bangkit berjalan ke arah tangga.

Afka yang menyadari bahwa orang yang di sebelah nya bangkit pun berucap. "kemana lo Van?."

Mendengar pertanyaan itu, semua pandangan tertuju kepada Devan.

"ada urusan bentar." jawab nya tanpa melihat ke belakang. Lalu melanjutkan langkahnya.

Natan sudah sampai di tempat jualan martabak, bingung, tak tahu mau membeli makanan seperti apa, hanya ini yang ada di daerah rumah Robi dan hanya ini yang masih terbuka.

Ingin mencari ke kota nya. Namun, jam sudah tidak meyakinkan, jarak rumah Robi dan kota membutuhkan waktu 45 menit untuk sampai di kota. Sedangkan sekarang sudah pukul 22:38 mau menunggu berapa jam lagi teman teman nya di sana?.

"dek, beli martabak nya 2 ya rasa nya campur aja." ucap Natan.

"oke kak."

5 menit berlalu ...

"ini kak, martabak nya." ucap anak laki laki itu sembari memberikan martabak nya.

"oh, iya." Natan mengambil martabak itu.

"kamu coba duduk sini sebentar." ucap nya menarik 2 bangku.

Anak itu menurut, dia duduk di tempat yang diberikan Natan tadi. "kenapa kak?."

"kamu umur berapa?." tanya nya tiba tiba.

"14 tahun kak."

"masih sekolah?."

"masih kak."

"orang tua kamu kemana?."

"ayah sama ibu sakit kak, mereka ga bisa ngapa-ngapain, jadi nya untuk menuhi kebutuhan sehari hari agar tetap makan, aku kerja setengah hari kak." ucap nya.

"kamu ga cape?." tanya nya lagi.

"kalau soal cape, pastinya aku cape kak, cape banget pun. Tapi aku gamau buat ibu sama ayah aku ga makan setiap hari nya." jawab nya.

Natan menatap mata anak laki laki itu, terlihat jelas dari sorot matanya bahwa dia, begitu, lelah. Bagaimana tidak, anak yang seharusnya sudah terbaring di tempat tidur, tertidur dengan lelap. Kini harus berjualan di waktu yang sudah lewat batas ini.

Terduduk, menahan setiap kelopak mata yang ingin tertutup, hanya mendengar 1 atau 3 kendaraan yang lewat.

"kenapa kamu ga minta jadwal, pas waktu siang sampai sore aja?."

"ngga bisa kak, katanya udah ada yang ngambil jadwal itu." ungkap nya.

"kamu mulai jam berapa tadi ke sini?."

"jam 07:40 kak, sampai jam 23:00, seharusnya aku udah sampai sini jam 07:35 kak, tapi telat karna tadi jalanan nya macet." jelas nya.

"kesini naik apa?."

Anak laki laki itu, mengarahkan jari telunjuk nya ke sebuah sepeda yang memiliki lampu.

Natan mengikuti arah tunjukan jari itu, mengangguk kan kepala nya lalu menatap anak laki laki itu dengan senyuman yang sangat manis.

"nama kamu siapa?." tanya nya diiringi senyuman.

"Rasya kak." jawab nya, di balas anggukan.

"kamu hebat sekali, diumur segini udah bisa banting tulang, semangat terus yaa ...." ucap Natan mengelus-elus kepala Rasya.

"ini uang nya, balian nya ambil buat kamu ya." ucap Natan.

"makasih ya kak." Senyuman nya sangat begitu manis.

Natan mengangguk, lalu dirinya pergi ke tempat motor nya berada.






Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










Bumi dan Ratu nyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang