Pilihan yang Sulit

121 9 2
                                    

Hari yang Sama

Tangga Menuju Keabadian

*****

Aku berlari menuju rumah dengan sedikit menarik tali pengikat yang terpasang dileher dombaku, ia pasti kesakitan tapi mau bagaimana lagi, jika aku dihukum mereka tidak akan bisa mendapatkan santapan rumput segar besok pagi. Akhirnya sampai di rumah, tentu saja Fena sudah menunggu diluar dengan memakai apron lusuh, dia pasti sudah menungguku sesaat makanan sudah dihidangkan diatas meja. Dengan nafas yang masih belum lurus karena berlari serta para dombaku yang masih merasa kesakitan, aku memberanikan diri untuk beranjak masuk kedalam rumah, entah seperti apa penderitaan yang akan aku rasakan nanti tidak ada yang tahu.

"Darimana saja kau? bukankah aku sudah bilang untuk kembali sebelum matahari terbenam? sekarang sudah jam berapa? apa yang kau temui dijalan tadi? apakah kau menemukan seonggok emas maka lupa bahwa hari sudah malam?" ucap Fena sesaat aku melewati pintu masuk, dia menjewerku dengan keras entah sampai kapan rasa sakit ini akan berlangsung.

"Aww-aww sakit, tolong lepaskan tanganmu dan biarkan aku menceritakan semuanya, tenanglah aku tidak berbuat hal aneh, sungguh" aku berupaya meyakinkan perempuan itu. Terakadang aku penasaran apakah kekuatan ibu-ibu memang sekuat ini, tapi kurasa walaupun aku sering berkelahi tidak ada pukulan yang lebih menyakitkan daripada lekat tangan Fena.

"Baiklah, kali ini kau bebas dasar anak nakal, sekali lagi kau mengulangi hal yang sama siap-siap saja tidak akan ada makan malam untukmu" dia berkata sembari melepaskan tangannya dari kupingku, haa sungguh lega rasanya.

Kami beralih dari pintu masuk ke meja makan yang ada dibagian belakang rumah, disana sudah ada dua mangkok sup yang sudah mendingin dan juga empat potong roti. Fena mengambil dua mangkok sup itu lalu kembali menghangatkannya diatas perapian yang mungkin sudah dia persiapkan sebelumnya, terbukti kayu bakar itu belum sepenuhnya menjadi bara dan lenyap dimakan api. Melihat ia sedang mencoba memanaskan sup aku mencoba duduk tenang diatas meja makan tanpa berbicaara sepatah katapun, setidakya aku tidak membuat dia kembali marah untuk kedua kalinya.

Setelah sup tadi selesai dihangatkan ia menghidangkannya dihadapanku, kami makan malam seperti biasanya, mungkin kalau bagi orang lain seperti makan keluarga yang hangat dan penuh dengan keharmonisan. Namun, aku merasa setiap malam yang kami habiskan lebih berharga daripada keluarga orang lain, entah kenapa aku juga tidak tahu apa alasannya, mungkin memang cuma perasaanku saja.

Dalam sekejap setengah mangkok sup dan satu roti sudah habis kami makan tanpa menyisakan obrolan yang penting, ya, kami hanya diam membisu satu sama lain. Aku juga tidak tahu apa alasan Fena diam membisu seperti sekarang, kalau aku mungkin punya alasan yang kuat, yaitu agar Fena tidak marah lagi padaku. Semoga saja tidak ada hal buruk yang terjadi, mau bagaimnapun aku sangat mengenali Fena sebagaimana aku mengenali diriku sendiri, dia adalah orang yang cerewet lagi pemarah dan tidak akan mungkin meninggalkan meja makan hanya dengan keheningan yang terjadi diantara kami, pasti sebentar lagi perempuan kasar itu akan membuka mulutnya untuk berbicara.

"Kemana saja kau tadi Fion? aku tahu kau memaang suka terlambat, tapi ini baru kali pertama kau sangat terlambat, apa ada yang mengganggumu? kau tahu, serangan monster akhir-akhir ini semakin ganas dan juga perang antar kerajaan semakin mencapai titik puncaknya, aku harap tidak akan ada yang terjadi pada orang-orang pinggiran seperti kita" ucap Fena, ia menghentikan makannya sejenak lalu menopang dagunya dengan kedua belah tangan, sepertinya akan ada hal-hal yang benar-benar serius yang akan terjadi.

"Aku sebenarnya tadi bisa pulang cepat, sungguh. Awalnya aku hanya ingin melihat tembok gedung Akademi, mana tahu ada siswa yang membuang lembar ujiannya, taoi bukannya lembar ujian yang aku dapat malah masalah dengan anak baru" jawabku, yah aku tidak akan pernah berbohong pada Fena, lebih baik aku dihukum lagi daripada harus membohongi penyelamat hidupku, terserah jika kalian ingin menganggap ini naïf namun bagiku ini adalah dedikasi.

Night KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang