Senja mulai merayap di langit, mewarnai awan dengan semburat jingga dan ungu yang memikat. Angin sore yang sepoi-sepoi membuat daun-daun bergesekan, menciptakan melodi alami yang menenangkan.
Setidaknya, begitulah keadaan di luar jendela sana.
Lalu di dalam flat sederhana di pinggir kota Miyagi, ada sepasang kekasih yang menikmati sore mereka. Flat itu tidak besar, mengingat itu adalah milik pribadi Sugawara yang merupakan guru SD dengan gaji pas-pasannya.
Namun, tempat itu terlihat begitu nyaman. Dinding-dindingnya dihiasi dengan banyak foto; foto dirinya bersama tim Karasuno, fotonya dengan teman-teman kuliahnya, fotonya dengan para muridnya, hingga yang paling banyak adalah fotonya dengan si setter klub Atlético San Juan; Oikawa Tooru. Mengabadikan keindahan ke mana pun yang pernah mereka kunjungi bersama. Tanaman hijau yang menghiasi sudut-sudut ruangan, dekorasinya sederhana dan simpel―khas Sayawaka-kun sekali, kalau kata si Tooru.
Oikawa Tooru duduk di sofa yang empuk dengan kaki yang terbalut perban. Ia merebahkan kepalanya di atas paha Sugawara Koushi. Sejak Oikawa mengalami cedera saat bermain voli di Argentina, dia memutuskan kembali ke Jepang selama masa pemulihan. Walau dia telah resmi berpindah kewarganegaraan, Oikawa ingin menghabiskan hari-harinya rehabilitasinya dengan kekasihnya. Hanya itu yang dibutuhkan si manja Oikawa sekarang.
"Rasanya aneh, ya," Oikawa berkata sambil memandang langit apartemen dengan mata yang setengah tertutup, sementara Sugawara mengelus rambutnya dengan lembut, merasakan tiap helaian yang lembut di jari-jarinya. Di tangan lainnya membuka sebuah buku bacaan yang sedari tadi dibacanya.
"Apanya?" Fokusnya ada pada buku, tetapi ia tetap mendengarkan Oikawa.
Oikawa melanjutkan. "Aku terbiasa dengan hiruk-pikuk pertandingan dan latihan yang keras. Sekarang diam saja seperti ini jadi terasa... aneh."
"Ck, ck, ck," Suga melirik ke arah si kekasih dan menyentil pelan dahinya. "Sabar, tuan penggila voli. Jangan berkata seolah dunia berakhir. Kau akan bermain voli lagi jika kakimu itu sudah benar-benar sembuh."
"Hmmp, aku nggak bilang dunia berakhir. Cuma, rasanya sangat menyebalkan!" Oikawa menutup kedua matanya dengan telapak tangannya, bertingkah seperti anak kecil dramatis. "Untungnya aku boleh kembali ke Jepang, jadi bisa ketemu Kou-chan. Kalau gak ada kamu, mungkin aku udah stress berat karena gak bisa main voli!"
"..." Suga menghela napasnya, pun memutuskan menutup buku bacaannya dan meletakkannya di meja depannya. Well, dia sangat paham bagi pekerja keras seperti Oikawa Tooru, disuruh beristirahat walau hanya beberapa bulan pasti terasa begitu memuakkan. Oikawa tidak ingin, tidak mau, tidak akan melewatkan sedetik pun untuk berusaha―mengejar atau melampaui semua saingannya.
"Aku tahu, Tooru. Aku tahu seberapa besar cintamu pada voli dan betapa pentingnya itu untukmu. Tapi coba lihat sisi positifnya, kamu jadi punya banyak waktu bersamaku, untuk hal-hal selama ini terlewat karena kesibukanmu."
"..." Kini mata Oikawa terlihat berkaca-kaca dengan dramatisnya. "Kou-chan selama ini kesepian banget ya, aku tinggal ke Argentina? Menikah aja yuk denganku, kamu tinggal di sana juga dan pindah kewarganegaraan di sana juga."
Sugawara tertawa kecil, menyentil hidung Oikawa dengan lembut. "Enak, ya, kalau ngomong~ Menikah dan pindah kewarganegaraan kayak ngajak belanja ke toko kelontong."
Oikawa mengerutkan hidungnya, mengerucutkan bibirnya pula. "Tapi, aku serius! Kamu tahu 'kan, aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Kou-chan!"
"Nanti murid-muridku nangis aku tinggal, gimana? Sudahlah, ayo bicarakan hal lain," Suga masih membalas obrolan itu dengan candaan. Well, dia sudah tahu kekasihnya ini sering membawa obrolan ke arah sana―tetapi, Suga sendiri tahu bahwa baik dirinya maupun Oikawa belum benar-benar siap. Menikah bukanlah hal yang mudah. Apalagi, mereka masih fokus 'menjalani hidup' masing-masing.