Definisi calon dokter kejam itu adalah Braga. Tapi tenang, dia kejam hanya ke orang terdekatnya. Oleh pasien malah dikenal ramah, dokter-dokter konsulen koas juga sering memujinya cerdas. Salah satu contohnya, sewaktu Lando datang ke rumah sakit, seorang dokter senior mengatakan kepadanya bahwa Braga menjadi favorit dan andalan para dokter residen. Orang tua mana yang tidak bangga?
Namun sayang, perbincangan bersama dokter senior itu tidak bertahan lama sebab Lando harus menemui anaknya yang lain di salah satu bed UGD, yang tertutup rapat dikelilingi tirai pembatas. Di sini lah letak kekejaman Braga tampak.
"Kamu kalo masih berisik nggak cuma tanganmu yang Mas iket, mulutmu juga Mas lakban."
Otomatis adiknya kicep. Kedua tangan yang memberontak pun seketika diam dengan keadaan ditali pada side rail kanan kirinya. Flo kesal. Dadanya yang kembang kempis secara cepat diusap-usap oleh sang bunda dan dia terbatuk keras.
"Kok batuknya gini banget ya, Ga? Nggak kenapa-kenapa kan, soalnya kadang bisa sampe mau muntah gitu," Amara dirundung cemas.
"Itu karena di saluran pernapasannya banyak lendir, Bun. Besok kalau masih belum reda batuknya, aku kirimin alat nebulizer."
Amara mengangguk singkat sebelum kembali memandangi sang anak dengan raut khawatir. Sementara itu, Braga pamit sebab pagi ini akan ada visite pasien oleh dokter residen yang harus dia ikuti. Flo tak putus menatap sang kakak dengan mata memicing penuh dendam.
"Apa?" tantang Braga ketika hendak menutup tirai. Kemudian Flo melengos sambil masih batuk-batuk kecil.
Perginya Braga dari bilik sang adik bertepatan dengan kedatangan Lando bersama Jolie. Dan mereka berpapasan di dekat pintu masuk emergency room.
Jolie sempat gagal fokus. Dia perhatikan anak kedua Lysander itu memakai pakaian berbeda dari sebelumnya. Berganti dari piyama rumahan ke scrub biru sebagai seragam medis, membuatnya berkali lipat lebih menawan.
"Kok diem?" tanya Jolie sebab tak mendengar suara Flo lagi.
"Lemes dia. Papap baru sampe?" Dan dijawab anggukan kepala oleh sang ayah.
Sebelumnya, saat mendapat kabar Flo dilarikan ke rumah sakit, Lando langsung putar arah pulang padahal sedang perjalanan ke luar kota.
"Dokter bilang Flo gejala tifus, ya? Terus barusan adikmu kenapa, Ga?"
"Iya, Pap. Barusan ngamuk minta pulang. Daripada bikin UGD nggak kondusif, terpaksa diizinin sama dokternya."
"Emang nggak papa?" Jolie terlihat kurang yakin.
Namun Braga mengangguk. "Biar rawat jalan sama aku coba minta home care, perawatnya ke rumah, kalo emang diperlukan."
"Yaudah Papap ikut yang menurutmu terbaik."
"Tapi kalau keadannya nggak ada kemajuan, aku minta tolong banget bujuk Flo ke rumah sakit ya, Pap? Aku nggak yakin bisa lembut di situasi kaya gini."
"Iya, biar Papap yang urus. Kamu fokus sama koas-mu aja," kata Lando.
Braga membuang napas pelan, lega setidaknya ada Lando saat dirinya tidak bisa memantau Flo secara langsung.
"Makasih, Pap."
Sang ayah menepuk bahunya. "Papap yang terima kasih karena Mas Braga sayang dan peduli sama Flo. Padahal Mas Braga sibuk banget, kata konsulen yang tadi ngobrol bentar sama Papap. Kalau capek istirahat ya, Mas? Papap emang pengen salah satu anaknya Papap jadi dokter. Tapi kalau dengan itu bikin Mas tertekan dan terbebani, Mas bisa berhenti dan kita cari pekerjaan lain."