Anak dengan telinga kelinci di kepalanya berkeliaran saat para penghuni rumah sudah bersiap tidur. Berhenti di depan sebuah pintu, dia lantas menggesernya. Kepalanya menyembul dari celah, menengok si empunya ruang yang tengah berkutat dengan lembaran berkas pada meja kerja. Dia mengetuk pintu ketika kedatangannya belum mendapat atensi.
"Pap," lirihnya.
Berhasil membuat yang dipanggil berpaling dari kertas-kertas. "Hello, Flo. Sini masuk."
Flo mulai menampilkan seluruh badan, berjalan masuk tanpa menutup pintu, dan duduk di kursi. Sementara Lando melepas kacamata, fokus pada anak di depannya.
"Lucu banget topinya. Siapa yang pakaikan itu?"
"Mama beliin Flo," jawab sang putra. Tangannya menarik-narik ujung lengan kardigan rajut kebesaran warna mustard.
"Ada yang bisa Papap bantu, lil bunny?" tanya Lando. Dari gerak-gerik Flo, dia paham bahwa putra keenamnya itu hendak membicarakan hal serius.
"Flo pengin ganti sopir."
"Tiba-tiba banget. Emang Pak Adib kenapa?"
Alis ayahnya naik sebelah. Merasa heran sebab baru pertama kali ada yang mempermasalahkan umur sopir keluarga. Selama ini malah Flo terlihat akrab dengan Pak Adib. Maka dari itu, Lando tidak buru-buru mempesiunkan sopir yang telah membersamai keluarga Lysander sejak Angga kecil, walau usianya sudah 60-an. Toh Pak Adib disukai karena aman dan nyaman saat mengendarai, serta telaten merawat mobil.
Tanpa mereka ketahui, seseorang yang keluar dari ruang sebelah tidak sengaja mendengar permintaan Flo. Raut mukanya mengisyaratkan terkejut sekaligus marah saat bergegas ke lift untuk turun lantai.
. . .
Minggu pagi waktunya Jolie menyalurkan hobi sampingan. Selain fashionista, dia juga suka bunga. Flo menjadi satu-satunya anak yang sealiran dengannya. Maka pagi ini Jolie mengajak Flo membeli tanaman untuk menambah koleksi di kebun bunga mereka.
Dru baru selesai joging kala lihat Mama dan adiknya masuk ke mobil yang sama, kemudian mobil putih itu melaju meninggalkan halaman.
"Pak Adib nggak nganter Flo?" bertanya kepada sopir pribadi si adik.
Langsung menghentikan kegiatan mengemasi barang-barang pribadi di ruangan dekat basemen untuk menjawab, "Bapak belum bilang emangnya, Den? Per hari ini saya udah nggak kerja di sini lagi."
"Terus Pak Adib diem aja, gitu? Nggak ada pembelaan?"
"Ya, mau gimana lagi, Den. Nasib jadi orang tua. Lagipula-"
"Mas Angga!"
Dru terdistraksi oleh kedatangan si kakak sulung dan segera menghampirinya. Pasti kakaknya itu lembur semalaman, terlihat saat turun mobil masih mengenakan kemeja kerja yang kusut, beserta kantung mata menghitam.
Tak heran tiga ibu lebih akrab dengan Flo ketimbang enam saudaranya. Karena hanya Flo yang mampu mengimbangi passion Jolie dalam tanam-menanam, juga Flo yang paling antusias belajar melukis bersama Giselle.
Saat sedang membantu Jolie menata tanaman baru, Flo tiba-tiba meninggalkannya, berlari ke Giselle yang tengah mempersiapkan alat lukis. Walau ujungnya anak itu disuruh duduk di rerumputan beralaskan kain tipis.
Menyesap air dari botol Garfield, mata Flo berbinar menunggu Giselle selesai meletakkan kanvas pada easel di hadapannya.
"Hari ini kita belajar melukis sambil berjemur," kata Giselle, diikuti mengusak rambut legam Flo saat anak itu mengangguk cepat.