SELAMAT MEMBACA
*
*
*Hari minggu menjadi waktu terbaik untuk kumpul keluarga, terutama keluarga Ghifari. Pukul enam pagi Wafa sudah bersiap di halaman rumah dengan sound sistem yang sengaja disimpan di teras lebih tepatnya di depan pintu rumah. Keluarga Ghifari akan melakukan senam pagi, kalian pasti tahu ini ide siapa. Ya, tentu saja ide si bungsu Wafa.
Cowok dengan jogging pants berwarna hitam serta kaus senada sudah siap memimpin jalannya senam pagi ini. Alfariz dan Ghaza yang baru saja sampai setelah lari mengelilingi komplek terkejut karena suara sound yang sedikit lebih keras dengan musik DJ.
Wafa tersenyum menyambut kedatangan kedua kakaknya dengan riang gembira. Sebagai anak bungsu yang sebentar lagi akan berganti pasti permintaannya akan dituruti.
"Ayo kita senam pagi," ucapnya penuh semangat seraya melakukan peregangan tangan.
Alfariz dan Ghaza saling melirik satu sama lain, dan secara bersamaan keduanya mengelap keringat dikening mereka.
"Meuni kompak pisan, euyy," ledek Wafa.
Setelah kurang lebih satu minggu Wafa bersedih, cowok itu sudah kembali ke sedia kala. Wajar jika masih sedikit merasa sedih, tetapi keluarga Wafa menguatkannya. Siapa yang tidak merasa sedih ketika seseorang yang disayangnya pergi dari dunia ini.
"Udah siap belum?" suara bunda dengan logat sundanya keluar dari dalam rumah.
Empat gelas susu tersusun di atas nampan yang disimpan di atas meja.
"Siap atuh, Bun."
Wafa celingukan mencari sang Ayah.
"Ayah di mana?"
"Ayah lagi di kamar mandi."
Setelah melakukan pemanasan yang dipimpin oleh Wafa. Senam pagi satu keluarga dimulai. Wafa yang berdiri paling depan penuh dengan semangat memperagakan gerakan setiap gerakan senam SKJ.
Bunda yang sedang hamil hanua bergerak-gerak pelan saja.
Siangnya, setelah senam pagi selesai. Wafa ngotot mengajak sang bunda ke pasar untuk berbelanja. Padahal, niatnya bunda membeli sayur ditukang sayur yang biasa lewat depan komplek ataupun mangkal di pos satpam.
"Emang kamu mau ngapain ke pasar?" tanya bunda yang kini sudah naik mobil.
Dengan terpaksa Ghaza menuruti kemauan adiknya, yang memintanya untuk pergi ke pasar dengan menaiki mobil.
"Ngapain kek Bun, jajan kek gitu apa kek."
Mobil keluar pekarangan rumah, bagi Wafa pergi ke tempat ramai adalah salah satu cara untuk menghilangkan kesedihan dan lainnya. Walaupun berisik tetapi isi kepalanya lebih berisik jika harus berdiam diri di rumah.
"Adek mau beli apa?" tanya bunda ketika dalam perjalanan.
Wafa yang sedang menatap jalanan siang itu mengalihkan pandangannya ke depan. Dia menatap balik bunda yang tengah menatapnya. "Apa aja yang ada di pasar, Bun."
Ghaza yang tengah menyetir hanya geleng-geleng kepala.
Setelah berbelanja beberapa sayuran, buah-buahan dan juga jajanan pasar. Mereka kembali ke rumah. Keadaan rumah sudah rapi karena ayah dan Alfariz yang membersihkan dan membereskannya.
Tangan kanan dan kiri Wafa penuh dengan makanan, disebelah kanannya dadar gulung dan sebelah kirinya pisang goreng. Mulutnya penuh dengan kedua makanan itu. "Asli enak banget dadar gulungnya." Ucapnya seraya mendaratkan bokognya pada sofa.