"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh."
(QS. An-Nisa: 78)🥀
🥀
"Udah gue bilang, Fa. Jangan ganggu gue lagi.""Lo diapain sama Wisnu sampe ngomong kayak gitu?"
"Dia gak gue apa-apain tuh." Wisnu membalas Wafa seraya menaikkan kedua bahunya acuh.
Keributan kecil itu mampu membuat beberapa siswa memperhatikan mereka. Tidak banyak yang saling berbisik jika Wafa terlalu berlebihan terhadap Aldan. Ada juga yang menganggap Wafa begitu baik hingga rela membela Aldan.
"Udahlah, jangan kayak anak kecil. Lo gak harus sama gue terus, Fa. Temen lo tuh banyak gak cuma gue."
Setelah itu, Aldan mencoba menjalankan kursi rodanya dengan sedikit kesulitan karena di pangkuannya terdapat dua tas, yaitu milik dia dan Wisnu. Wisnu tersenyum kearah Wafa yang terdiam seakan-akan memenangkan pertandingan.
"Temennya udah gak mau sama lo lagi tuh," ujar Wisnu sebelum melenggang pergi.
Wafa dengan perasaan yang kesal sekaligus sedih itu hanya terdiam. Tetapi ia juga memastikan bahwa sahabatnya itu aman sampai kelas dengan membuntutinya di belakang.
****
Jam istirahat kedua sudah berbunyi 15 menit lalu. Setelah Wafa melaksanakan salat zuhur berjamaah di musola, cowok itu memutuskan untuk memakan bekalnya di kantin. Sendiri. Tanpa Aldan.
Wafa mengunyah setiap makanan yang yang masuk ke mulutnya. Nasi putih, sayur capcai serta ayam goreng, tidak lupa ditambah melon sebagai hidangan penutup menjadi menu yang bunda bawakan hari ini. Makanan seenak ini akan menjadi sedikit hambar tanpa sahabatnya, padahal Wafa meminta untuk membawa lebih banyak porsi makanannya.
Perasaan Wafa tidak enak sejak bertemu Aldan dan Wisnu tadi pagi, entahlah Wafa takut jika Aldan tidak aman jika bersama Wisnu.
Cowok dengan rambut yang sudah sedikit tumbuh dari terakhir kali di potong itu meneguk air mineral dan kembali melanjutkan makannya. Dia memasukkan dua sendok penuh nasi hingga membuat kedua pipinya mengembung.
"Kesel, kesel," gerutunya.
"Awas ya lo Wisnu, gue tonjok," lanjutnya.
Suara obrolan gadis terdengar dari belakang tempat duduknya. Suara yang tidak asing bagi Wafa.
"Sabrina, Zea, sini woy!" panggilnya tidak santai.
"Bisa biasa aja gak manggilnya!" Sewot Sabrina yang memelototi Wafa.
Sang empu hanya menyengir sambil melambaikan tangan agar Sabrina dan Zea menghampirinya.
"Ogah!" balas Sabrina.
"Yaudah gue yang ke situ," kata Wafa mengambil tas bekalnya terlebih dulu, lalu minum, terakhir kotak makanan yang berjumlah dua.
"Repot amat kayak mau piknik."
"Eitss... ini perjuangan bunda gue ya buat masakin, buat masukin, buat bawain, kesayangan gue rela bangun pagi nih buat masak."
"Enak banget ya jadi lo, Fa," tutur Sabrina memasukkan nasi ke dalam mulutnya. Menu makanan Sabrina kali ini hanya telur mata sapi.