41 - KHAWATIR

12.2K 1.1K 203
                                    


Bov tak bisa menghentikan kakinya yang sejak tadi terus mondar-mandir di depan pagar rumah, menanti kedatangan putra-putranya. Tiga puluh menit lalu, Bov tak sengaja mendengar telfon Ify dan Ando yang mengabarkan jika Iqbal mendapatkan seragan di IGD hingga harus di jahit.

Padahal Ify dan Ando sudah menjelaskan bahwa Iqbal tidak apa-apa, bahkan sudah memberikan bukti berupa video Iqbal yang menunjukkan putra bungsunya dalam keadaan sehat hanya luka goresan saja.

"Papa duduk dulu, nanti napas Papa ngos-ngosan lagi," pinta Ify, entah sudah berapa kalinya.

Bov tak mempedulikan, ia tetap memeriksa ke depan gerbang, melihat mobil Ando sudah nampak atau belum.

"Mereka sudah sampai mana Fy? Kurang berapa menit lagi sampai?"

Ify menghela napas panjang, segera mengirimkan pesan ke sang adik lagi, menanyakan sudah sampai di mana.

"Mereka sudah di depan perumahan. Bentar lagi tiba Pa."

"Suruh Ando cepat, adik kamu beneran nggak apa-apa, kan?"

Ify kehilangan kesabaran, ia langsung menghampiri Papanya.

"Papa, Iqbal baik-baik aja dan hampir sampai. Kita masuk ke dalam ya," bujuk Ify dengan tatapan memohon.

****

Iqbal terpaksa menceritakan semua kejadian dari awal hingga akhir ke sang Papa, meskipun ada beberapa bagian yang tidak Iqbal kasih tahu. Tidak mungkin bukan, Iqbal berkata jika dia mendadak jadi sok pahlawan karena orang yang disukainya. Bisa-bisa dipukul dengan panci kepalanya oleh kakak perempuannya.

"Nggak ada lagi yang terluka? Sudah diperiksa semuanya sama dokternya?" tanya Bov yang masih tidak bisa menghilangkan rasa khawatirnya.

"Sudah Papa. Nggak perlu khawatir."

"Beneran cuma lengannya aja yang kena pisau?"

Iqbal lagi-lagi harus menunjukkan lengannya yang sudah diberi perawatan oleh Acha.

"Iya, cuma lengan aja Pa."

"Syukurlah. Lain kali hati-hati. Jangan bahayaiin diri kamu," pesan Bov sungguh-sungguh.

"Iya Pa, maaf Iqbal udah buat khawatir."

Kini pandangan Bov beralih ke Ando yang duduk di samping Ify. Kedua anaknya itu sejak tadi hanya diam, memperhatikan Bov yang terus mencemaskan putra bungsunya. Seolah pemandangan ini bukan hal yang aneh bagi mereka berdua.

"Kamu juga lain kali jaga adik kamu yang benar."

Kedua mata Ando sontak melebar, tak menyangka dia akan mendapatkan serangan dadakan.

"Pa, Iqbal sudah besar. Dia bisa jaga dirinya sendiri," balas Ando tak mau disalahkan.

"Kamu kakaknya, tetap aja Iqbal masih butuh kamu. Kenapa juga tadi kamu tinggal adik kamu sendirian di IGD?"

Kedua mata Ando semakin terbuka, tak terima.

"Iqbal sendiri yang tiba-tiba izin ke cafetaria Pa. Ando juga nggak tau kalau dia ke IGD," kilah Ando.

"Tetap aja, kamu harus jaga adik kamu. Lain kali jangan tinggal dia sendiri."

Tubuh Ando langsung terdorong ke depan, semakin tak bisa menerima ceraran dari Papanya yang menyalahkannya. Melihat Ando yang mulai panas membuat Ify langsung menarik tubuh kakaknya lagi, mencoba menenangkannya.

MARIPOSA : MASA SEANDAINYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang