43 - TEMBOK DAN PINTU

14.5K 1K 163
                                    


Acha menghela napas pelan, entah mengapa sejak tadi ia merasa gugup. Apa karena AC di restoran ini terlalu dingin untuk tubuh mungilnya atau memang karena keberadaan dari cowok di hadapannya.

Sungguh, sampai detik ini Acha masih tak menyangka akan saling berhadapan dan makan hanya berdua dengan seorang Iqbal. Ya, ini untuk pertama kalinya Acha makan malam berdua dengan orang yang pernah ia sukai dan orang itu kini terang-terangan mengejarnya balik.

"Kalau kita makan dulu gimana?"

Jujur saat mendengar tawaran Iqbal di depan halte bus, Acha berniat untuk menolak. Namun, karena kondisi perutnya yang sudah kelaparan dan Acha juga yakin di rumah tidak ada makanan karena Mamanya lembur di bukti, dengan berat hati Acha mengiyakan ajakan Iqbal.

Acha meyakinkan hati dan pikirannya, ia hanya akan fokus makan. Ia akan berusaha untuk menguatkan hatinya. Namun, ternyata Acha dihantam fakta. Usaha yang ia lakukan ternyata terlalu sulit, karena sejak tadi Acha mati-matian sedang berusaha meredakan kegugupannya.

"Mau pesan yang lain?" tanya Iqbal setelah memeriksa satu persatu pesanan mereka. Iqbal mengajaknya makan di restoran pasta yang tak jauh dari rumahnya. Acha cukup kaget, Iqbal mengetahui lokasi restoran ini, yang mana Acha cukup sering datang dan makan di sini karena pastanya yang sangat enak.

Acha tersadarkan dari lamunananya dan segera menggeleng kecil sebagai jawaban, ia hanya ingin cepat makan dan pulang.

*****

Makanan pesanan mereka akhirnya datang. Kedua mata Acha langsung berbinar melihat piring-piring berisikan pasta yang ditata di hadapannya. Acha tak sadar untuk memakannya.

"Selamat makan Kak," ucap sang pramusaji.

"Makasih Kak," balas Acha lebih sopan.

Acha segera mendekatkan piringnya, bersiap untuk mengambil sendok dan garpunya. Namun, Iqbal lebih dulu menyerahkan sendok dan garpu ke arahnya.

Acha menatap sendok dan garpu tersebut dengan bingung.

"Pakai ini aja," suruh Iqbal.

Acha mengerutkan kening, pasalnya ia sendiri sudah memegang sendok dan garpu yang memang masih terbungkus dengan kain.

"Acha udah punya sendok dan garpu sendiri," jawab Acha sembari sedikit mengangkat garpu dan sendoknya, sebagai bukti.

Iqbal tersenyum tipis.

"Yang ini udah gue bersihin." Tanpa menunggu respon Acha, Iqbal meletakkan sendok dan garpu miliknya ke piring Acha. Kemudian mengambil sendok dan garpu milik Acha.

Acha tertegun sesaat, cukup kaget dengan sikap Iqbal. Dan, sikapnya barusan tentu saja berhasil membuat Acha bertambah gugup.

"Ma... Makasih," balas Acha singkat dan pelan.

Acha buru-buru megambil sendok dan garpu yang diberikan oleh Iqbal dan mulai makan. Acha tidak ingin ketahuan jika dirinya sedang sangat gugup.

Tapi, rasa khawatir Acha sangatlah percuma. Sejak masuk di restoran Iqbal sudah bisa merasakan sikap gugup Acha yang begitu kentara di mata Iqbal. Bahkan, Iqbal mati-matian menahan senyumnya.

Iqbal sangat suka melihat kedua pipi Acha yang memerah karena malu atau pun salah tingkah, dan itu karenanya.

"Enak nggak?" tanya Iqbal di tengah aktivitas makan mereka.

MARIPOSA : MASA SEANDAINYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang