19 - HARI PERTAMA KERJA

11.2K 1K 133
                                    


Acha merebahkan tubuhnya di atas kasur, pandangannya menerawang di atas langit-langit dinding kamarnya. Kejadian saat Iqbal meminta nomor ponselnya beberapa jam yang lalu terus berputar di kepalanya.

"Keputusan Acha udah bener, kan, kasih nomor Acha ke Iqbal?"

Entahlah, haruskah Acha menyesalinya atau merelakannya. Kebohannya sendiri membuatnya akhirnya memberikan nomernya ke Iqbal! Andai saja dia tidak salah menjawab saat itu, mungkin ia tidak perlu mengiyakan permintaan Iqbal.

Bukannya Acha benci dengan Iqbal atau terus-terusan menghindari Iqbal, hanya saja Acha masih belum terbiasa dengan keberadaannya.

"Wah, Iqbal jadi dosen." Satu lagi yang membuat Acha takjub saat mendengar jika Iqbal memutuskan bekerja di kampisnya sebagai dosen. Hal yang sangat tak pernah terbayangkan di kepala Acha.

Acha menggeleng-gelengkan kepalanya cepat, berusaha menyadarkan dirinya agar tak semakin memikirkan seorang Iqbal.

"Berhenti mikirin Iqbal, Natasha!"

Acha memilih bangkit dari kasur dan mengambil ponselnya yang ada di atas meja. Sesaat Acha hanya diam, pandangannya menatap lekat layar ponsel yang tidak ada notifikasi satu pun.

Tanpa sadar Acha berdecak kesal.

"Terus buat apa minta nomor Acha?"

*****

Hari yang cukup mendebarkan bagi Iqbal akhirnya datang. Pagi ini akan menjadi pagi bersejarah baginya, untuk pertama kalinya Iqbal akan menjadi seorang dosen. Jujur, Iqbal sendiri tidak pernah membayangkan dirinya akan menjadi seorang dosen dengan sifatnya yang dulunya sangat pendiam.

Tidak heran jika orang-orang terdekatnya dan temannya sangat kaget mendengar keputusannya itu.

Iqbal berjalan menuju meja makan, sudah ada Papa dan kakak perempuannya yang telah makan duluan.

"Sudah siap untuk hari pertama bekerja?" tanya Bov menyapa putranya.

Iqbal mengangguk.

"Sure," jawab Iqbal seadanya. Tentu saja ada perasaan gugup, namun sejak semalam Iqbal sudah memeriksa beberapa kali materi yang ia siapkan sejak tiga hari yang lalu.

"Hati-Hati..." sahut Ify gantung.

Iqbal mengerutkan kening, menatap sang kakak dengan bingung.

"Hati-hati untuk?"

Ify tersenyum penuh arti.

"Mahasiwa lo jadi sesaat setelah lo ajar."

Iqbal mendesis pelan, harusnya ia sudah menduga jawaban kakaknya pasti akan menyebalkan.

"Gue nggak bodoh."

"Tapi lo pelupa."

"Ingatan gue paling akurat di rumah ini." Iqbal semakin tidak mau kalah.

Kini giliran Ify mendesis sinis.

"Ah, saking akuratnya sandiwich tuna gue kemarin lupa lo pesenin?"

Sial! Iqbal langsung dibuat kalah telak. Kakaknya masih saja membahas kejadian sandwich tuna minggu lalu.

"Sudah-sudah! Kalian berdua ini sehari nggak berdebat kayaknya nggak bisa," heran Bov. "Ify kamu katanya ada meeting pagi, cepat habiskan makanannya, Iqbal juga."

MARIPOSA : MASA SEANDAINYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang