15 - PERTANYAAN

16.5K 1.3K 213
                                    


Acha merasakan gemetar hebat saat melihat kesalahan fatalnya di layar komputer. Jelas sekali di sana ia salah memasukan jumlah dosis. Mungkin karena dia terlalu kelelahan shift malam selama beberapa ini membuatnya mulai tidak fokus.

"Maaf Dok, ini kesalahan saya yang kurang ngawasin Acha," ucap Riana memasang badan untuk melindungi Acha dari Dokter seniornya.

"Untung hal ini ketahuan sama perawat, coba dosis itu sudah di konsumsi pasien, siapa yang akan tanggung jawab? Kamu mau tanggung jawab?"

"Maaf Dokter. Saya pastikan hal ini tidak akan terulang lagi."

"Jangan pastikan saja! Benaran kamu awasi dia!"

"Iya Dokter."

Riana menghela napas panjang, kepalanya terasa meledak setelah mendapat omelan panjang dari Dokter seniornya. Setelah menenangkan pikirannya sejenak, Riana membalikan badan, menatap Acha dengan sorot mata yang berubah mengobar.

"Lo ikut gue ke taman belakang!"

****

Acha tak bisa menahan tangisnya dan terus merutuki kebodohannya. Acha menangis bukan karena ia dimarahi oleh dokter-dokter senior. Tapi, ia menangis saat ini karena kesalahan fatalnya baru saja bisa membahayakan nyawa seseorang.

"Gimana kalau Acha sampai buat..."

Isakan Acha semakin kencang hingga membuatnya tak bisa meneruskan kalimatnya. Acha tak berhenti membodoh-bodohi dirinya sendiri.

Acha benar-benar takut.

****

Acha mencoba menenangkan dirinya sejenak, perlahan tangisannya berkurang dan suara isakannya pun telah berhenti. Acha menegakkan kepalanya dan mengatur napasnya sebentar.

"Lo harus lebih hati-hati ke depannya Natasha! Ingat kejadian ini! Jangan sampai keulang!" Acha meyakinkan dirinya, menjadikan kejadian ini sebagai tamparan keras agar dia tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Acha menarik napasnya panjang dan mengembuskannya pelan-pelan.

"Ingat, jangan sampai keulang Natasha!"

Acha membersihkan sisa-sisa air matanya. Acha yakin kedua pipinya pasti mirip kepiting rebus, apalagi matanya yang sangat sembab. Mengingat Acha menangis hingga terisak hebat beberapa menit yang lalu.

Setelah merasa lebih tenang, perlahan Acha bangkit dari duduknya. Acha tak langsung masuk ke dalam lagi, ia memukul-mukul pahanya yang sedikit keram karena terlalu lama duduk.

"Aw...." Acha meringis, kakinya semakin keram.

Acha pun memutuskan untuk duduk di kursi panjang yang ada di dekatnya. Ia mencoba meluruskan kakinya dan menekan pergelangannya ke atas.

"Syukurlah."

Acha lagi-lagi hanya bisa menghela napas panjang, lega kakinya sudah kembali normal. Detik berikutnya, pandangan Acha berpindah ke depan, tatapanya mendadak kosong.

Entah mengapa udara malam yang dingin, situasi yang hening membuat Acha ingin menangis lagi. Dan, tanpa bisa Acha cegah air matanya kembali turun begitu saja.

Acha tersadarkan, ia buru-buru menghapus air matanya. Acha tak ingin menangis lagi dan lebih menguatkan tekadnya!

"Udah nangisnya?"

MARIPOSA : MASA SEANDAINYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang