1 : Di Bawah Sinar Langit Biru

314 7 1
                                    

"Cinta memang lahir dari ketulusan hati dan keinginan untuk memahami satu sama lain. Cinta adalah puisi yang indah namun terluka, ditulis dalam bahasa yang hanya dimengerti oleh hati. Aku memang mencintaimu, tapi aku sangat mencintai Tuhan-ku."
~Rayenka Zafir Kaivan

****

Di atas bukit yang menjulang di suatu kawasan tepi Kota Jakarta Barat, terasa damai dan menenangkan. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma segar dari rerumputan dan bunga liar yang tumbuh di sekitar. Langit yang biru cerah tanpa awan memberikan perasaan luas dan bebas, seolah-olah cakrawala tak terbatas.

Dari ketinggian bukit, pemandangan alam yang membentang sejauh mata memandang memperlihatkan hamparan hijau pepohonan, ladang, dan mungkin desa-desa kecil di kejauhan. Suara burung berkicau menambah harmoni alam yang tenang ini, menciptakan suasana yang sempurna untuk refleksi atau sekadar menikmati keindahan alam.

Seorang gadis cantik dengan bandana merah yang menghiasi kepalanya terlihat sangat asyik duduk di atas ayunan. Gadis remaja 15 tahun itu tersenyum cerah sambil tertawa-tawa. Matanya terpejam menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya hingga menerbangkan rambut panjangnya.

"Ayo Kak Ray! Lebih kuat lagi!" Pekik gadis itu sambil tertawa senang.

Tampak seorang remaja laki-laki 16 tahun itu mengangguk kecil. Dengan senyum yang belum hilang dari wajahnya, ia menyanggupi permintaan gadis itu.

"Wahhhh, aku seperti terbang! Seruu sekaliiii!" Gadis itu terlihat senang sekali. Kedua kaki mungilnya bergerak-gerak mengikuti setiap gerakan ayunan yang mengayun tubuhnya.

Suara tawa dan canda mereka bergema, membaur dengan kicauan burung yang terbang bebas di langit. Laki-laki itu mendongak melihat keindahan di langit biru di atas sana.

Di atas bukit, mereka menemukan kebebasan yang tak terbatas. Mereka akan mendirikan benteng dari ranting-ranting dan daun-daun kering, membayangkan diri mereka sebagai pahlawan dalam petualangan besar.

Kadang-kadang, mereka bermain petak umpet di antara semak-semak tinggi yang melambai lembut di bawah angin. Matahari yang bersinar terang membuat bayangan mereka memanjang di tanah, menambah kesan magis pada permainan mereka.

Setelah lelah bermain, mereka akan duduk di atas rumput yang lembut, memandangi langit biru yang begitu luas. Awan-awan putih bergerak perlahan, membentuk berbagai bentuk yang memicu imajinasi mereka.

"Lihat, itu seperti kuda terbang!" seru gadis kecil itu, menunjuk ke arah awan yang melintas.

Remaja laki-laki yang duduk di sampingnya ikut mendongak sejenak lalu mengangguk setuju, matanya berbinar penuh kekaguman.

Saat matahari mulai condong ke barat, mereka akan berbaring di atas rumput, merasakan kehangatan sinarnya yang lembut di kulit mereka. Langit mulai berubah warna menjadi oranye dan merah muda, menciptakan pemandangan yang begitu indah. Mereka akan berbicara tentang mimpi-mimpi mereka, saling berbagi harapan dan impian untuk masa depan.

Mereka menemukan kebahagiaan yang sederhana namun begitu berarti. Setiap detik yang mereka habiskan di sana menjadi kenangan indah yang akan selalu mereka ingat.

Di tengah kesibukan dan tantangan kehidupan, bukit itu menjadi tempat perlindungan, tempat di mana mereka bisa melarikan diri dari segala kekhawatiran dan merasakan kebebasan sejati.

Rayen dan Shakira, kedua remaja yang terpaut usia satu tahun itu menghadapkan wajah mereka ke atas langit. Menatap hamparan langit berlapis yang sangat luas itu dengan penuh kedamaian

Di bawah langit biru itu, mereka menemukan kebahagiaan yang sederhana namun begitu berarti. Setiap detik yang mereka habiskan di sana menjadi kenangan indah yang akan selalu mereka ingat.

 Shakira: Mengetuk Pintu yang Tak SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang