9 : Kita Berbeda

10 2 0
                                    

Matahari sore yang menggantung rendah di langit, memancarkan sinar keemasan yang menyoroti tanah lapang yang luas. Angin sore berhembus lembut, membuat dedaunan di pohon-pohon sekitar berbisik halus dan memberikan sentuhan sejuk pada kulit.

Di atas tanah yang agak berdebu, banyak orang berkumpul, baik tua maupun muda, masing-masing sibuk dengan aktivitas yang sama, menerbangkan layangan. Warna-warni layangan dari berbagai bentuk dan ukuran menari-nari di langit biru, menciptakan pemandangan yang indah dan hidup.

Di tengah keramaian itu, Rayen berdiri tegap dengan layangan di tangannya. Cowok itu menatap Shakira yang berdiri tidak jauh darinya dengan tersenyum kecil.

Gadis utu mencoba menggulung benang layangan dengan serius. Matanya berbinar dengan semangat, meskipun tubuhnya masih terlihat lelah.

Di sampingnya, Hanzel dan Kaleel, dua sahabat karib Rayen, ikut sibuk mengatur layangan mereka, saling bercanda dan tertawa keras, menambah keceriaan suasana.

Bahkan Dewani sudah bersorak-sorak heboh menarik benang layangannya. Sesekali Dewani melirik ke arah Hanzel dan Kaleel yang berusaha membuat Rayen tertawa dengan lelucon mereka,

Angin yang semakin kencang memberi tanda bahwa saatnya menerbangkan layangan. Rayen berjalan mendekati Shakira yang tersenyum lebar.

"Kamu mau terbangin layangannya?" ujarnya dengan senyum lembut.

Shakira mengangguk penuh antusias. "Aku yakin kali ini layanganku bisa terbang tinggi, Kak," ucapnya, suaranya penuh harap.

Rayen tertawa kecil, lalu mulai melepaskan layangan sedikit demi sedikit, mengikuti arah angin. "Kamu pasti bisa, Shakira. Anginnya bagus hari ini," katanya, memantau dengan cermat setiap gerakan layangan yang mulai terangkat oleh hembusan angin.

Di sisi lain lapangan, Hanzel dan Kaleel sudah lebih dulu berhasil menerbangkan layangan mereka. "Rayen, cepat, kita lihat siapa yang bisa terbang paling tinggi!" tantang Hanzel dengan nada menggoda.

Rayen hanya tersenyum penuh percaya diri. "Kalian tunggu saja," jawabnya dengan tenang.

Di tengah keramaian lapangan, Shakira berteriak panik, "Kak, ini gimana naikinnya!!"

Tangannya yang mungil berusaha keras mengendalikan benang layangan yang tampaknya lebih sulit dari yang ia bayangkan. Layangannya terombang-ambing tak menentu, berputar-putar di udara, hampir saja jatuh kembali ke tanah.

Rayen segera melangkah ke arahnya, masih tenang seperti biasanya. "Tenang, Shakira. Tarik benangnya sedikit demi sedikit, jangan terlalu cepat," katanya sambil mengarahkan tangannya ke benang yang dipegang Shakira.

Cowok itu dengan lembut membantu Shakira menarik benang, mengajarkan cara mengikuti arah angin agar layangan bisa terbang lebih stabil.

Sementara itu, tidak jauh dari mereka, terdengar suara riuh dari Hanzel dan Dewani. Keduanya tampak adu mulut sambil berusaha menerbangkan layangan mereka masing-masing.

"Lo salah pegang, kak! Udah dibilang tarik lebih cepat!" seru Dewani dengan nada kesal, wajahnya cemberut.

Hanzel membalas dengan nada tak kalah kesalnya. "Lo yang salah arahin anginnya, De! Gue tahu cara terbangin layangan ini!"

Kaleel, yang berada di dekat mereka, hanya bisa menahan tawa melihat pertengkaran kecil itu.

"Lo berdua ini kayak anak kecil aja. Coba rileks sedikit, nikmati saja main layangan ini," ucapnya, mencoba melerai tanpa menghentikan senyum di wajahnya.

Dewani memutar mata, tetapi tak bisa menyembunyikan senyum tipis yang akhirnya muncul di bibirnya.

"Oke, tapi kali ini dengarkan aku, Kak Han!" katanya sambil menarik benang layangan dengan lebih lembut, mencoba mengatasi kesulitan bersama.

 Shakira: Mengetuk Pintu yang Tak SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang