11 : Jauhi Dia!

15 3 0
                                    

"Jika perasaan ini benar dari-Mu, jika cinta ini adalah bagian dari takdir-Mu, maka tunjukkanlah jalan yang terbaik. Jangan biarkan aku terjatuh dalam cinta yang akan menjauhkanku dari-Mu. "
~ Rayenka Zafir Kaivan

****

Cahaya matahari yang hangat merayap perlahan di balik tirai jendela, menembus sela-sela daun jendela kayu yang sedikit terbuka. Langit masih pucat, disaput warna biru lembut yang menandai awal hari.

Di kejauhan, kicauan burung-burung pagi mulai terdengar, menciptakan irama alami yang menenangkan. Embun yang bergelayut di ujung daun memantulkan sinar mentari, menciptakan kilauan seperti kristal kecil.

Udara pagi yang sejuk menyusup ke dalam kamar, membawa serta aroma tanah basah dan dedaunan yang baru saja disirami embun. Dunia masih tenang, seolah belum terjaga sepenuhnya dari tidur panjangnya.

Di atas ranjang, seseorang menggeliat pelan, matanya masih berat oleh sisa-sisa kantuk. Selimut tebal membungkus tubuh mungilnya, melindungi dari dinginnya pagi yang masih lekat.

Matanya terpejam erat, menolak panggilan lembut cahaya matahari yang perlahan-lahan memenuhi kamar.

Akhirnya, gadis itu menyerah pada panggilan pagi. Dengan gerakan lamban, ia membuka selimut yang selama ini menjadi bentengnya dari dunia luar.

Udara sejuk pagi hari langsung menyapa kulitnya, membuatnya menggeliat pelan untuk mengusir rasa dingin yang tiba-tiba hadir.

Matanya masih berat oleh kantuk, tapi perlahan-lahan kelopaknya terangkat, membiarkan cahaya lembut masuk. Pandangannya sedikit kabur saat ia membuka matanya.

Shakira duduk di sisi ranjang, mencoba mengumpulkan seluruh kesadarannya yang masih terasa tercerai-berai. Tangannya terulur untuk meraih tepi ranjang, mencari pegangan saat tubuhnya terasa sedikit limbung.

Matanya masih sayu, berusaha fokus pada ruangan di sekitarnya, tetapi dunia di depannya tampak berputar perlahan.

Kepalanya tiba-tiba terasa berat, seperti ada beban tak kasatmata yang menekan dari dalam. Pandangannya mulai berkunang-kunang, membuat dinding kamar seakan menjauh dan mendekat dalam pola yang membingungkan.

Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, berharap bayangan itu hilang, namun rasa pusing yang mendera hanya semakin parah.

Dengan napas yang mulai tak teratur, Shakira menundukkan kepala, berusaha menahan diri agar tidak jatuh kembali ke ranjang.

Jantungnya berdetak lebih cepat, sementara tangannya mencengkeram erat tepi ranjang, mencari keseimbangan di tengah pusing yang mendadak menyergapnya.

Shakira meringis, menahan rasa pusing yang menjalar di kepalanya. Suara keluhan kecil terlepas dari bibirnya saat kepalanya terasa berdenyut nyeri.

Gadis itumeraih laci nakas di samping ranjangnya, mengeluarkan beberapa butir obat yang selalu ia simpan untuk situasi seperti ini. Dengan gerakan cepat namun terkesan terburu-buru, ia menelan obat tersebut, berharap bisa mengusir pusing yang membelitnya.

Rasa panas mulai merayap dari dalam tubuhnya, membuatnya merasa tidak nyaman. Ia mengeluh pelan,

"Pusing banget..." sembari merasakan keringat kecil mulai menetes di dahi.

"Jangan sakit dong... hari ini kak Rayen masih menggantikan dosenku. Jika aku terlambat, pasti kak Rayen yang nyebelin itu akan menambah tugasku," gumamnya.

Shakira merasa tertekan oleh kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul jika ia terlambat. Meski begitu, Shakira berusaha untuk tetap tenang dan berharap obat itu bekerja dengan cepat.

 Shakira: Mengetuk Pintu yang Tak SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang