CH 12.

750 72 3
                                    

Saat ini Hyunsuk sedang duduk di kursi belajarnya, niatnya ia ingin belajar karena sebentar lagi akan ada ujian. Namun sayangnya, dia tidak bisa fokus karena terus teringat adegan dimana Jihoon mengecup keningnya.

Tidak peduli berapa kali dia memikirkannya, hal ini jelas pertama kalinya setelah sekian lama hatinya terombang-ambing. Bahkan dia tidak bisa mengendalikan ekspresi dan perasaannya sendiri. Seperti emosi, malu, terkejut, tertawa, bahkan menjadi cerewet, dan hal itu semua hanya terjadi ketika dia bersama dengan Jihoon.

Dan yang lebih penting, jantungnya akan selalu berdebar ketika Jihoon mulai mengatakan omong kosong.

Hyunsuk sendiri bukanlah orang bodoh yang tidak tahu apa yang sedang dia rasakan, dia sangat yakin bahwa saat ini dia telah menyukai Jihoon. Entah bagaimana tapi sosoknya selalu muncul di pikirannya, seperti sosoknya yang sering kali membual, sosoknya yang juga sangat menyebalkan, sosoknya yang sering menggodanya, sosoknya yang sedang menunjukkan senyuman nakalnya, dan bahkan sosoknya yang sedang serius, dia tidak bisa berhenti memikirkan semua itu.

Tapi tentu saja Hyunsuk juga perlu mengkonfirmasi dengan jelas. Bagaimanapun juga terkadang dia merasa aneh ketika sedang bersama Jihoon, di tambah dia tidak tahu terlalu banyak tentangnya.

Seperti dari sudut pandang Hyunsuk, Jihoon itu adalah seseorang yang penuh kebebasan, dia bisa melakukan apapun yang dia mau, terkadang dia akan berbicara seperti orang bodoh namun kemudian dia akan berbicara seolah-olah dia tahu apa saja yang terjadi di dunia ini. Sungguh mengesankan bahwa Hyunsuk menyukai sisinya yang susah di tebak itu juga.

"....."

'ah si bodoh itu, sejak kapan dia bikin gue terikat sama dia?'

'bodoh, Jihoon bodoh." gumamnya sembari mencoret-coret kertas.

.......

"Hoho siapa ini? Bagaimana bisa tuanku sekarang telah menjadi pemuda yang tampan? Luar biasa!" seru Ferdian saat melihat Jihoon dan Haruto berjalan ke arahnya.

Jihoon menatap Ferdian dengan tatapan dingin, ia duduk di sofa dan Haruto berdiri di samping dengan posisi tegap seperti seorang bodyguard, "Hentikan basa basi itu, wajahmu saja sudah membuat ku mual."

Ferdian ikut duduk di sebrangnya, "Hei hei, bagaimana bisa tuanku mengatakan hal menyakitkan seperti itu? Tenanglah, lihat ini. Aku sudah mendapatkan apa yang kamu minta." ujar Ferdian sembari menyodorkan sebuah kertas ke meja.

Jihoon hanya melihat acuh tak acuh pada kertas yang di sodorkan, dan Haruto dengan segera mengambil kertas itu dan mengecek isinya.

"Ini asli."

"Ayolah, apa kau masih tidak percaya padaku?" Ferdian protes pada Jihoon ketika mendengar Haruto berbicara.

"Kau membuang banyak waktu hanya untuk mendapatkan ini, jadi bagaimana aku bisa percaya padamu?" Jihoon bertanya dengan malas.

"Apa kau tidak tahu? Pria tua disana sangat keras kepala! Aku butuh beberapa hari untuk membujuknya menyerahkan surat ini, bahkan aku telah menghabiskan banyak uang hanya untuk mendapatkan informasi! Bukankah harusnya saat ini kau memberi penghargaan untukku?!"

"Perhatikan cara bicaramu." Haruto mengingatkan Ferdian untuk tidak berbicara sembarangan pada tuan nya.

Ferdian melihat ke arahnya, dari dulu Ferdian sendiri tidak menyukai Haruto. Dia dengan geram berkata, "Hei tuanku, kapan kau akan menyingkirkan orang di sebelah mu itu? Dia sangat menyebalkan!"

Haruto tidak peduli dan hanya menatapnya dengan dingin.

"Hentikan, aku telah menyiapkan hadiah untukmu, mereka akan segera datang jadi jika urusanmu sudah selesai pergilah."

SERENDIPITYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang