semakin rumit

357 45 1
                                    

"Marko memberitahuku semuanya rain, dan bodohnya aku baru mengingatnya sekarang saat sena menyebutkan namamu" jenan menceritakan semua yang ia tau dari Marko juga ingatan mengenai ibunya yang bersih keras melarangnya untuk menikah dalam waktu dekat.

Jenan berusaha mengingat dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit ingatannya saat bersama dengan rain ditoko bunga. Dan malam ini akhirnya ia mengingat semuanya saat Sena mengatakan semuanya didepan rain.

"Je" rain tak bisa berkata-kata lagi. Ini mengejutkan baginya, jadi selama ini jenan kehilangan ingatannya?. Pantas saja saat itu jenan tak mengenalinya.

"Maafkan aku, kau pasti kecewa saat aku datang kepadamu sebagai orang asing, itu membuat mu terluka ya?" Melihat tatapan rain kepadanya membuat jenan merasa bersalah. Rain pasti kecewa padanya.

"Hiks" rain menggeleng dalam tangisnya. Ia menunduk.

"Aku terlambat meyadarinya, maafkan aku" jenan mengecup tangan mungil itu, ia begitu merindukan rain. "Sekarang aku datang untukmu, aku menjemputmu untuk pulang, ayo kembali lagi seperti dulu" ucapan jenan justru mendapat gelengan dari rain.

"Aku tidak bisa". rain tak bisa.  "......aku tak bisa kembali, semuanya sudah terlambat..seharusnya memang seperti ini" jawab rain.

"Apa maksudnya tidak bisa, kau bisa, kita akan mengatakannya pada ayahku rain" jenan akan mengusahakan segalanya agar rain bisa bersama dengannya.

"Aku tak mungkin kembali kepadamu disaat kau sudah bersama dengan Sena.... Sena adalah gadis yang baik kau akan bahagia--" suara rain bahkan sudah serak karna banyak menangis. Mengapa jenan begitu keras kepala, ini tak akan mudah.

"Tapi aku tak menginginkan itu!, Aku hanya menginginkanmu rain hanya dirimu"

Rain menutup matanya saat jenan berteriak didepannya. Ia tau jenan pasti merasa frustasi saat ini, ia juga sama. Rain dilema.

Menangkup wajah tegas itu dengan lembut, rain merindukan jenannya, sangat...tapi keadaan memaksanya untuk melepaskan bahagianya.

Jari mungilnya mengusap pelan air mata jenan yang membasahi pipi tirus itu dengan lembut.

"Kau tau sendiri bagaimana aku begitu memujamu sejak dulu, aku mencintaimu dengan segenap hatiku, kau tentu tau bahwa jenan adalah bahagiaku kan"

Jenan mengangguk ia tahu itu. "Tentu aku tau, akupun sama kau adalah bahagiaku rain, ayo kita pulang" jenan berusaha meyakinkan rain, ia akan membawa rain pulang bersamanya.

"Tidak bisa je...aku tidak mungkin merebut kembali apa yang menjadi milik Sena saat ini, aku akan begitu jahat ketika mengambilmu darinya, ia begitu mencintaimu sejak dulu" rain tidak mau merusak kebahagian sena lagi, sudah cukup tadi Sena mengatakan membencinya karna merebut kebahagiaanya, rain tak ingin.

"Aku tidak perduli rain--"

"Tapi aku peduli....ibu Sena sudah begitu banyak membantuku selama aku disini....eomma memberikan ku rumah yang nyaman, rumah yang selama ini aku impikan, kau tau maksudku kan"

"Rain"

"Sena adalah hidupmu sekarang, dan bukan aku lagi...Sena akan hancur saat kau memilih diriku dibanding kembali padanya~~, hanya ini yang bisa aku lakukan untuk membalas kebaikan orang tua sena..je kumohon" rain tau ia salah ketika mengatakan ini kepada jenan, tapi ia juga tak bisa seenaknya kembali pada jenan, ia memikirkan perasaan Sena.

Jenan terdiam mendengar apa yang rain katakan padanya, tangan yang bertengger dipipinya yang semula ia genggam perlahan jenan lepas. Menatap rain dengan datar.

"Kau benar, Sena adalah hidupku sekarang, Sena adalah tunanganku dan sebentar lagi kami akan menikah iyakan rain?" Jenan mengatakan itu dengan raut datar.

"Kenapa aku harus merepotkan diriku dengan datang kepadamu berharap kau akan kembali kepadaku padahal kau sendiri rela mengorbankan diriku demi tujuanmu" ucapan jenan membuat rain mengerutkan keningnya, maksudnya apa.

"Je..apa maksudmu?"

"Mulai saat ini aku tak akan pernah lagi mengenalmu dan tak pernah lagi berharap kau akan kembali padaku"

"Je...kau salah mengartikan perkataanku"

"Kau telah mencapai tujuan mu dengan dekat dengan orang tua sena agar dapat merasakan memilki orang tuakan?" Ucapan tajam jenan membuat rain bungkam, kenapa jenan mengatakan itu. Apa jenan salah mengartikan maksudnya.

"Kau tidak me--"

"Bagian mana yang tidak kumengerti, kau ingin merasakan kasih sayang dari orang tua sena dengan aku yang menjadi korbannya, kau menukarku dengan tujuan kebahagiaanmu rain!" Bentakan jenan membuat rain tersentak untuk kesekian kalinya.

"Bukan seperti itu"

"Jika itu kemauanmu aku akan menurutinya, mulai saat ini kau bukan lagi siapa-siapa bagiku, karna Sena adalah tunanganku saat ini dan sampai kapanpun itu" mengatakannya dengan penuh tekanan pada rain yang saya ini terdiam ditempatnya.

Jenan keluar dari mobilnya memutar arah untuk membuka pintu tempat rain duduk.

"Turun dari mobilku" jenan mengatakan itu saat ia sudah membuka pintu meminta rain untuk turun dari mobilnya.

Diluar saat ini sedang hujan lebat, jenan menyuruhnya turun saat hujan sedang deras-derasnya.

"Jenan.." panggilan rain seolah tak didengar oleh jenan. Ia malah menarik rain dengan kasar, membuat rain terpaksa keluar dan hampir jatuh.

"Kau tuli?, Turun dari mobil ku sekarang! Kau hanya akan mengotori mobilku jika kau ada disini" ucapan tajam jenan membuat rain menatapnya dengan kecewa, semarah itukah jenan padanya.

Tubuh mereka saat ini sudah basah kuyup karena derasnya hujan, belum lagi angin yang sedikit kencang membuat tubuh rain menggigil, rain tak tahan dengan hujan. Rain tak suka hujan.

Rain ingin menggenggam tangan itu namun jenan segera menepisnya, membuat rain menatap kearah jenan yang melihatnya dengan raut yang rain tak tau, air matanya kembali jatuh.

"Jangan berani kau menyentuhku...." Jenan menunjuk wajah rain dengan tegas sebelum mengatakan sesuatu yang membuat rain terdiam.

"Jangan coba-coba untuk menyentuh ku dengan tangan kotormu itu, bagiku ....kau hanyalah sampah dalam kehidupanku dan juga Sena" rain hanya diam dengan mata yang tak henti-hentinya mengeluarkan air matanya.

Jenan kembali masuk kedalam mobilnya, dan melajukan mobilnya dengan kencang, meninggalkan rain ditengah sunyinya malam dan derasnya hujan.

Perlahan mobil itu menjauh dan hilang dalam pandangan mata rain.

Rain jatuh terduduk, kenapa malah jadi seperti ini, jenan semarah itu kepadanya.

"Hiks...hiks...maaf" rain tak bermaksud menyakiti jenan, tak ada niat sedikitpun dalam dirinya untuk menjadikan jenan sebagai tukaran atas bahagia yang ia terima dari orang tua sena. Tidak seperti itu.

"Aku bahkan rela menukar hidupku demi kebahagiaanmu jika bisa hiks..jenan aku tak bermaksud seperti itu..maaf...."

___

Jenan melakukan mobilnya dengan kesetanan, tangannya dengan kuat meremat stir mobilnya, matanya bahkan menatap jalanan dengan tajam, tapi tak dapat dipungkiri matanya pun menyiratkan raut kekecewaan dan kesedihan dalam satu waktu, ditengah lebatnya hujan ia malah melakukan mobilnya dengan kencang melampiaskan segala amarahnya.

"Aaarrggghh!!!!!" Jenan dengan kuat memukul stir mobilnya, kenapa semuanya justru semakin rumit.

Bayangan rain menatapnya dengan pandangan kecewa sungguh menyakiti hatinya, tapi iapun juga tak bisa menerima alasan rain melepasnya, hanya demi kebahagiaan Sena. Apa rain tak memikirkan perasaanya?.

Ia begitu jahat, meninggalkan rain ditengah jalan juga disaat lebatnya hujan dan angin kencang. Rain tak menyukai hujan.

"Ini semua adalah keinginanmu kan?, Aku sudah mengabulkannya rain, ini yang kau mau" 






















Mereka sama-sama terluka dengan hal sama, mereka mengorbankan perasaan dan kebahagiaan mereka. Rain yang tak bisa berbuat apa-apa dan jenan yang tak tau harus mencari jalan keluarnya bagaimana.

Dream (noren)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang