PANIC ATTACK

14 2 0
                                    

Lepas dari Rangga bukan hanya membutuhkan backingan dari kawan-kawanku, pada kala itu, melainkan harusnya aku backingi diriku sendiri. Karena pasca keren-kerenan merasa telah mengalahkan seorang pecundang, hidupku ternyata tidak semulus itu.

Aku harus menghadapi diriku sendiri yang kerap pada waktu-waktu tertentu, tubuhku ini punya hobby baru yaitu suka tiba-tiba lemas, mual, jantungku berdegup kencang, sesak nafas dan kadang-kadang suka ingin teriak-teriak atau menangis. Terutama biasanya saat aku melalui jalan dimana aku mempunyai kenangan buruk seperti Jalan TB, Jalan Ciputra, Gang menuju rumah Rangga, Jalan Rijiman, dan lainnya.

Untuk lagu, hanya lagu Instrumen Jazz saat malam hari, 1 lagu milik Nidji dan 1 lagu milik Tompi yang tidak bisa aku dengarkan. Meskipun kubilang, aku sudah berdamai dengan masa lalu, namun tubuhku berkata lain. Sampai sekarang, terkadang masih muncul sesekali, mungkin inilah yang dibilang trauma.

Aku sebenarnya tidak mau orang lain tahu mengenai hal ini, maka dari itu begitu aku dengar lagu-lagu tersebut di hadapan orang secara spontan aku lari yang jauh dan menahan semuanya di dadaku, paling efeknya dadaku sesak, seperti harus teriak atau menangis.

Oh ya, Aku juga baru sembuh dari ketakutan mencium obat nyamuk bakar. Entah apa hubungannya, yang jelas scene Ibunya Rangga yang selalu tidur didepan obat nyamuk bakar merupakan salah satu scene yang tidak indah dilihat dan masuk ke pikiran bawah sadarku menjadi butiran kenangan buruk akan seseorang mengidap depresi berat yang hendak bunuh diri atau menunggu kematian datang.

Apalagi senyumnya yang menyeringai kepadaku ditengah lamunannya mendengarkan lagu Jazz di radio, pada saat itu, menurutku sangat menakutkan.

Saat aku cemas berlebih dan mungkin terserang gangguan panik, siapapun yang pada saat itu ada disebelahku, pasti kutarik lengan bajunya atau kuremas tangannya dengan tanganku yang mulai mendingin. Untungnya setiap hal itu terjadi, yang disebelahku selalu teman wanita, vokalisku.

Aku agak sedikit kesulitan saat memori buruk masa lalu kembali menghantuiku di tengah-tengah aktifitasku yang kian padat banyak manggung dan kegiatan lain, untungnya aku banyak sekali di luar kota saat itu. Jadi jalanan di Bandung ini hanya kususuri sekitaran rumahku yang sudah pindah ke area Merah Delima, Bandung.

Daerah ini masih sedikit asing buatku karena dulu sewaktu kecil, aku menghabiskan waktu di tengah kota yaitu Jalan Istana, sementara disini seperti area sedikit macet yang dari dulu aku hindari padahal rasanya teman-temanku sewaktu SMA, beberapa dari mereka bilang rumahnya sekitaran sini. Hanya satu orang yang aku ingat pernah tinggal di area ini, yaitu Ardhika, temanku sewaktu SMP, seorang yang kusukai pada saat itu.

Entah dimana dia sekarang, kapan-kapan mungkin kuceritakan.

Aku pernah kerumahnya saat SMP, namun aku lupa tempatnya dimana karena aku tidak tahu alamatnya. Bisa jadi dia tinggal dekat sekitar rumahku yang sekarang. Aku baru pindah kesini setahun lalu, dan masih sulit menghafal jalanan, selain buta maps, akupun banyak sibuk di luar kota dan jarang pulang.

Oh ya, aku jarang mendatangi rumah temanku yang laki-laki ya, yang aku ingat aku hanya pernah kerumah Randy, Dhani yaitu para Bestieku dari SMP. Sampai sekarang kami masih dekat sekali bahkan dengan keluarga mereka. Dulu sewaktu masih jaman alay, kami membuat geng bernama proton. Lalu aku pernah kerumah Rangga, seperti yang kalian tahu, lalu Rilian dan Ardhika.

                                ***
Pertemuanku dengan Rilian tidak berlangsung terlalu lama, kami sudah di akhir percakapan. Memang waktu ini, terkadang berjalan lambat, beberapa lagi berjalan sangat cepat.

Rilian sempat menceritakan mengenai hubungannya dengan seorang wanita bernama Mitha. Ia bahkan menunjukan fotonya. Sosok wanita menarik, wajahnya manis sedikit chubby pipinya, langsat kulitnya, ceria, rambutnya sebahu, dan sepertinya pandai berkelakar dan agak sedikit tomboy.

Mereka sedang dalam masa tenang alias sedang break. Rilian tidak menceritakan apa yang menyebabkan mereka perlu berefleksi diri masing-masing sampai harus mengambil waktu tenang, akupun tidak berani untuk menanyakannya langsung karena sedekat apapun dulu aku dengannya, aku harus menjaga batas privasinya.

Rilian menceritakan bahwa dia dan keluarganya sudah dekat. Dalam hati aku lega dia tidak lanjut dengan Cheryl, karena aku pernah mendengar gosip, dari siapa lagi kalau bukan kakak sepupuku.

"Si Rilian lagi rudet Ra, pusing sama pacarnya sekarang. Pengen nikah tapi posesif banget ceweknya, gak dikasih ruang sama sekali dia."

Sepupuku ini entah ember atau polos, tapi aku suka cara dia menyampaikan informasi. Meski sedikit, aku sudah mendapatkan kesimpulan. Pertama sewaktu aku mendapat kabar dia punya pacar, dan kedua saat dia menyampaikan kabar pacar Rilian posesif. Kalau dipikir-pikir, kenapa tidak terfikirkan sama sekali olehku ya untuk menanyakan kabar Rilian bertahun-tahun ini padanya.

Bukannya sepupuku itu punya kontaknya? apa alasanku untuk tidak menanyakan padanya?

"Ril, aku gak bisa lama gakpapa ya. Abis ini aku ada kerjaan dulu ketemuan sama Ines."

"Sekarang jam 9 malem Ra, kamu masih kerja?"

"Biasanya sih engga, ini karna aku mau ada event aja di Surabaya."

"Oke kalo gitu, jangan kemaleman tapi ya, tetep jaga kondisi badan kamu."

"Iyaa, makasii ya, tar kita lanjut whatsapp aja yaa, aku belom denger cerita kamu.."

"Oke, yuk aku anter kedepan"

Begitulah kami berpisah untuk melanjutkan hari esok. Rilian masih menginap di Jakarta selama 4 hari, entah kita akan bertemu lagi atau tidak. Aku belum mendengar ceritanya. Rilian ini harus aku berondong pertanyaan supaya dia bisa menjawab. Kalau tidak, agak susah dia cerewet menceritakan hari.

                                 ***
Bangun tidur pagi ini, aku merasakan ada yang berbeda dari hari biasanya. Bukan karena Rilian yang terus menerus saling berbalasan pesan whatsapp denganku untuk menceritakan hari dan mengobrol dengan banyak topik pembicaraan seperti dulu kala saat remaja, tapi seperti ada sebuah energi dan semangat hidup yang lebih besar lagi. Seolah ada masa depan yang indah sedang menantiku di luar sana. Aku penasaran akan kejutan kecil apalagi yang diberikan Tuhan pada hidupku yang sudah mengalami roller coaster ini.

Setelah melakukan doa pagi hari dan mengucap syukur seperti biasa, aku masih enggan bangun, Aku masih memeluk gulingku sambil menatap ke arah jendela yang sinarnya cantik sekali pagi ini. Biar aku sedikit merasakan dulu menjadi Park Min Young yang wajahnya tetap cantik di meski baru bangun tidur tersorot cahaya mentari pagi.

Aku mengelus-elus sprei tencel halus berwarna putih bercorak dedaunan kecil ini. Aku merasakan sensasi dingin, lembut dan ingin sekali aku tertidur lagi karna mengelusnya, tapi aku harus bangun karna hari ini aku akan menjilat sedikit atasanku dengan datang lebih awal dan membawakan dia kopi latte untuk memberiku cuti yang akan kuambil mendadak akhir bulan ini untuk ke Bandung bersama Kak Vivie.

Pagi ini aku memilih parfum yang lebih feminine yaitu Rumeur Rose 2 dari Lanvin. Aroma mawar semerbak bersamaan dengan citrus dan jasmine menjadi pilihanku untuk hari ini. Memang Rumeur ini selalu menjadi favoritku sepanjang masa, karena wanginya yang tidak pasaran dan meninggalkan jejak ciri khas feminisme dan romantisme, membuat aku ingat hamparan bukit bunga di Prancis. Hari ini kupilih nuansa bajuku lebih sedikit cerah, teracotta dan milo.

"Beep"

Suara handphoneku berbunyi lagi pagi ini, biasanya dari Ines atau sahabatku yang lain, Mega.

"Pagi Ra, hari ini kerja?"

Oh ternyata dari Rilian yang memberiku salam pagi, aku sampai lupa sekarang aku intens lagi menjalin komunikasi dengannya.

"Iya Ril, kamu kemana aja hari ini?"

"Aku pagi ini ada meeting bentar, nanti jam makan siang aku merapat ke deket kantor kamu ya, kita makan bareng"

"Pengen banget Ril, tapi aku siang ini gak bisa kayanya, maaf..."

Entah mengapa aku mengetik seperti itu, padahal aku ingin bertemu dan makan siang bersamanya, tapi seperti ada alarm di hatiku yang menjaga agar aku mengatur ritme hubunganku dengan Rilian yang sekarang.

Bisa saja aku menghancurkan hati wanita lain yang sedang menanti perasaan Rilian, Mitha.

IT'S YOU! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang