Part 1 Tekanan Batin

8 0 0
                                    

Viena berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk dari luar jendela. Sepasang matanya berkedip beberapa kali, kemudian ia menyipitkan matanya. Melalui pandangan minim, sepasang bola matanya mengitari sekitar. Dia tampak kebingungan. Sebelumnya dia bisa terbangun, begitu mendengar suara samar di kejauhan.

Viena melakukan sedikit pergerakan. Dia langsung meringis begitu merasakan sakit pada bagian lehernya. Dia memegang pelan lehernya, kemudian perlahan melihat ke sekitar. Dia langsung sadar kalau dia sedang berada di tempat lain. Tempat yang begitu asing untuknya.

Viena mencoba berdiri, namun seluruh tubuhnya terasa kaku. Dia hanya bisa pasrah dan menunggu seseorang membuka pintu kamar. Tidak lama kemudian, seseorang muncul di balik pintu dan orang itu adalah Brody.

Raut wajah Viena langsung berubah. Ketakutan di wajahnya terlihat begitu kentara. Mendadak kejadian kilas balik muncul dan mengingatkan Viena betapa kejamnya seorang Brody. Viena langsung menjerit histeris dan tidak dapat mengontrol diri.

Brody yang melihat kelakuan Viena langsung menghampirinya. Secepat kilat dia mengerahkan kedua tangannya untuk menghentikan Viena. Suara bariton yang keluar dari bibir Brody membuat Viena diam seketika. "Diam atau kubunuh sekarang juga!"

Viena dapat merasakan tangan dingin Brody pada kedua pipinya. Degup jantung Viena berdetak begitu kencang. Dia merasa terintimidasi dengan tatapan tajam yang Brody berikan padanya.

Melihat Viena hanya diam saja, Brody akhirnya berkata, "Selama kamu menjadi wanita penurut, maka kamu akan aman." Brody kemudian melepaskan pegangannya pada wajah Viena. Dia menaikkan salah satu sudut bibirnya ke atas. Pada detik berikutnya, dia kembali bersuara, "Tapi, kalau kamu coba buat macam-macam di sini ... jangan harap kamu bakal selamat."

Brody merapikan jasnya, kemudian melirik ke arah Viena. Menatap Viena dengan tatapan meremehkan. Seakan-akan berkata Viena bukanlah apa-apa baginya. "Ingat. Kamu hanya beruntung. Jangan sekali-kali kamu coba buat keributan di sini dan membuatku muak." Tatapan Brody berubah menjadi semakin sinis. "Nyawa keluargamu, tergantung dengan bagaimana caramu bersikap."

Tanpa melihat reaksi Viena setelah mendengar ucapannya barusan, Brody langsung berbalik dan menghilang di balik pintu. Tidak lupa diakhiri dengan sebuah bantingan pada pintu kamar baru Viena. Lebih tepatnya penjara untuk Viena.

Rasanya begitu dingin dan suram tempat ini bagi Viena. Viena hanya dapat meremas selimut yang sedang menyelimuti setengah badannya.

**********

Brody, Sinta, dan Chiko kuliah di universitas yang sama, namun mereka mengambil jurusan yang tidak sama. Brody mengambil jurusan bisnis, Sinta jurusan akuntansi, sedangkan Chiko mengambil jurusan teknik informatika.

Pertemuan mereka berawal dari Brody yang sengaja ingin mengambil kelas tambahan agar dapat mempelajari lebih dalam mengenai akuntansi. Brody datang dan duduk paling awal di dekat jendela, lalu tiba-tiba Sinta datang dan duduk di samping Brody.

Brody yang merasakan kehadiran seseorang di sampingnya langsung menoleh. Dengan ramah Sinta menyunggingkan senyuman manis di depan Brody. Sinta berinisiatif memperkenalkan diri sembari mengulur tangan tepat di depan Brody. "Hai, aku Sinta. Kamu orang baru, ya? Baru pertama kali deh aku lihat kamu di kelas ini."

Refleks Brody menyambut tangan Sinta dan ikut memperkenalkan diri. "Brody. Mulai hari ini aku mengambil kelas tambahan di sini."

Sinta tampak antusias. Senyumannya semakin cerah. "Ah, kalau begitu aku akan memandumu." Diakhiri dengan tawa kecil. Membuat Brody seakan terhipnotis dan ikut tertawa. Di mana hari itu menjadi pertemuan pertamanya dengan Sinta, sekaligus membuat Brody jatuh cinta pada pandangan pertama.

Brody jadi semakin bersemangat untuk masuk ke kelas yang sama dengan Sinta. Brody mulai selalu bersama dengan Sinta, hingga tanpa terasa Sinta sudah menerima Brody menjadi kekasihnya.

Di tengah kedekatan di antara mereka, Chiko memang sering ikut bergabung bersama mereka berdua. Baik itu makan bersama, menonton bioskop, dan pergi berbelanja. Akan tetapi, belakangan ini Brody mulai sibuk dan kurang sempat memperhatikan Sinta.

Awalnya Brody masih berpikir positif, namun semakin lama Brody merasa curiga terhadap perlakuan Chiko ke Sinta. Pada akhirnya Brody jadi sering memperhatikan interaksi di antara mereka berdua.

Selama beberapa waktu Brody sudah berusaha untuk mencoba menutup mata dan menganggap bahwa semua hanya asumsinya sendiri, tapi kali ini tidak demikian. Dengan mata kepala sendiri, dia melihat Chiko sedang berciuman dengan Sinta di parkiran. Di mana lokasi tersebut sangat mudah terlihat oleh orang yang sedang berlalu-lalang di sekitar, meski hari sudah mulai gelap.

Brody mengepalkan tangannya, hingga buku-buku jarinya memutih. Seketika pandangannya berubah. Dia sudah tidak bisa menjaga ekspresi wajahnya. Dia hanya dapat bersabar dan menunggu sampai mereka selesai bermesraan.

Begitu Brody melihat Chiko sudah masuk ke dalam mobil dan melaju pergi, serta melihat Sinta sudah bergerak dan berjalan masuk ke dalam apartemen, Brody pun keluar dari tempat persembunyian dan pergi menyusul Sinta.

Dia sengaja bersembunyi di salah satu pohon yang berada di dekat sana. Di mana tempat yang sedari tadi turut ikut menjadi saksi bisu perselingkuhan antara kekasih dengan sahabatnya.

Brody menunggu Sinta masuk ke dalam salah satu unit apartemen, lalu dengan sengaja dia melakukan panggilan ke Sinta. Tanpa menunggu lama, Sinta sudah mengangkat panggilan telepon darinya.

"Buka pintunya sekarang. Aku sudah di depan."

Tanpa menunggu jawaban dari Sinta, dia sudah menutup panggilan terlebih dulu. Dia sudah berusaha menjaga intonasi suara dan menahan agar tidak melampiaskan emosinya di telepon.

Sinta muncul di balik pintu. Brody langsung masuk ke dalam seperti biasa. Brody berbalik dan melihat ke arah Sinta. "Aku mau cari angin di luar."

"Biar kutemani," kata Sinta.

Suara hati Brody begitu ribut sekarang. Sesuatu dalam dirinya mulai membisikkan hal-hal buruk. Menyuruhnya untuk membunuh Sinta. Berulang-ulang kata 'bunuh, bunuh, dan bunuh' terus mengganggu konsentrasinya. Dia tidak dapat berpikir jernih.

Brody mendorong Sinta dan berusaha menjatuhkannya. Sinta terkejut dan berusaha memberontak, namun kekuatan Brody jauh lebih besar. Dalam hitungan detik, Sinta sudah terjun sampai di lantai dasar. Suara hentakan keras terdengar di telinga Brody. Bukannya sadar, dia malah menunjukkan ketidakpeduliannya dengan menarik sedikit sudut bibir kirinya ke atas.

Semuanya terjadi begitu saja. Begitu cepat dan apa pun yang terjadi sudah tidak dapat diubah. Brody mengingat kembali semuanya. Dia menatap cukup lama pintu kamar yang kini ditempati oleh Viena. Diam tanpa kata dan berjalan kembali masuk ke dalam kamarnya.

Brody masuk ke dalam kamar mandi yang letaknya di dalam kamarnya. Dia membiarkan dirinya basah kuyup dengan pakaian lengkap di bawah guyuran pancuran air. Dia merasa hidupnya sekarang menjadi semakin tidak terkontrol. Padahal niatnya tadi hanya mau melihat keadaan Viena.

Cukup lama dia berdiam diri di dalam toilet dan membiarkan pikirannya berkelana entah ke mana. Brody tiba-tiba menutup keran air dengan kasar, kemudian memegang dengan erat gagang besi keran di depannya.

"Salahmu sendiri, karena kamu sudah masuk ke dalam kandang harimau."

The Guy Brody [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang