Brody telah sampai di perkotaan, setelah perjalanan panjang dari vila menuju ke kota hampir memakan waktu selama empat jam lebih. Brody memarkirkan mobilnya ke sebuah gedung yang memiliki ruang bawah tanah. Di mana lokasi tersebut tampak sepi.
Brody turun dengan membawa tas dalam pegangannya sembari melihat ke sekitar. Setelahnya Brody langsung masuk ke dalam gedung dengan menekan kode pintu elektronik di depannya.
Di dalam ruangan terlihat sangat gelap. Brody terus berjalan lurus ke depan, hingga menemukan sebuah pintu di depannya. Dia menekan kembali kode pintu elektronik, kemudian melangkah masuk ke dalam.
Cahaya sekitar otomatis terbuka, begitu Brody sudah masuk ke sebuah ruangan. Di mana ruangan tersebut masih kosong dan hanya berisi sebuah meja dan beberapa kursi, beserta lampu cahaya berwarna putih terang yang menghiasi dinding putih dalam ruangan.
Brody mengambil dokumen dari dalam tas dan meletakkan seluruhnya di atas meja. Brody menunggu kedatangan seseorang sambil mengetuk-ngetuk meja di depannya dengan jari telunjuk kirinya secara berulang-ulang kali, hingga sebuah suara mengalihkan perhatiannya.
Sejak tadi Brody menghitung waktu kedatangan dengan cara yang unik. Brody lantas melirik ke arah pintu, kemudian dia memicingkan matanya.
"Maaf, sudah membuat Tuan Muda menunggu lama," kata seorang pria berbadan kekar dan tinggi sembari menundukkan wajahnya di depan Brody. Pria itu baru hadir melewati pintu yang terkunci oleh kode pintu elektronik.
Brody mengibas-ngibaskan tangannya di udara dan berkata, "Sudahlah," kemudian Brody memanggil pria itu ke tempatnya melalui satu gerakan tangan, "kemari dulu kamu," lanjutnya.
Pria itu melangkahkan kaki mendekat ke tempat Brody–tepatnya depan meja dan berhadapan dengan Brody. Menunggu perintah dari Brody selanjutnya, pria itu mengedipkan mata selama beberapa kali. Pria itu selalu merasa gelisah setiap bertemu dengan Brody.
"Sudah sampai di mana perkembangan perintah yang kusuruh kalian buat?"
"Orang itu percaya dengan apa yang kami sampaikan."
Brody menyeringai. "Kerja bagus."
"Apa ada perintah selanjutnya, Tuan Muda?"
"Sementara tidak ada. Pastikan dia ikut sesuai rencana kita."
"Siap, laksanakan."
"Sana ... Kamu pergi saja dulu. Masih ada yang mau aku urus."
Pria itu menunduk. "Baik, Tuan Muda. Bila begitu saya izin undur diri."
Pintu telah tertutup. Pria tadi sudah menghilang di balik pintu. Brody melihat sosok pria itu benar-benar telah pergi, barulah dia membuka dokumen selembar demi selembar yang ada di depannya. Dia membaca dan menandatangani dokumen di akhir satu per satu sampai selesai dengan serius.
Brody mengambil ponselnya dari dalam kantong celana dan melakukan panggilan ke seseorang di seberang sana. Pada panggilan ketiga sudah langsung diangkat.
"Bagaimana dengan kondisinya?" tanya Brody langsung tanpa basa-basi terlebih dahulu.
"Baik-baik saja, Tuan Muda."
"Apa dia makan teratur?"
"Makan dengan baik."
"Kondisi kesehatannya bagaimana?"
"Sudah membaik, Tuan Muda. Sekarang dia sudah bisa keluar dari kamar, begitu Tuan Muda tidak ada di tempat."
Brody mendengus dan membatin, 'Sampai segitunya kah? Tidak mau bertemu dengan aku.'
"Pantau perkembangan dia dengan baik," perintah Brody.
Mari tersenyum di balik panggilan dari Brody. "Baik, Tuan Muda."
Panggilan telepon ditutup sepihak oleh Brody sendiri. Mari sendiri sadar dengan sikap Brody terhadap Viena. Diam-diam Brody sangat perhatian sama Viena dan Mari sendiri dapat melihat perlakuan Brody ke Viena tidak seperti sedang melakukan penculikan.
Brody sendiri tampak sedang mengetuk-ngetuk ponselnya di atas meja. Dia menggelengkan kepalanya dan berusaha untuk berkepala dingin.
"Ini sudah waktunya untuk beraksi. Tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain."
Brody sudah menunggu lama waktu di mana dia berhadapan dengan orang yang paling dia tunggu untuk ditangani. Dia terus merasa harus berfokus pada titik awal, meski terkadang tidak sesuai dengan apa yang dia kehendaki.
Brody beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju ke salah satu bilik yang ada di sana. Dia merebahkan diri di ranjang yang sudah tersedia kasur empuk di atasnya.
Tatapan mata Brody sepenuhnya ke atas langit-langit plafon. Cahaya terang dari atas langit tidak membuat matanya meredup, tapi berkutat dengan isi pikiran membuat kepalanya terasa tidak nyaman. Dia memilih menutup kedua mata dan menunggu sampai fajar tiba.
Di kota yang sama dengan lingkungan yang berbeda, terlihat sosok Chiko sudah bersih dan wangi dengan berpakaian santai. Kumis dari wajahnya telah hilang dan potongan rambut Chiko menjadi lebih rapi sekarang. Chiko menjadi lebih muda dan tampak lebih cerah. Setelah pulang tadi, dia langsung pergi membersihkan diri sebersih mungkin agar sewaktu bertemu dengan Viena, Viena masih dapat mengenali Chiko.
Chiko merebahkan diri di atas kasur. Kabar terbaru yang datang padanya membuat Chiko tersenyum. Adanya secercah harapan untuk dirinya dan hal tersebut membuat Chiko sedikit dapat bernapas lega. Setidaknya hasilnya selama beberapa waktu ini tidak sia-sia, meski yang menemukan keberadaan Viena bukan dirinya.
Chiko mengambil foto berbingkai dari atas nakas yang berada di samping ranjang, kemudian melihat lekat wajah Viena di sana. Dia mengelus pelan wajah Viena yang tampak manis dengan senyuman lebar. "Tunggu aku, Vie."
Chiko menutup kedua matanya sambil memeluk bingkai foto Viena. Dia berharap fajar segera tiba. Dia dapat tidur dengan baik pada malam ini. Hari ini merupakan malam yang indah bagi Chiko daripada hari-hari sebelum kejadian di mana hilangnya Viena dan meninggalnya Sinta.
Waktu terus berjalan dengan keduanya berada di tempat tinggal yang berbeda. Tanpa terasa waktu yang mereka tunggu-tunggu telah tiba. Chiko terlihat segar dan sehat, sedangkan Brody sendiri terlihat seperti wajah-wajah seseorang yang kurang tidur dan banyak pikiran.
Sebuah panggilan menginterupsi Brody. Dia langsung mengangkat panggilan dari orang di seberang sana.
"Tuan Muda, ini kami sudah mulai jalan menjemput target."
"Oke. Berikan sinyal, bila kalian sudah memasuki kawasan area terlarang."
"Baik, Tuan Muda."
Panggilan dimatikan oleh Brody. Brody lantas segera berangkat dengan mobilnya melalui arah yang berbeda dari mereka. Terdapat dua jalur untuk menuju ke vila milik Brody. Salah satu jalur merupakan akses yang jarang dilewati oleh banyak orang, sedangkan tempat yang satunya adalah jalur antar kota. Di mana jalur tersebut sering dilewati oleh kawasan menuju luar kota dan arus balik.
Brody sengaja menyusun rencana agar mobil yang dikendarai mereka mengambil jalur sepi, sedangkan dia sendiri mengakses melalui jalan yang lebih ramai dilewati kendaraan lain.
Brody sudah memperkirakan banyak hal sebelum mencoba mengambil jalan yang terkesan klasik. Dia sangat paham mengenai seseorang yang kehilangan sangat rentan untuk dapat berpikir jernih. Maka dari itu, Brody tidak mau menyia-nyiakan percobaan kali ini.
Brody merasa dia harus mendapatkan apa yang dia inginkan, sekalipun yang dia perbuat sudah merupakan kejahatan kelas berat dan menyakiti orang lain. Dia tidak peduli sama sekali. Selama yang dia inginkan dapat tercapai sesuai kemauannya.
"Ya, itulah aku," ucap Brody untuk dirinya sendiri sambil menyeringai dan terus menancap gas menuju ke kediamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy Brody [ENDING]
Mystery / ThrillerKekasih yang berselingkuh memang pantas mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Akan tetapi, siapa sangka pelaku utama pembunuhan atas Sinta jatuh ke tangan Brody sendiri. Sayangnya kasus Sinta ditutup dan dinyatakan sebagai kasus bunuh diri. Tidak...