Viena membuka kedua matanya, setelah mendengar suara pintu tertutup. Detak jantung Viena berdetak tak karuan. Napas Viena terasa berat, namun dia berusaha menahan dan membuang napas secara perlahan. Dia merasa perlu untuk menjaga kestabilan emosinya. Akhir-akhir ini dia selalu merasa ada yang berbeda pada tubuhnya.
Viena merasa sedih, tapi dia tidak dapat menangis. Bila dia menangis, dia takut akan ketahuan oleh Brody. Viena hanya dapat berusaha untuk menahan dan kembali menutup mata.
Tidak lama kemudian, suara pintu terbuka dan menampakkan sosok Brody di depan pintu. Dengan pelan Brody melangkah masuk ke dalam dan menutup pintu dengan perlahan sampai tertutup rapat.
Brody berjalan menuju ke samping ranjang, lalu dia naik ke atas kasur dan berbaring di samping Viena. Tangannya maju untuk memeluk pinggang Viena. Tidak lupa ia mengecup pipi Viena. "Selamat malam," bisiknya tepat di telinga Viena, "Mimpi indah," lanjutnya dan diakhiri dengan elusan pada rambut Viena, hingga Brody terlelap dengan sendirinya dan gerakan tangan pada kepala Viena pun turut berhenti.
Viena membuka matanya, lantaran mendengar suara napas teratur dari Brody. Viena diam dan memikirkan selama beberapa hari ini bagaimana cara Brody memperlakukan dirinya. Semuanya tampak berjalan dengan baik dan tidak ada tanda-tanda adanya kekerasan lagi, namun tetap saja Viena tidak dapat percaya begitu saja. Mengingat Brody selama ini memperlakukan dirinya dengan kasar, meski terkadang ada sisi baik dari Brody untuknya.
Keesokan harinya, Brody bangun terlebih dulu dan segera pergi ke dapur untuk membuatkan sarapan untuk dirinya dan Viena. Mari membiarkan Brody memakai dapur sesuka hati dan dia memilih untuk membersihkan area lain selain dapur. Mari hanya melewati Brody begitu saja.
Tidak lama kemudian, Brody kembali masuk ke dalam kamar. Dia melihat Viena sudah tampak segar dan aroma wangi tercium dari tubuh Viena. Brody lantas mendekati Viena dan mengelus kepala Viena disertai dengan sebuah senyuman bertengger di wajahnya.
"Ayo, kita makan di luar," ajak Brody.
Tangan Brody berpindah ke pinggang Viena. Viena hanya mengangguk sekali, lalu dia mengikuti Brody berjalan keluar dari ruangan kamar lewat pintu dan pergi ke dapur.
Brody mempersilahkan Viena untuk duduk terlebih dulu, kemudian dia duduk di samping Viena. Dia kembali tersenyum ke Viena, lalu berkata, "Silahkan di makan duluan."
Viena melihat Brody sekilas, sebelum akhirnya dia memakan hidangan yang sudah disediakan Brody di atas meja.
"Bagaimana rasanya?" tanya Brody, ketika Viena sudah memakan sesuap masakannya.
"Enak," jawab Viena singkat.
"Makan yang banyak," ucap Brody.
Viena hanya menganggukkan kepalanya dengan singkat. Dia menghabiskan hingga piringnya bersih, lalu menatap piring yang ada di sampingnya.
Brody yang memperhatikan Viena sedari tadi malah tertawa kecil. "Kamu mau punyaku juga?"
Lantaran gengsi, Viena hanya diam di tempat, tapi dia sempat menoleh sekilas ke tempat Brody. Brody langsung mengambil piring Viena dan meletakkannya ke samping, kemudian dia menggeser piringnya sendiri ke tempat Viena. Hidangan yang tadinya untuk Brody sendiri belum tersentuh sama sekali olehnya. Sedari tadi Brody hanya terus melihat Viena yang menyantap makanan buatannya sampai habis.
Viena mengernyitkan dahi. "Tidak dimakan, Kak?"
"Buatmu saja," jawab Brody.
"Serius?"
Brody mengangguk sekali, lalu tersenyum kecil.
Tanpa ragu Viena langsung menghabiskan juga makanan di depannya. Dia memakannya dengan begitu lahap, hingga Brody yang melihat pun jadi semakin senang dan terus menampakkan senyumannya di samping Viena.
Mereka menghabiskan waktu dengan begitu tenang, hingga Mari yang tanpa sengaja lewat pun ikut tersenyum di dekat mereka. Takut mengganggu kesenangan keduanya, Mari dengan sengaja menjauh dari mereka berdua dan membiarkan keduanya saling berinteraksi.
Sudah melewatkan beberapa jam dari waktu sarapan mereka tadi. Viena hanya beristirahat di dalam kamarnya dengan tangan hangat Brody terus memeluknya sedari awal.
"Kamu masih belum tidur?" tanya Brody.
"Belum, Kak."
"Kalau kamu butuh apa-apa, katakan saja ke aku. Akan aku usahakan dengan sebaik mungkin."
Viena langsung berbalik dan menatap sepasang mata Brody. "Serius, Kak?"
"Pelan-pelan balikkan badanmu," tegur Brody.
"Memangnya kenapa?"
"Aku serius dengan ucapanku tadi. Katakan saja apa pun yang kamu mau, selain pergi dariku."
Brody sengaja mengelak dari pertanyaan Viena barusan dan meneruskan percakapan sebelumnya. Brody merasa masih terlalu dini untuk diketahui Viena. Brody memilih untuk menyimpannya dari Viena untuk sementara waktu.
Viena menaruh curiga ke Brody, tapi dia tidak berani bertanya lebih ke Brody. Dia hanya membalas Brody, "Aku ingin makan yang manis-manis."
Senyum Brody langsung merekah. "Kalau itu sangat mudah. Akan kubuatkan sekarang juga."
Brody lantas melepaskan pelukannya dari Viena, kemudian menggeser tubuhnya menuju ke tepi ranjang dan turun dari atas kasur. "Aku buatkan dulu. Kamu tunggu di sini saja, ya."
"Baik, Kak."
Seperginya Brody dari kamarnya, Viena akhirnya dapat berpikir dengan lebih leluasa. Dia sedang tidak ingin diganggu oleh siapa pun sekarang. Viena sengaja membuat permintaan ke Brody, hanya agar dapat mengusir Brody dari sisinya. Padahal Viena sudah tidak berniat untuk makan lagi.
Selama berpikir terus-menerus dan berusaha memutar otaknya untuk mencari jalan keluar, pada akhirnya Viena memutuskan untuk mengikuti alur saja dan menunggu hingga waktu untuknya tiba. "Oke. Seperti itu saja," putus Viena.
Dalam waktu kurang lebih dua jam, Brody kembali ke kamar dengan membawa semangkuk cemilan manis yang dibuatnya. Brody hanya membuatkan Viena kacang hijau. Sebelumnya, Brody sudah langsung bertanya ke ahli gizi dan ternyata dia baru tahu kalau untuk wanita yang sedang mengandung, sebaiknya memilih kacang hijau sebagai pengganti cemilan. Brody sengaja menambahkan daun pandan dan jahe untuk menambah cita rasa, warna, dan aroma.
Dari kejauhan Viena sudah dapat mencium aromanya. Dari tidak ada niatan untuk makan menjadi berselera kembali. Dia langsung menyantapnya sampai habis. Tingkat kesenangan Brody bertambah, ketika melihat raut wajah Viena yang tampak ceria sembari memakannya sampai habis tak bersisa.
"Makasih, Kak."
Brody tersenyum ke Viena, hingga garis senyum yang dihasilkan sangat tinggi. Viena sempat tertegun. Refleks Viena mengingat kembali masa di mana dia pertama kali mengenal Brody.
Raut wajah Viena tiba-tiba langsung berubah menjadi lesu. Seketika perasaannya berubah secepat kilat, hingga Brody sendiri langsung turut ikut merasakan perubahan pada Viena.
Dengan cepat Brody mengambil mangkuk dari tangan Viena dan menaruhnya dengan asal di atas nakas. Brody langsung memegang kedua tangan Viena dan menatap Viena dengan tatapan yang dalam dan ada kekhawatiran di dalamnya.
"Kamu kenapa? Kalau ada apa-apa, bilang dan cerita saja ke aku."
Viena lantas menggeleng. "Aku hanya tiba-tiba teringat waktu pertama kali kita bertemu, Kak."
"Bukannya itu adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan?" tanya Brody, kemudian tersenyum ketir. Ada perasaan yang sulit untuk diungkapkan. "Lantas, kenapa mukamu jadi murung begini?"
"Aku berpikir ... coba saja, kalau waktu itu aku tidak ada di sana. Kira-kira apa yang akan terjadi pada kita?"
'Setidaknya ... Setidaknya aku berkata jujur mengenai perasaanku. Hanya untuk kali ini saja. Hanya untuk sementara waktu,' batin Viena.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy Brody [ENDING]
Mystery / ThrillerKekasih yang berselingkuh memang pantas mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Akan tetapi, siapa sangka pelaku utama pembunuhan atas Sinta jatuh ke tangan Brody sendiri. Sayangnya kasus Sinta ditutup dan dinyatakan sebagai kasus bunuh diri. Tidak...