Suasana di luar jendela terlihat sepi. Setiap hari hanya terdengar suara binatang dan kondisi cuaca alam di luar sana. Suara burung gagak dan beberapa suara seperti jangkrik dan serangga lainnya turut serta menemani area sekitar. Termasuk dengan suara gemuruh angin dan hujan selama beberapa hari ini. Suasana seperti itu sudah menemani hari Viena selama seminggu ini. Rasanya begitu mencekam dan suram. Bagi Viena tidak ada hari cerah, meski pagi hari selalu turut hadir menemaninya.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Viena. Mari muncul di balik pintu dengan sebuah nampan yang berisi sepiring nasi goreng dengan telur setengah matang menghiasi bagian atas dan segelas jus jeruk untuk Viena. Mari meletakkannya di atas meja, kemudian menghilang di balik pintu tanpa kata.
Viena teringat pertama kali dia melihat sosok Mari yang sudah lanjut usia. Awalnya dia mengira Mari dapat membantunya, tapi sayangnya Mari hanya memperkenalkan diri, kemudian melakukan pekerjaannya tanpa banyak ucapan keluar dari bibirnya.
Viena sempat keluar dari kamar dan pergi melihat-lihat ke sekitar. Dia mulai sadar Brody bukan orang sembarangan. Mulai dari kediaman tempat mereka tempati bukanlah tempat biasa. Lebih seperti penjara karena begitu tertutup, namun terkesan jauh lebih baik. Lantaran di dalam vila tampak mewah dan dilengkapi dengan banyak fasilitas. Salah satunya adalah tersedia kolam renang di dalam vila. Namun, bukan itu praduga terbesarnya, tapi yang paling mengherankan, di mana keluarganya tidak ada yang mencarinya dan bahkan setelah Brody membunuh orang, tapi dia tidak dipenjara atau mati.
Viena melihat Mari sedang berada di ruang tamu. Dia pergi menemui Mari dengan membawa nampan di kedua tangannya. Dia mengembalikan nampan itu dalam kondisi makanan dan minuman yang masih tersisa banyak. Bukan karena masakan Mari tidak enak, melainkan napsu makannya berkurang banyak sejak berada di tempat ini.
"Sebenarnya, kita sedang berada di mana?" tanya Viena.
Mari tidak menggubris pertanyaan Viena. Ia hanya menatap Viena dengan tatapan datar. Viena tidak menyerah. Dia berharap Mari mau memberinya informasi, meski hanya sedikit saja.
"Apa Anda sudah lama bekerja di sini?" Viena menatap Mari dengan penuh harap, "kalau iya, bisakah Anda membantuku? Meski hanya sedikit saja pun tidak masalah."
Suara langkahan kaki lebar mengisi keheningan selama beberapa detik. Sosok Brody hadir di antara mereka. Mari langsung pergi dengan membawa nampan tadi. Meninggalkan Brody dan Viena berdua saja.
Brody menajamkan sepasang matanya. Melihat Viena sama saja seperti melihat sosok seseorang yang amat dibencinya. Dia tidak peduli lagi tentang masa lalu di antara mereka berdua. Mendadak Brody mencengkram leher Viena dan melepaskannya, begitu dia merasa sudah puas. Viena langsung terbatuk-batuk sambil memegang lehernya yang belum sembuh sepenuhnya, sejak aksi Brody seminggu yang lalu.
Takut Brody melakukan kembali aksi tadi, Viena dengan cepat berlari masuk ke dalam kamarnya. Brody tidak berniat mengejar Viena. Dia hanya melihat pergerakan Viena, hingga Viena sudah tidak terlihat olehnya. Brody mengacak-acak rambutnya dan kembali ke dalam kamarnya.
Di siang bolong Brody pergi mengambil sebotol wiski dan segelas kaca berukuran kecil dari lemari kaca yang tertata dengan rapi di belakang meja kerjanya. Dia meletakkan gelasnya di atas meja, kemudian menuang penuh alkohol miliknya ke dalam gelas dan meneguk habis seperti sedang minum air putih. Tanpa terasa dia sudah menghabiskan hampir setengah wiski ke dalam beberapa gelas.
Cukup lama dia memandang botol wiski di depannya sembari melakukan sedikit pergerakan memutar pada gelas kaca kecil yang berada dalam genggamannya. Dia meletakkan gelasnya di atas meja dengan sedikit hentakan, lalu dia berjalan menuju ke arah pintu dan keluar dari ruangan kamarnya.
Langkahan kaki Brody membawanya ke tempat di mana Viena berada. Viena yang melihat kedatangan Brody langsung terkejut. Tidak sempat berkata apa-apa, Brody dengan cepat sudah menerjang Viena. Mencium Viena secara paksa.
Viena mencoba berontak dengan segala cara di atas kasur. Dia mencoba mendorong bahu Brody dengan kedua tangannya, namun Brody tidak terdorong sama sekali. Usahanya berakhir sia-sia, dikarenakan dengan gerakan cepat Brody sudah meraih kedua tangan Viena dan membekukan pergerakannya. Kedua kaki Viena sendiri tidak cukup untuk membantu, dikarenakan sedang terbalut dalam selimut.
Pengendalian diri Brody kandas. Dia tidak dapat mengontrol dirinya sama sekali. Entah dikarenakan alkohol atau apa pun itu, dia sudah tidak peduli. Dia anggap perlakuannya sekarang ke Viena sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang terjadi selama belakangan ini. Tidak ada yang dapat menjadi pelampiasannya, selain Viena sendiri.
"Sinta ..."
Brody lantas berhenti, begitu tanpa sengaja nama yang paling dibencinya sekarang, sudah dia sebut barusan saja. Dia langsung bergerak dari kasur, berbalik, dan berjalan keluar dari kamar Viena dengan membanting pintu kamar, sedangkan Viena kini hanya dapat terpaku di tempat.
Emosi dalam diri Brody semakin memuncak. Brody masuk ke dalam kamar. Dia membanting barang apa pun yang ada dan terlihat di dalam kamarnya, kemudian dia berhenti di tengah-tengah kekacauan yang telah dia perbuat. Dia menatap cermin di depannya. Dirinya sekarang terlihat sangat kacau.
Tiba-tiba tangan kanan Brody beraksi. Dia meninju dengan keras, hingga kaca pada cermin di depannya pecah. Darah segar mulai mengalir dan menetes di lantai, disertai dengan pecahan kaca di sekitar.
Pintu yang tidak tertutup membuat kekacauan yang telah Brody perbuat terdengar sampai ke telinga Viena dan Mari. Viena memilih untuk menutupi seluruh tubuhnya ke dalam selimut. Mari sendiri yang baru selesai mengurus area dapur langsung bergegas mencari keberadaan Brody.
Mari menghela napas pelan melihat kondisi Brody dari luar pintu, sebelum akhirnya dia berbalik untuk pergi mengambil sebuah kotak–yang di dalam kotak berisi obat dan perlengkapan untuk membersihkan dan membalut luka. Tidak lama kemudian, Mari kembali dan masuk ke dalam kamar Brody tanpa izin untuk mengobati Brody.
Brody hanya diam saja melihat kedatangan Mari. Dia membiarkan Mari melakukan tugasnya dengan baik. Mari tampak cekatan dalam mengobati dan membalut lukanya Brody. Dalam waktu singkat, Mari pun sudah selesai membersihkan barang-barang yang berserakan di lantai, begitu pula dengan pecahan kaca tadi.
Mari memberi Brody sebuah pelukan, saat Brody sudah berbaring di atas kasur. Pelukan itu selalu sama seperti biasa. Pelukan hangat yang mampu menenangkan diri Brody. Tidak ada kata-kata yang keluar dari bibir mereka masing-masing.
Mendengar suara napas Brody sudah mulai teratur, Mari perlahan melepaskan pelukannya. Dia menatap wajah Brody sebentar, sebelum akhirnya Mari keluar dari kamar Brody dengan menutup pelan pintu kamar Brody.
Mari sempat melewati kamar yang kini ditempati oleh Viena. Dia hanya melihat sekilas pintu kamar Viena, kemudian berlalu pergi begitu saja. Dia kembali hanya dapat menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy Brody [ENDING]
Gizem / GerilimKekasih yang berselingkuh memang pantas mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Akan tetapi, siapa sangka pelaku utama pembunuhan atas Sinta jatuh ke tangan Brody sendiri. Sayangnya kasus Sinta ditutup dan dinyatakan sebagai kasus bunuh diri. Tidak...