Setelah waktu kedatangan dan kepulangan dokter yang berakhir singkat, kini hanya tertinggal Brody seorang yang menemani Viena. Mari sendiri sudah kembali ke dalam kamar, setelah mengantar kepulangan dokter tadi.
Pergelangan tangan Viena sudah diobati dan diperban oleh dokter. Ditambah infus sudah melekat di tangan Viena. Setetes demi setetes cairan infus mulai masuk ke dalam tubuh Viena. Brody tetap berjaga-jaga di samping Viena, apabila infus sudah mau habis. Dialah orang yang mengganti kantongan plastik yang berisi cairan infus untuk Viena.
Brody tiba-tiba mengingat kembali perkataan dokter tadi yang memang khusus hanya untuk menangani kesehatan keluarganya saja.
"Tuan muda, kalau boleh saya berterus-terang ..." Dokter menatap Brody dengan penuh keraguan, sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya, "kondisi wanita ini kurang baik. Tolong beri perhatian lebih untuk kondisi kesehatan dan mentalnya."
Terselip rasa bersalah, begitu dia menatap lekat wajah Viena yang sedang terbaring lemah dengan mata tertutup dan bibir yang terlihat pucat. Diam-diam Brody memeriksa sekitar tubuh Viena yang masih dapat dijangkau dan terlihat olehnya. Terdapat beberapa luka goresan di sekitar tangan Viena yang tampak seperti luka lama. Dia tidak memperhatikannya selama ini.
"Apa yang selama ini sudah terjadi sama kamu?"
Pertanyaan Brody lebih terdengar seperti sedang bergumam. Brody semakin merasa bersalah. Dia mulai sadar kalau Viena tidak salah dari awal. Sebenarnya keadaan tidak tepat yang membuat Viena harus terjebak dengan dirinya.
"Maaf ..."
Pertama kalinya Brody mengucapkan kata maaf kepada orang lain. Meski sekarang Viena masih dalam keadaan tidak sadarkan diri, tapi hal ini sudah merupakan langkah awal yang cukup baik.
Brody memegang tangan kanan Viena dan mengusapnya dengan lembut, hingga tanpa sadar dia tertidur di samping Viena.
Tanpa terasa tengah malam telah berganti menjadi siang. Sinar matahari dari luar yang masuk ke dalam ruangan lewat jendela kamar menyinari tempat di mana Viena terbaring. Viena terbangun olehnya. Cahaya matahari menusuk indra penglihatannya, hingga mengharuskan Viena menyipitkan kedua matanya agar dapat melihat dengan baik.
Fokus Viena teralihkan dengan sosok Brody yang tengah terlelap dengan napas teratur di sampingnya. Brody duduk di lantai dengan posisi tubuhnya menempel di tepi ranjang dan kepalanya berada di atas kasur, sedangkan tangannya terus menggenggam tangan Viena dari semalam.
'Kenapa aku masih hidup? Padahal lebih baik aku mati saja,' pikir Viena.
Viena mengerutkan keningnya, menatap Brody dengan tatapan heran. 'Kenapa kamu malah menolongku? Bukannya lebih bagus kalau aku mati saja, kan? Padahal kamu selalu siksa aku. Apa arti mengurung aku seperti ini? Harusnya kamu bunuh saja aku, selagi bisa.'
Sadar kalau tangannya masih di genggam erat oleh Brody, Viena lantas menarik tangannya. Brody yang merasakan pergerakan langsung terbangun dari tidurnya. Dia menajamkan pandangannya melihat Viena yang sudah siuman.
"Bagaimana kondisimu?" tanya Brody.
Viena hanya diam saja dan tidak berniat menjawab pertanyaan Brody. Brody merasa tidak masalah. Dia mencoba mengerti akan sikap Viena padanya. Brody memilih untuk bangkit berdiri dan keluar dari kamar Viena.
Tidak lama kemudian, Brody datang dengan membawa semangkuk bubur dengan segelas air putih. Brody menaruhnya di atas meja, kemudian mendorong ke tempat di mana Viena berada. Melihat Viena tidak merespon, Brody berinisiatif mengambil mangkuknya dan mencoba memberikannya untuk Viena, namun Viena malah mendorongnya ke samping, hingga mangkuk beserta bubur yang berada di dalam mangkuk jadi berceceran di lantai.
Anehnya Brody tidak marah sama sekali, padahal Viena menantikannya. Brody malah memilih untuk keluar dari kamar dan menyuruh Mari menghidangkan semangkuk bubur yang baru untuk Viena.
Mari melihat Brody keluar dari kamar dengan pakaian yang sudah rapi dan berjalan keluar dari pintu utama, tanpa berpamitan terlebih dulu. Mari sudah terbiasa dengan sikap Brody. Mari hanya melihat sekilas, kemudian berjalan masuk ke dalam kamar Viena dengan sebuah mangkuk berisi bubur untuk Viena seperti yang diperintahkan oleh Brody.
Sejak Brody keluar dari rumah, dia masih belum kembali sampai sekarang. Waktu telah berlalu selama tiga hari. Selama itu pula hanya ada Viena dan Mari yang menempati vila itu. Di satu sisi Viena merasa senang, namun di sisi lain dia masih membutuhkan Brody. Dia berharap dapat mencari tahu tentang berita yang ada di luar sana dari Brody.
Semangat Viena mulai kembali perlahan. Viena jadi sering keluar kamar untuk pergi menemui Mari. Persis seperti sekarang, di mana Viena tengah menemani Mari di ruang tamu. Viena sedang duduk di salah satu sofa yang ada di sana, sedangkan Mari tengah membersihkan debu yang ada di area sekitar.
"Tampaknya hari ini mau hujan," ucap Viena tiba-tiba, begitu dia melirik ke arah jendela.
Mari turut ikut melihat ke arah jendela. "Hmm ..."
Tetesan air mulai turun membasahi permukaan tanah. Berselang hanya beberapa menit, setelah Viena memprediksi turunnya hujan hari ini. Viena berjalan mendekat ke jendela. Dia melihat kondisi di luar sembari melamunkan banyak hal.
Suara menggelegar terdengar di telinga Viena. Viena sempat melihat kilatan dari atas langit menghantam entah ke mana. Jantung Viena seakan ikut melompat mendengar suara petir yang barusan lewat.
Viena berbalik dan melihat ke segala arah. Dia tidak menemukan sosok Mari di sekitar. Mari rupanya sudah pergi sejak tadi. Viena merasa kurang nyaman sendirian berada di ruang tamu. Dia melangkahkan kaki berjalan masuk ke dalam kamarnya.
Begitu Viena sudah berada di dalam, dia langsung pergi menutup pintu dan jendela. Tidak lupa untuk mematikan lampu kamar dan langsung merebahkan diri di atas kasur. Kegelapan dalam ruang kamar membuat kedua matanya turut menggelap, hingga dirinya tanpa sadar ikut terhanyut dan pada akhirnya dia tertidur dengan sendirinya.
Malam hari membuat jarak pandang menjadi sulit untuk dapat melihat arah. Terlebih yang Viena lihat sama saja. Di mana sekelilingnya tampak sama dengan banyaknya pohon sawit memenuhi seluruh area di sana. Dengan kondisi permukaan tanah basah dan sebagian tanah di beberapa tempat mulai mengering. Viena hanya dapat mengandalkan cahaya dari atas langit.
Viena kini berada di tengah-tengah area. Dia berusaha mencari jalan keluar, meski sepasang sepatunya sudah bercampur dengan lumpur dari tanah yang sedari tadi dia lewati, hingga celananya terciprat dan turut menjadi korban atas pelariannya sekarang.
Perjalanan jauh yang sedari tadi Viena lalui, tetap tidak membuahkan hasil untuk dapat membuatnya mendapatkan jalan keluar. Viena sudah mulai kelelahan. Napas Viena menjadi tidak beraturan. Dia berhenti sejenak untuk mengatur pernapasannya.
Viena melihat kembali ke segala arah. Semua masih terlihat sama dan tidak ada yang berubah. Dia sudah berjalan begitu lama dan tetap tidak ada jalan keluar, biar bagaimana pun usahanya untuk mencoba keluar dari area ini.
"Coba saja kalau bisa. Kamu tidak akan pernah bisa keluar dari tempat ini!"
Suara Brody mengisi seluruh indra pendengaran Viena. Viena berputar-putar mencari asal suara. Takut Brody mengejarnya, dia langsung berlari ke sembarang arah dengan rasa ketakutan dan detak jantung yang berdebar selama pelariannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guy Brody [ENDING]
Misterio / SuspensoKekasih yang berselingkuh memang pantas mendapatkan ganjaran atas perbuatannya. Akan tetapi, siapa sangka pelaku utama pembunuhan atas Sinta jatuh ke tangan Brody sendiri. Sayangnya kasus Sinta ditutup dan dinyatakan sebagai kasus bunuh diri. Tidak...