11 › Penolakan.

491 33 1
                                    

Kedua mata Arwalla yang selalu mengluruhkan air mata permohonan itu terbuka secara perlahan. Menatap langit-langit ruangan bernuansa putih, sampai pada akhirnya tatapan kedua mata itu jatuh pada figura yang terpasang didinding menghadap tempat ia berbaring, figura yang berisi sepasang kekasih tengah berpose dengan senyum bahagia itu membuat kedua mata pemuda itu berkaca-kaca. Segera ia mengalihkan tatapannya, bahkan menolehkan kepalanya ke sembarang sisi yang mana justru jatuh langsung tatapnya pada salah satu sosok yang berada di figuraㅡTatapannya jatuh pada sosok Allan yang saat ini sedang duduk di sofa sembari fokus megerjakan sesuatu di laptopnya.

Jantung Arwalla berdegup dua kali lipat dari sebelumnya, kedua tangannya secara reflek mengeratkan selimut yang sedari tadi berada di atas tubuhnya.

Sontak pergerakan reflek submissive itu ditangkap oleh netra pemuda Zedklen yang sekarang mengalihkan atensinya dari laptop, menatap langsung pada pemuda Khana yang langsung memalingkan wajahnya ketika bersitatap dengannya, "Sudah bangun?" Pertanyaannya singkat yang ia ajukan itu tidak langsung mendapatkan jawaban meskipun jawabannya sudah sangat jelas jika sosok yang ia berikan pertanyaan memang sudah bangun, "Apa ada yang sakit?" pertanyaan kedua terlontar, kali ini ia beranjak dari duduk setelah mematikan laptopnya, berjalan mendekati sisi ranjang, "Aku sedang menunggu jawabanmu, Arwalla."

Arwalla masih terdiam, menatap dinding ruanganㅡSama sekali tidak menatap Allan.

Allan memaklumi tingkah laku submissive Khana itu, ia berlutut di sisi ranjang yang di tempati Arwalla sembari menatap wajah sang submissive yang membengkak, terlebih bagian bibir akibat ciuman semalam dan bagian mata akibat menangis. "Maaf, ya?" Pintanya terdengar santai dirongga telinga Rakasa yang kini langsung mengrenyit dan menatap tajam Allan, "Maaf karena semalam.. aku kelepasan, maaf.."

"Untuk apa minta maaf? Didn't you say that's my job? Sex with the dominant less sex with his submissive?" Balas Arwalla dengan nada pelan dan suara seraknya.

Allan tertegun, ah.. pasti semalam ia mengatakan hal yang cukup menyakitkan untuk didengar submissive di hadapannya ini. "Arwalla, maaf.. aku minta maaf untuk perkataan yang aku ucapkan semalam."

"Aku tahu aku murahan, Allan.. aku tahu. But, don't ever equate me with your submissive." Lanjut Arwalla, "I'm not Sona.. I don't look like him at all.. dan jangan jadikan aku pengganti Sona."

"Maaf jika perkataanku membuatmu tersinggungㅡ"

Lagi, Arwalla mengalihkan atensinya dari Allan. "Don't apologize to me, minta maaflah pada Sona karena kamu sudah menyamakan dia dengan seorang pelacur sepertiku." Potongnya karena sudah tidak tahan lagi.

"You're not a whore, Arwalla."

Arwalla abai dengan sanggahan yang diberikan Allan. Submissive Khana itu bangkit secara pelan untuk mendapatkan posisi duduk, yang mana pergerakanㅡMeskipun secara pelan sekali pun, tetap membuatnya meringis kesakitan. Yang tentunya mengundang afeksi dari Allan yang langsung membantu submissive itu untuk duduk dengan nyaman.

"Masih ada yang sakit ya? Aku panggilkan Dokter Damar dulu yaㅡ"

"No need, ini hanya sakit after sex."

"Perlu diberi salep lagi?"

Kedua mata Arwalla membulat ke arah Allan yang berdiri di sisi ranjang, "Salep lagi..?" Lalu menyadari tubuhnya yang terbalut piyama hitam dengan ukuran yang cucup besar.

Melihat kebingungan yang melanda submissive Khana itu, Allan mengulas senyum tipis. "A little sassy after sex, kamu terlalu lelah.. jadi, aku membersihkan tubuhmuㅡ"

"Bahkan memakaikan salep?" Potong Arwalla dengan wajah memerah.

Allan mengangguk tanpa beban membuat Arwalla mendengus kasar juga malu. "You shouldn't have to do that!" Seru Arwalla.

16. Youth, dendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang