7. Erlangga Menyeramkan

10.3K 375 6
                                    

"Lo sengajakan?!" Donita terengah emosi. "Gue udah deket 3 cowok dan semua pergi setelah ketemu lo!" kesalnya.

"Gue cuma peringatin mereka, mereka ga baik. Lo cuma liat tampang aja," santai Erlangga dengan terus memakan anggur yang di beli Donita.

"Gue ga akan kenalin lagi sama lo!" Donita mencekik Erlangga kesal sampai terbatuk lalu dengan cepat dan gesit membalik Donita di bawahnya.

Donita melotot merasakan tubuhnya terbanting ke sofa secepat kilat nan ahli lalu Erlangga melepas resletingnya tanpa melepaskan cekikannya.

Donita melotot merasakan cekikan mengetat dan bernafas lega saat Erlangga melonggarkannya walau tidak sepenuhnya lepas.

"Lo mau bunuh gue?!" teriak Donita tantrum.

Donita kembali melotot saat kakinya melebar di antara tubuh Erlangga, roknya sampai naik dan dengan mudah dia masuk..

Erlangga terus egois. Donita begitu kesal, membiarkannya terus egois hingga selesai.

Dengan nafas terengah, Donita menjauh dari Erlangga yang melepaskannya. Dia menolak dicium lalu beranjak dengan kaki lemas.

Donita merapihkan pakaiannya, menyambar tas dan ponsel lalu pergi. Dia akan mencari hotel yang jauh.

Dia akan kabur sampai kembali lagi membawa pria yang akan dia nikahi. 

***

Donita mengucek matanya. Hotel ini terasa nyaman. Seharian mengistirahatkan tubuh ternyata tidak buruk.

Itu yang dia butuhkan mengingat belakangan ini dia dan Erlangga menjadi sering. Ada atau tidaknya masalah.

Donita melamun sejenak lalu bangun dan melangkah keluar kamar menuju dapur. Tidak rugi memang jika berada di hotel bintang 5.

Semua ada, luas dan nyaman.

Langkah Donita terhenti dengan terhenyak syok. Di sofa Erlangga tengah asyik menggigit apel.

"Lo udah bangun," lalu tersenyum dengan tampannya.

Donita merinding ngeri. Ini hotel yang jauh dengan harapan Erlangga tidak akan menemukannya.

"Lo keren pilih hotel. Gue suka." Erlangga menyimpan apel yang baru setengah dia makan di meja dengan asal.

Donita mundur selangkah. "Lo-lo kok bisa," suaranya tercekat saking tidak percaya. Kenapa Erlangga selalu tahu dimana pun dia berada.

Nafas Donita memberat panik. Dia merasa Erlangga menyeramkan saat ini.

Erlangga tersenyum tenang.

"Lo-lo nguntit gue? Lo-lo gimana bisa masuk ke sini!" Donita mendadak blank.

Erlangga mendekat dan refleks Donita mundur.

"Gue ga suruh orang nguntit." jujur Erlangga yang memang itu adanya.

Donita mundur. "Lo serem! Lo berhenti! Gue ga suka, lo serem!" paniknya.

Erlangga dengan gesit menangkap kepala Donita yang akan mengenai tembok di belakangnya.

Donita terhimpit dengan nafas terengah panik. Erlangga sungguh menyeramkan.

"Lo udah tahukan gue gimana? Sejauh apapun gue akan selalu nemuin lo," Erlangga menunduk hendak menciumnya.

Donita memalingkan wajahnya. "Kita sahabat, seranjang emang, tapi bukan berarti kayak gini! Lo harus sadar Erlangga! Lo serem!" dia terus berpaling menolak.

"Nyonya Erlangga," panggil Erlangga di telinga Donita.

Donita melotot merasakan bisikan yang terasa seram itu. Erlangga seperti memiliki obsesi sekarang.

Apa mungkin benar ya.. Sahabatan dengan lawan jenis itu mustahil. Salah satunya pasti akan ada yang berharap.

"Gue bilang ga!" Donita menatap Erlangga dengan marah. "Gue ga mau!" tolaknya hampir membentak di depan wajah Erlangga.

Erlangga terlihat santai. Tersenyum seperti biasanya.

Donita terengah emosi.

"Oke. Sampai kapan pun, lo akan sendirian kalau gitu. Ga akan berhasil sama siapa pun, gue janji." Erlangga menjauh, meraih apel bekasnya yang sudah menguning itu dengan tidak peduli dia memakannya dan duduk santai lagi.

Donita marah. Dia melempar barang apapun pada Erlangga hingga tanpa sengaja pipi Erlangga tergores.

Erlangga menghentikan makan apelnya lalu mengusap pipinya yang perih. Ada darah di jemarinya.

Donita barulah diam.

***

Donita mengobati pipi Erlangga dengan wajah juteknya. Terus fokus tanpa peduli dengan tatapan Erlangga.

Erlangga mendekatkan wajahnya saat sadar Donita selesai mengobatinya. Dia kecup leher Donita.

Donita menghela nafas pendek. "Gue marah!" peringatnya. "Gue butuh pendamping! Selain sahabat!" lanjutnya.

"Di saat lo nikah, lo masih harus seranjang sama gue. Lo pikir ada cowok yang mau begitu?" Erlangga menjauhkan wajahnya dari leher Donita.

Keduanya kini bersitatap.

"Gue saksi dimana keluarga harmonis hancur. Lo mau hubungan kita yang nyaman ini akhirnya asing nanti?" Donita meredup frustasi.

"Kalau lo ga mau jadi nyonya Erlangga, lo jangan bahas nikah sama cowok lain!"

Donita menghela nafas jengkel. "Lo suka sama gue?" kesalnya.

Erlangga hanya tersenyum dengan menyebalkan. Tidak serius namun dari sorot matanya begitu tajam serius.

Donita pening. Dia memijat hidungnya. "Oke, gue ga akan cari lagi, gue ga akan nikah sekarang. Puas?" ditatapnya Erlangga kesal.

Erlangga tersenyum jemawa. "Sangat puas," dengan segera melahap Donita.

Donita menahan wajah Erlangga yang berada di bawah sana. "Berhenti, gue lagi ga mood," nafasnya terengah.

Erlangga melepaskan jambakan Donita lalu merangkak menindihnya. "Kalau gitu. Nyonya Erlangga siap menghisap?" tanyanya dengan senyum memikat.

Donita memutar matanya jengah. "Gue ga mau jadi nyonya Erlangga!" geramnya. "Ck! Gue lagi sariawan, gue nolak." lanjutnya malas.

Erlangga menghisap dan menggigit manja bibir bawah Donita hingga siempunya meringis merasakan gigitan itu.

"Gue lagi sariawan!" Donita memukul kening Erlangga.

Sahabat Seranjang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang