Kos milik Bu Imah sedikit berisik karena penghuninya banyak yang tidak pergi keluar kos-san. Apalagi kamar nomor 02 yang dihuni oleh Hafsa.
Hafsa sekarang sedang bingung sendiri karena memilih outfit yang harus kenakan untuk menjenguk Loka. Sudah sekitar 4 hari setelah dirinya berada dirumah sakit dan dipaksa oleh sahabatnya untuk konsultasi.
Jika melihat beberapa tablet obat di atas meja, membuat dia teringat sebosan apa ia untuk meneguk obat yang berbagai macam warna itu.
"Gue heran, ini gue cuman mau besuk si ceceguk itu. Bukan mau jalan sama dia," bingung Hafsa sembari menatap beberapa baju yang sudah ia letakkan diatas kasur kesayangannya itu.
"Ini ajalah," kesal Hafsa dan segera mengambilnya dengan cepat.
✧*˚🍓*˚✧
"Eh, lu pada nggak mau diam bentaran apa?" tanya Loka kesal melihat ketiga sahabatnya.
Sejak Tama, Rei, dan Wildan memasuki ruang inap yang ia singgahi. Kedamaian itu seketika sirna.
"Mending lu yang diem deh Ka, daripada nanti gue apa-apain tu tangan lu yang nyaris kebelah dua."
Wildan mendengar ucapan dari Tama segera menepuk pundak Loka dengan sangat keras, "Bener juga, tangan lu bisa jadi 3 kalau beneran kebelah."
"DAN, LU BISA ANTENG BENTARAN NGGAK SIH?" teriak Loka karena kesal dan menahan rasa sakit akibat tepukan tangan Wildan.
"Yang ikut gue beli makanan di kantin Rumah sakit siapa? Gue pusing denger lu semua pada banyak omong," ucap Rei.
Wildan dengan kesadaran penuh menunjuk Loka yang terbaring lemah, "Noh Loka, udah seminggu kegiatannya kasur, sama kamar mandi."
"Tam, lu ikut gue aja deh. Males ngurusin manusia stres setengah mampus kek Wildan," kesal Rei.
Mereka berdua segera keluar dari kamar inap Loka. Dengan santai mereka berjalan sembari menyapa beberapa orang yang berlalu lalang di rumah sakit.
Rei mengedipkan matanya beberapa kali, memastikan bahwa pengelihatannya tak salah, "Lu lihat cewek yang pake bajunya warna moca?"
Reflek Tama mengikuti arah pandang yang dimaksud oleh Rei, "Telepon aja si wildan suruh nyusul, biar tu anak berdua nanti."
"Lu percaya si Hafsa Dateng kesini buat besuk si Loka manusia gila?" tanya Rei heran.
"Mau taruhan berapa?" Tama mengulurkan tangannya menandakan bahwa dirinya tak main-main dengan prediksi yang ia miliki.
"Males gue kalau udah pake taruhan-taruhan segala," ucap Rei malas.
"Yaudah, lu telepon si Wildan. Nggak usah bilang karena ada Hafsa, bilang aja butuh aja."
"Iya-iya, gue telepon ini," jawab Wildan sembari mengeluarkan benda pipih yang itu.
Dilain sisi, Hafsa sedang mencari Ruang dimana Loka sedang dirawat.
"Bangsal cendrawasih nomer 2 mana sih?" monolog Hafsa.
Sedikit pusing dirinya mencari banyaknya lorong rumah sakit, sampai-sampai dirinya tak sadar bahwa sekarang ia menjadi objek topik Tama dan Rei.
Gue pusing nyari ruangan si Loka.
Ini kurang berapa lorong lagi yang harus gue lewati?
KAMU SEDANG MEMBACA
ambivalen (END)
Teen Fiction[⚠️NO COPAS!!] [HARAP FOLLOW SEBELUM BACA] Ketika Hafsa dan Loka bertemu lagi, perasaan yang tertinggal kembali memanas. Dari pertengkaran di parkiran kampus hingga kenangan manis masa lalu, mereka berdua harus menghadapi kenyataan bahwa perasaan la...