"Fuck, gue kaget dengan gebrakan yang dia buat."
"Bisa-bisanya dia langsung telepon ibu cuman buat minta restu buat balikan??" tanya Hafsa tak habis pikir dengan jalan pikiran Loka.
Mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Ia tak bisa mencegah perilaku Loka yang begitu diluar nalar.
Hafsa diam mematung menatap tumpukan kertas dengan tatapan kosong. Ah ... Masalah dengan Loka itu silih berganti ada saja yang datang. Tak pernah absen untuk tak memberikannya kejutan.
Belum lama ini, dirinya tiba-tiba di telepon oleh ibundanya hanya untuk memastikan apakah anak sulungnya itu benar-benar telah balikkan dengan pacarnya atau belum.
"Waalaikumsalam Bu, ada apa to kok keknya khawatir campur seneng gitu nadanya?" bingung Hafsa.
"Kamu beneran udah balikan sama mantan pacarmu itu?"
"Yang namanya, Loka."
Hafsa terdiam beberapa menit untuk mencerna berita yang ia dapat. Ia heran kenapa Ratna bisa berfikir sampai disitu?
"Loh, kata siapa Bu? Aku aja masih jomblo gini. Kok bisa-bisanya ditanya balikan atau enggak, ya jelas enggak," jawabnya berusaha meyakinkan situasi yang sebenarnya terjadi.
"Loh, katanya Loka tadi?" Tanya Ratna bingung.
"Nah ini, katanya Loka tuh dapat infonya dari mana ibukku tercinta ..."
"Tadi aja habis telepon, terus katanya minta restunya buat balikan sama kamu, ya ibu restuin dong," jelas Ratna.
Sekarang Hafsa mengerti alur ceritanya, Loka benar-benar diluar batas nalar manusia. Bisa-bisanya dia langsung gerak cepat mencari pendukung yang kuat.
Mana bisa seperti itu, ia kalah telak jika tak punya pendukung sama sekali. Adiknya saja pasti akan menjadi kubu Loka.
Hafsa memijat pelipis dengan kuat, kepalanya semakin berdenyut saja jika memikirkan terkaan-terkaan yang tak ada habisnya, "Pusing beneran gila!"
"Gue heran deh, ini masih pagi loh padahal."
"Ya, walau udah jam 10 sih," ucap Hafsa melihat jam diding yang bergerak setiap detiknya.
"Bodolah, gue mau nyelesaiin tugas setelah itu kirim file naskah buat direvisi," ucap Hafsa.
✧*˚🍓*˚✧
Ela menatap Hafsa dengan mimik muka tak percaya, "Please? Dia beneran telepon ibu lu, cuman buat minta restu balikan?"
"Kok lu enggak percaya sih? Beneran, gue tuh enggak ngibul," kesal Hafsa.
"Lu percaya kan Han?" tanya Hafsa berusaha mencari dukungan.
"Tergantung, tapi kayaknya emang beneran dari muka lu itu."
"Emang lu masih enggak yakin buat balikan? Loka aja sampai minta restu ke ortu lu," ucap Jihan tak habis pikir dengan Hafsa.
Gimana enggak heran, dulu Hafsa masih enggak yakin karena Loka tiba-tiba ngajak balikan padahal udah enggak pernah komunikasi hampir 1 tahun.
Setelah Loka memperlihatkan keseriusannya, Hafsa malah semakin bimbang. Terkesan tarik ulur.
"Enggak tau, gue tuh bingung. Beneran bingung."
"Lu tau kan, sifat gue pas pacaran sama dia tuh masih kayak anak-anak? Susah banget buat ngalah."
"Apalagi, anak tunggal tuh kalau keinginan atau permintaannya salah satu enggak dituruti kadang enggak suka. Lu pasti tau juga kan, kalau gue paling enggak suka kalau dikekang?" ucap Hafsa menjelaskan inti dari alasan ia bimbang untuk menerima ajakan balikan.
"Gue yakin, lu pasti udah bisa berubah, apalagi Loka. Bukannya gue dukung Loka, tapi bukannya dia ngatur juga masih tergolong tahap wajar? Apalagi lu besuk kalau udah jadi istri seseorang, pasti aturannya lebih banyak," jelas Jihan.
"Bener, mau gimanapun itu lu pasti berakhir dengan nurut sama suami lu kelak," sahut Ela.
"Ya iya sih, tapi gu_"
"Enggak usah tapi-tapian, lu kalau jadi orang yang ditarik ulur hubungannya pasti kesel kan? Jadi enggak usah sok-sokan narik ulur hubungan orang," potong Ela. Ia sudah semakin muak dengan dalih yang diucapkan oleh Hafsa.
Ginilah, gitulah, emang semua masalah bisa diselesaikan dengan menghindar? Enggak bisa, masalah enggak bisa dihindari.
Walau Hafsa sadar bahwa masalah itu harus diselesaikan, dan is benci dengan orang yang menghindari masalah, ia masih sering melakukan kegiatan menghindari masalah. Bawaan sifat dari bapaknya mungkin?
"Lu kalau ngehindarin masalah terus menerus, lu berarti udah punya sifat yang lu benci. Nyadar nggak lu? Kalau udah jilat ludah lu sendiri?" tanya Jihan.
Hafsa seketika tertohok dengan fakta yang baru saja is dengar. Bener, dirinya telah masuk ke lingkaran setan kalau seperti ini.
Dulu is benci dengan sifat seperti itu, tetapi sekarang di telah memilikinya, "maaf."
"Loh ngapain maaf?" tanya Ela bingung dengan kata yang terlontar dari mulut Hafsa, "Kalau mau minta maaf sama diri lu sendirilah, ngapain sama kita berdua?"
"Yang kena kerugian kan diri lu sendiri, bukan gue ataupun Jihan."
"Lu kok tiba-tiba bisa ceramah panjang kali lebar kayak Jihan?" ucap tiba-tiba Hafsa dengan nada bingung.
"BODOLAH, lu kenapa malah salfok sama itu sih?" kesal Ela tak habis pikir.
Okay, Hafsa memang butuh asupan bercanda dikit, tapi ini sedikit menganggu keseriusan yang dibuat oleh Ela dengan sekuat tenaganya.
Alina 🦁
25-08-2024
TBCCuap-cuap author.
Hai guys, apa kabar?
Aku double up karena baru mendapatkan 3 serangan sekaligus yang bikin aku tantrum nggak karuan dari *PIP****, merayakan anniversary 8-th NCT Dream (•ө•)♡ dan juga merayakan hari kelahiranku hehe.
KAMU SEDANG MEMBACA
ambivalen (END)
Teen Fiction[⚠️NO COPAS!!] [HARAP FOLLOW SEBELUM BACA] Ketika Hafsa dan Loka bertemu lagi, perasaan yang tertinggal kembali memanas. Dari pertengkaran di parkiran kampus hingga kenangan manis masa lalu, mereka berdua harus menghadapi kenyataan bahwa perasaan la...