"Hai girls, lu tau enggak sih. Kayaknya Loka sama Hafsa makin renggang aja hubungannya. Gue rasa enggak bakal balikan," ucap Icha sembari meletakan tasnya ke kursi yang akan ia duduki.
"Heh, beneran Please, gue aja kemarin lihat Loka sama Hafsa kayaknya baru berantem. Bisa kali lu deketin dia lagi."
"Apalagi, rumor yang baru ramai di Twitter itu. Pastilah Loka jijik sama modelan yang murahan kek gitu."
"Bener, mending sama gue. Lu semua masih dukung gue buat ngejar Loka lagi?" tanya Icha memastikan.
"Sapa tau jodoh, kejar aja kali. Sebelum janur kuning melengkung tikung aja kalau bisa," jawab Dinda diakhiri dengan suara tertawa kecil.
"Setuju sih gue, sapa taukan? Mayan Cha, dia bos," sahut Tya ikut menanggapi.
"Kalau lu Sal? Mending gue kejar dia lagi atau enggak??" tanya Icha mencari dukungan ke tiga sahabatnya.
Walau tidak didukung pun sepertinya dia akan tetap nekat untuk mendekati Loka, karena siapa juga yang mau melepaskan manusia yang memiliki nilai plus di segala bidang?
"Daripada nanya mulu, noh samperin," ucap Salsa sembari menunjukkan keberadaan Loka dengan jari telunjuknya.
Icha menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh Salsa. Dia mendapati Loka sedang berjalan menuju ke perpustakaan.
"Gue keknya harus ngejar dia lagi," guman Icha dengan semburat merah di pipinya.
"Gue dukung dari sini," ucap Salsa.
"Semoga beruntung."
"Semoga enggak ada penganggu, " sahut Dinda.
Dengan tekad yang bulat, dirinya segera berlari kecil menuju ke gedung perpustakaan. Setelah memasuki perpustakaan, matanya segera mencari keberadaan Loka.
Dengan cepat, Icha telah menemukan keberadaan Loka yang sudah fokus dengan buku yang ada ditangannya, fokus gitu aja bikin gue nambah naksir.
"Hai, Loka. Lama enggak ngobrol, gimana kabarnya?" Icha mencoba untuk memulai percakapan dengan santai.
Loka, yang sedang duduk sambil membaca buku, mendongak dan melihat Icha. Wajahnya sedikit terkejut, tapi kemudian dia tersenyum sopan. "Oh, hai Icha. Gue baik, lu gimana?"
"Gue juga baik, gue mau nanya nih tentang tugas yang dikasih sama pak Eto. Lu udah selesai belum?"
Loka diam beberapa saat untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Icha, ia hanya sedikit bingung saja. "Bukannya itu udah tugas 2 Minggu yang lalu? Pasti semua udah pada selesai kan."
"Ah ... Berarti, itu apa itu tugasnya pak Harto. Maaf efek kurang tidur jadi lupa," jawab Icha sedikit kikuk karena modusnya hampir terbaca.
Sebelum sempat merespons, Hafsa muncul dari arah belakang rak-rak buku, tampak sedikit terburu-buru. Ia langsung melihat ke arah Loka dan Icha, dengan ekspresi sedikit terkejut saat melihat mereka.
"Ka, maaf banget. Gue boleh pinjam Cas laptop lu enggak? Ini beneran urgent banget gue lupa."
Loka, yang tidak menyangka Hafsa akan muncul, mengangguk cepat. "Iya, gue bawa. Tadi gue sempet ngecas laptop juga. Bentar."
Icha, yang sama sekali tidak menyangka kemunculan Hafsa, hanya bisa berdiri mematung. Dia mencoba untuk tetap tenang, tapi dalam hatinya, dia merasa sedikit terpojok. Hafsa melirik Icha sejenak sebelum kembali fokus ke Loka.
"Lu udah lama?" tanya Loka sembari menyerahkan Cas laptop miliknya.
"Gue udah di sini dari tadi, cuman tempatnya emang enggak kelihatan," kata Hafsa dengan nada tenang, seakan menjelaskan kenapa dia muncul tiba-tiba. "Gue lihat lu tadi masuk, tapi gue lagi enggak bisa ninggalin tempat kerjaan."
"Biasanya juga lu enggak mau ketemu sama gue, nggak usah ngasih alesan nggak bisa ninggalin atau apalah itu."
"Kalau enggak bisa, jangan maksain. Gue enggak mau, lu malah sakit hati bukannya bahagia," ucap Loka sembari memegang kepala Hafsa dengan gemas.
Hafsa yang kesal dengan serangan mendadak itu segara menatap Loka dengan galak, "Nggak usah aneh-aneh."
Icha berusaha untuk tersenyum, tapi tidak bisa menutupi perasaan canggung yang mulai muncul. "Gue enggak ganggu kalian, kan?" tanyanya, berusaha menjaga agar suaranya tetap ramah.
"Enggak kok, Cha. Gue sama Loka cuma ngobrol sebentar aja," jawab Hafsa.
"Gue duluan," ucap Hafsa meninggalkan mereka berdua.
Sebenarnya, Hafsa merasa sedikit ada rasa mengganjal didalam hatinya. Entah apa, tetapi ia enggan untuk mengakuinya.
Loka, yang merasa situasinya mulai tidak nyaman, mencoba mengalihkan pembicaraan. "Eh, Cha, lu tadi nanya tugasnya pak siapa?"
Icha menatap manik Loka dengan perasaan kesal bercampur dengan cemburu, "Nggak usah enggak jadi, gue tiba-tiba inget tugasnya. Kalau gitu gue balik dulu." Tanpa menunggu balasan, Icha cepat-cepat berpamitan dan pergi dari situ, meninggalkan Loka.
Icha keluar dari perpustakaan dengan langkah yang lebih berat dari sebelumnya, menyadari bahwa mungkin usahanya untuk mendekati Loka tidak akan semudah yang dia bayangkan apalagi ia melihat bahwa Loka masih mempunyai benih-benih cinta terhadap Hafsa.
Bagaimana mungkin dia bersaing dengan orang yang disukainya? Walau ia merasa ia adalah wanita yang paling worth it, untuk Loka Mahendra.
Alina 🦁
22-08-2024
TBCCuap-cuap Al
Hai guys, kayaknya ini udah tanda-tanda mau tamat hehe, doain enggak ada kendala yaw.
Kayaknya sekitar 30-35 untuk update
KAMU SEDANG MEMBACA
ambivalen (END)
Teen Fiction[⚠️NO COPAS!!] [HARAP FOLLOW SEBELUM BACA] Ketika Hafsa dan Loka bertemu lagi, perasaan yang tertinggal kembali memanas. Dari pertengkaran di parkiran kampus hingga kenangan manis masa lalu, mereka berdua harus menghadapi kenyataan bahwa perasaan la...