naskah

33 4 9
                                    

Hafsa kewalahan sekarang, hari ini benar-benar ada dua jadwal yang bertubrukan di satu hari. "Gue enggak bisa batalin, apalagi info dadakan yang dikasih tau sama Kak Tara."

"Gue butuh dua-duanya sekarang, apa gue chat buat maju jadwalnya?" tanya Hafsa bingung dengan situasi yang ia hadapi.

Hafsa segera menyambar Handphone miliknya dan segera mencari kontak bernama kak Tara.

Hafsa
Kak, boleh buat maju jadwal] ketemunya?
Atau boleh dimundurkan jadwalnya?]

Kak Tara
[Kalau maju mau sekarang?
[Kalau sekarang, Dateng sekarang di Berry Bliss Cafe

Hafsa menggenggam benda pipih itu dengan kuat, apakah dirinya tidak bisa menghindar untuk bertemu dengan Loka?

Walau presentase bertemu Loka itu tidak 100% tetapi jika berada di tempat milik Loka sama saja menyerahkan diri untuk diterkam bukan?

Walau memang sedikit berat untuk mengiyakan, Hafsa segers menjawab pesan kak Tara dan segera bersiap-siap untuk konsultasi atas naskah yang akan naik cetak.

Hafsa
Ok kak, tunggu sekitar 10 menit

Ia segera bersiap-siap secepat kilat dan membawa beberapa perlengkapan seperti laptop, charging, dan beberapa lembar kertas yang berisi kepentingan naskah.

Sesampainya ia di Berry Bliss Cafe, ia segera mencari keberadaan Tara yang sudah duduk di dekat akuarium ikan.

"Maaf kak, agak telat dikit."

"Santai aja Sa, maaf juga ngasih taunya agak mendadak," ucap Tara dengan senyum lebarnya.

Hafsa tersenyum, "Nggak apa-apa kak, lebih baik cepat selesai daripada berlarut-larut."

Mereka mulai membahas naskah dan revisi yang perlu dilakukan. Hafsa berusaha fokus meski pikirannya sesekali melayang pada kemungkinan bertemu Loka.

Loka yang berada di bar memperhatikan Hafsa dan seorang laki-laki dari kejauhan. Ia merasa ada yang aneh dengan pertemuan itu. Siapa laki-laki ini? pikirnya.

Loka mengambil inisiatif untuk mendekati barista yang sedang bertugas. "Den, lo tau siapa laki-laki yang sama Hafsa itu?" tanyanya sambil menunjuk ke arah meja yang diduduki oleh Hafsa.

Aden menggeleng kepalanya tanda tak mengetahui, "Paling-paling juga temen kuliahnya. Takut ke-embat kah?" tanya Aden bercanda.

"Potong gaji."

"Santai wey, cuman bercanda. Kayak sama siapa aja."

Loka tak mempedulikan ucapan Aden dan segera pergi menuju ke belakang. Walau tindakannya seperti orang yang bodo amat dengan keadaan Hafsa.

Ia sekarang masih curiga dengan pertemuan itu, karena ia baru pertama kali melihat Hafsa begitu serius melihat interaksi dengan seorang laki-laki, apalagi Hafsa bertemu di tempat umum.

Sementara itu, di meja Hafsa dan Tara, diskusi mereka semakin intens. Hafsa memperhatikan setiap detail yang disampaikan Kak Tara, berusaha menyerap semua informasi yang disampaikan.

"Sa, gue rasa ini bagian yang paling penting buat revisi. Kalau bagian ini bisa diubah, naskah lu bakal lebih kuat," kata Tara sambil menunjukkan beberapa catatan di kertasnya.

Hafsa mengangguk, "Oke kak, gue akan kerjain itu secepatnya. Makasih banget udah nyempatin waktu."

Setelah diskusi selesai, Tara berpamitan. "Gue harus balik ke kantor, Sa. Kalau ada yang perlu ditanyakan lagi, langsung chat aja. Sebisa mungkin nanti langsung gue bales kalau enggak sibuk."

"Ok kak, makasih."

Hafsa menghela napas lega setelah Kak Tara pergi. Ia merapikan barang-barangnya dan bersiap untuk pulang. Namun, sebelum ia bisa bangkit dari kursi, Loka tiba-tiba muncul di depannya lagi.

"Sa, lo kelihatan serius banget tadi. Siapa cowok itu?" tanya Loka dengan nada yang agak curiga.

Hafsa tersenyum tipis. "Itu Kak Tara, editor naskah gue. Kita cuma diskusi soal revisi naskah yang bakal naik cetak."

"Emang kenapa sih? Lu selalu tanya gitu kalau gue deket sama cowok."

"Gue tekankan sekali lagi ya, kita itu udah p-u-t-u-s putus," jelas Hafsa.

Loka menatap manik mata Hafsa dengan rasa bersalah, "Maaf."

"Gue mau ngajar les, jangan halangin jalan gue," ucap Hafsa kesal dan segera beranjak pergi.

Loka menatap Hafsa pergi dengan perasaan campur aduk. Ia berharap bisa lebih memahami apa yang terjadi dalam hidup Hafsa sekarang.

Setelah Hafsa pergi dari Berry Bliss Cafe, ia langsung menuju tempat les di mana anak-anak SD sudah menunggunya untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Mengajar anak-anak selalu menjadi salah satu hal yang paling dinikmati Hafsa, karena bisa memberikan energi positif dan rasa bahagia yang tulus.

Pekerjaan samping ini adalah kerjasama dengan teman satu fakultas. Di les ini mereka akan mendapatkan pembelajaran berupa Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan Bahasa Inggris.

Sesampainya di tempat les, Hafsa melihat anak-anak sudah duduk rapi di kelas. Mereka langsung menyapa Hafsa dengan riang.

"Bu Hafsa!!" teriak mereka serempak setelah mereka melihat keberadaan Hafsa yang telah datang.

"Udah siap buat belajar bahasa Indonesia?" tanya Hafsa dengan senyum lebar.

"Siap!" jawab anak-anak dengan semangat

Hafsa memulai pelajaran dengan menjelaskan tentang kalimat aktif dan kalimat pasif. Ia menggunakan metode interaktif yang membuat anak-anak aktif berpartisipasi.

"Oke, siapa yang bisa buat menjelaskan kembali apa yang dimaksud dengan kalimat aktif?" tanya Hafsa.

"Aku bu,Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya melakukan tindakan," ucap Keisya sembari mengacungkan tangannya.

"Betul sekali, Keisya, Contohnya, 'Ibu memasak nasi.' Ibu adalah subjek yang melakukan tindakan memasak," jelas Hafsa. "Sekarang, siapa yang bisa kasih contoh kalimat aktif lainnya?"

"Silahkan ambil spidol yang ada di atas meja dan tulis di papan tulis, jangan berebutan!"

Pelajaran berlangsung dengan sangat menyenangkan. Hafsa merasa senang melihat anak-anak antusias dan aktif berpartisipasi. Ia juga memberikan permainan edukatif yang membuat anak-anak belajar dengan cara yang menyenangkan.

Alina 🦁
13-08-2024
TBC

ambivalen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang