jemput

13 3 3
                                    

Sudah sekitar satu jam lamanya Hafsa mengobrak-abrik isi lemari hanya untuk mencari baju yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan Loka. Entah mengapa ia merasa tak ada satupun pakaian yang cocok.

"Ini gimana?" tanya Hafsa kepalang pusing.

"Gue heran, kenapa gue harus pusing-pusing nyari outfit sih?"

"Tapi emang ngga ada yang cocok!" kesal Hafsa.

Semakin lama semakin bingung saja dirinya dengan segala bentuk keresahan yang muncul hanya karena akan pergi bersama dengan mantan kekasih. Padahal hanya mantan kekasih, mengapa Hafsa begitu serius untuk menampilkan hal yang paling sempurna di mata Loka?

Ah, Hafsa saja begitu heran apalagi orang yang mendengarnya. Jika kisah ini terdengar di khalayak ramai, sudah dipastikan Hafsa akan banyak menerima cemoohan karena sedari tadi ia tak sadar bahwasanya sikapnya mencerminkan rasa suka terhadap Loka Mahendra.

"Gue pake ini aja deh, serah dia mau bilang apaan," kesal Hafsa dan segera bersiap untuk mandi.

Pakaian yang akan ia kenakan adalah mini dress warna moca, yang dipadukan sepatu slop berwarna hitam legam.

✧*‌˚🍓*‌˚✧

Loka telah sampai di kos Hafsa sekitar 30 menit yang lalu, tetapi dirinya tak langsung mencari keberadaan Hafsa. Karena menurutnya, Hafsa pasti sedang bersiap dan toh budhe Imah sedang mengajak Loka membahas topik yang tak ada habisnya itu.

"Mas, mbok kamu tuh kasih tau si Galang. Suruh jurusan yang cocok bukan cuman nuruti gengsi biar enggak kalah saing sama temenya itu."

"Udah dikasih tau sama mbaknya, tapi ngeyelnya minta ampun. Padahal udah di ancem ngalor ngidul* biar nurut."

*Ngalor ngidul: Utara selatan (kayak jelasin kalau kesana-kemari, sana-sini)

"Dikasih tau pelan-pelan coba budhe, kasih tau dampak negatifnya apa, dampak positifnya apa. Biar si Galang itu paham konsekuensinya kalau ngikut standar hidup orang lain itu enggak ada bagusnya."

"Atau coba nanti Aku kasih tau langsung pas ketemu," ucap Loka sembari tersenyum.

Imah menepuk-nepuk pundak Loka dengan gemas, "Heran aku sama Nilam, kok bisa ngelahirin anak laki-laki yang baiknya minta ampun kayak gini. Budhe aja punya anak laki-laki ngurusinnya bikin pusing tujuh keliling, untung punya anak perempuan yang mudah di atur."

Loka terkekeh kecil mendengarnya,
"Budhe, si Galang itu sebenernya nurut, cuma ya ada masanya dia pengin buktikan diri," jelas Loka, mencoba menenangkan.

Budhe Imah mendengus kecil, "Iya, iya... tapi kalau kelamaan buktiin diri terus, kapan nurutnya? Tapi ya sudahlah."

"Kamu Dateng kesini mau ketemu Hafsa malah tak curhatin panjang lebar."

"Loh kok budhe tau?" tanya Loka bingung.

"Ya gimana ngga tau, bajumu aja rapi betul kayak orang mau kondangan. Emang mau kemana sih kalian berdua?" tanya Imah.

"Mau ke alun-alun sih, rencananya. Nggak tau nanti berubah atau engga."

"Oh, ke alun-alun tho? Wah, bagus itu. Si Hafsa juga sering banget di kamar jarang keluar, makanya suka kelihatan suntuk," jawab Imah sembari menyeka tangannya dengan kain lap yang digantung di bahunya. "Kamu sabar aja ya sama dia, Hafsa itu anaknya baik, tapi kalau udah terluka, butuh waktu buat sembuh."

"Aman budhe, udah aku handle," ucap Loka mengacungkan ibu jarinya.

Budhe Imah tersenyum lebar, "Ya udah, kamu tunggu bentar di sini, Hafsa pasti sebentar lagi keluar. Jangan buru-buru ya, dia pasti lagi siap-siap."

Budhe Imah tersenyum lebar, "Ya udah, kamu tunggu bentar di sini, Hafsa pasti sebentar lagi keluar. Jangan buru-buru ya, dia pasti lagi siap-siap."

Saat Loka hendak menjawab, suara pintu kamar Hafsa terbuka. Hafsa keluar dari kamar kosnya, terlihat masih sedikit gugup, tapi sudah lebih tenang. Mata mereka bertemu sebentar, dan Loka menatapnya dengan senyum tipis.

"Bu, aku pergi dulu," pamit Hafsa bersalaman dengan pemilik kos dengan sopan.

"Aku juga budhe," sahut Loka.

"Kamu berdua ini bikin inget masa-masa dulu pacaran, yaudah sana pergi nanti keburu malem. Oh iya, hati-hati, jangan ngebut. Kalau loka ngebut jewer aja kupingnya!"

Hafsa seketika tertawa, "siap, nanti aku jewer sampe merah Bu."

Loka menatap wajah Hafsa dengan gemas, ternyata tawanya, senyumnya, sorot matanya, masih sama.

"Jahat betul lah budak satu ini," sahut Loka gemas.

"Biar wlee, yang penting nyakitin kelihatan ngga diem-diem nusuk dari belakang."

"Duh, nyindir siapa?"

"Nggak tau sih, cuman pas aja kalimatnya, jadi gue ucapin," jawab Hafsa.

Alina 🦁
26-10-2024
TBC

ambivalen (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang