Bab III

42 32 1
                                    

Ricky yang kebingungan pun memasuki ruangan Cirion. Dengan suara yang bergetar, dia berkata, "A-ada apa Tuan Besar?"

"Semalam kamu bertemu Lyra kan? Apa yang terjadi dengan Lyra? Kenapa dia bisa seperti ini?" tanya Cirion sembari berjalan ke arah sofa.

Ricky tampak bingung dan takut untuk menjelaskan kejadian tadi malam. "I-iya Tuan. Saya bersama Tuan Lyra tadi malam ..."

Lyra menyela dengan suaranya yang gemetar.

"Dia adalah Fin, temanku. Dia... dia tewas." Air matanya mengalir deras. "Kami diserang oleh Cerberus di hutan Dreywood. Aku mencoba melindunginya, tapi pedangku patah."

Sisilia dan Cirion saling pandang, wajah mereka penuh dengan kesedihan dan kecurigaan.

"Bagaimana bisa pedangmu patah? Bukankah pedangmu adalah pedang khusus?" tanya Sisilia dengan wajah yang curiga.

"Saat itu aku tidak membawa pedang khususku, aku hanya membawa pedang biasa. Karena, pikirku kita hanya pergi untuk memetik tanaman langka, yang letaknya pun jauh dari wilayah Cerberus," jelas Lyra.

Lyra melanjutkan, "Saat kami sedang bersembunyi, Fin bercerita padaku bahwa dia pernah bertemu dengan seseorang yang mencurigakan. Orang itu memakai jubah hitam dan bertudung, sehingga malam itu, Fin sulit melihat wajahnya. Hanya saja tiba-tiba dia tersenyum kepada Fin dengan senyum yang membuat Fin takut."

"Ma-malam itu saya melihat Tuan Lyra membawa benda aneh yang berdarah, tapi saya tidak tahu apa itu," kata Ricky dengan gugup.

"Apakah itu benar?" tanya Cirion kepada Lyra "Ricky, bisakah kamu mengambilkan benda tersebut?"

"Itu ada di meja kamarku, Ricky. Kamu bisa mengambilnya," kata Lyra.

Ricky pun bergegas mengambil benda tersebut dan meletakkannya di ruangan Cirion. Cirion memberikan isyarat kepada Ricky untuk keluar dari ruangannya.

"Lengan?! I-ini lengan siapa, Lyra?" tanya Sisilia terkejut, matanya membulat menatap lengan yang terpotong itu.

"Ini lengan Fin. Hanya ini yang tersisa dari Fin," jawab Lyra, suaranya bergetar. Air mata mulai mengalir di pipinya.

Sisilia meraih lengan itu dengan hati-hati, mengamati setiap inci kulit yang pucat dan dingin. "Jadi, itu benar?" gumamnya.

"Apanya yang benar?" tanya Lyra.

"Ah, tidak. Maksudku apa yang kamu ceritakan tadi sama persis dengan yang orang-orang katakan." Suaranya berbisik, penuh ketakutan. "Mereka berkata bahwa sebelum terjadi pembunuhan atau kasus kematian yang tidak wajar, pasti sehari sebelumnya atau malam-malam sebelumnya mereka bertemu dengan orang yang memakai jubah serba hitam dan menampakkan senyum yang mengerikan. Apakah ini hanya kebetulan?" sambungnya.

"Sebenarnya, aku tidak peduli dan kematian Fin juga tidak ada hubungannya dengan penyihir itu. Bisakah aku pergi sekarang? Masih ada yang harus aku lakukan di kamarku," kata Lyra sambil mencoba melarikan diri.

"Kamu mau ke mana, bocah?" Sisilia menarik baju Lyra untuk menahannya agar tidak pergi. "Kamu harus membantu kami." Sisilia masih menarik baju Lyra dan membawanya keluar ruangan.

Raut wajah Lyra terlihat enggan untuk pergi. "Ah, aku tidak mau pergi. Tolonglah aku, siapa pun!" kata Lyra merengek.

"Berhenti merengek, bocah bodoh. Sekarang waktunya kamu menggunakan kemampuanmu untuk membantuku!" kata Sisilia sambil mengepalkan tangannya ke atas.

Lyra dan Sisilia pun pergi dari rumah Lyra menuju pusat kota. Ternyata di sana banyak sekali prajurit Kerajaan.

"Begini ya, Sisilia, bisakah kamu berhenti menarik bajuku?" tanya Lyra dengan raut wajah yang datar.

THE HORRIBLE SMILE (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang