[OP] Graduation

114 9 12
                                    

[Mei - Juni 2019]

Suara ambulans memecah derasnya suara hujan yang mengguyur malam itu. Meski sudah hampir pukul sebelas malam, jalanan Jakarta masih cukup padat di Sabtu malam. Di dalam ambulans yang berjibaku sampai ke rumah sakit terdekat, Hezki tak henti-hentinya berteriak di samping telinga Robin.

"Robin, gue bersumpah nggak akan maafin lo kalau lo kenapa-napa!"

Hezki sudah hampir mengguncang Robin karena kesal cowok itu tak merespons, tapi dicegah oleh paramedis yang mendampingi. Hezki sendiri lupa kalau bajunya masih basah karena menerjang hujan sampai-sampai petugas ambulans lainnya memberinya selimut untuk menghangatkan diri. Sesekali paramedis di samping Robin, mengecek denyut nadi dan suhu badan Robin, membuat Hezki gelisah.

Robin terbaring di strecther dengan wajah pucat berkeringat hebat. Berkali-kali keringatnya diseka oleh paramedis, tapi dia dengan cepat kembali berkeringat. Bibirnya membiru dan napasnya pendek-pendek. Melihat kondisi Robin yang memburuk dengan cepat, paramedis segera memasang selang oksigen untuk membantu Robin bernapas.

"Suhunya hampir empat puluh derajat," ujar salah satu petugas setelah mengarahkan termogun ke dahi Robin. "Seharusnya lima sampai sepuluh menit lagi kita sampai."

"Temen saya bakal baik-baik aja kan?" tanya Hezki, mulai frustasi.

Kedua paramedis yang menemani Robin hanya bisa saling memandang. Namun, menit berikutnya pertanyaan Hezki terjawab langsung. Tubuh Robin mengejang hebat sampai membuat Hezki syok.

"Kenapa dia!" seru Hezki ketakutan. Seumur hidupnya kali ini dia baru mengalami ketakutan yang luar biasa mengerikan. "Robin kenapa lo!" teriaknya lagi. Air matanya sudah hampir menetes karena syok.

Kedua paramedis segera melakukan pertolongan pertama dan menyuntikkan obat. Mata Robin terbuka ketika tubuhnya tidak lagi kejang hebat. Bibirnya yang sudah membiru itu bergerak pelan. Suara halus keluar dari mulut Robin yang sekarat. Tangan Robin yang masih bergetar berusaha mengarah ke Hezki yang mundur karena syok, tetapi tangan itu tidak pernah sampai menyentuh tubuh Hezki.

"Long live, Hezkiel ...."

Bersamaan dengan keluarnya busa dari mulut Robin, mata cowok itu tertutup perlahan. Tangannya jatuh menggelantung. Hezki ternganga oleh kejadian yang sangat singkat barusan. Ketika paramedis sibuk melakukan pertolongan pada Robin termasuk memasang alat kejut jantung, yang bisa dilakukan Hezki hanya terduduk dengan kelima inderanya yang mendadak lumpuh.

Tiba-tiba dunia terdengar sunyi bagi Hezki, matanya hanya menangkap sosok Robin dalam warna hitam dan putih, dan semua kejadian di depannya bergerak dalam tempo yang dilambatkan tiga kali. Sampai gema suara Robin menyebut namanya tiba-tiba memenuhi kepalanya, Hezki segera mengisi paru-parunya dengan oksigen secara brutal. Dia sempat lupa bernapas.

Suara alat monitor jantung yang berbunyi sangat berisik di telinga Hezki membuatnya sadar akan satu hal. Rupanya ambulans telah berhenti di halaman rumah sakit dan pintu belakang dibuka dengan suara keras. Strecther Robin dengan sigap dibawa turun dan itu terakhir kalinya Hezki melihat Robin.

"Robin Prastya Budi."

Hezki mengerjap. Kepalanya mendadak pusing. Barusan sekelebat ingatan atas kejadian bulan lalu membuatnya melamun. Hezki menatap ke arah panggung ketika ayah Robin berjalan dengan senyum terulas di wajahnya. Keriput di sekitar mata lelaki itu membuatnya terlihat lebih tua dari umurnya. Ayah Robin membawa pigura berisi foto Robin yang tersenyum simpul di tangan kirinya.

"Bapak Karya Budi mewakili Saudara Robin untuk mengambil ijazah kelulusannya. Saudara Robin meninggal pada tanggal 13 Mei 2019 telah dinyatakan lulus dengan predikat 'With Highest Praise' dan nilai ijazah 97."

Suara pembawa acara membuat Hezki menatap nanar wajah tegar ayah Robin ketika diberi selamat oleh Kepala Sekolah dan Ketua Yayasan SMA Angkasa Wisesa. Hezki menunduk, tak kuasa menahan harunya melihat ayah Robin mengangkat tinggi-tinggi ijazah kelulusan anaknya dan seluruh aula memberikan sorakan yang luar biasa untuk menghormati Robin.

"Robin! Robin! Robin!" Seruan teman-teman yang merasa dibantu oleh Robin selama ini menggema di aula itu selama beberapa saat sampai ayah Robin turun dari panggung.

Saat itu, Hezki merasa seseorang sedang memperhatikannya dan dia tahu siapa itu. Namun, Hezki tak membalas tatapan temannya itu karena sakit hatinya tak bisa menyaksikan kelulusan Robin membuatnya enggan bersosialisasi dengan orang lain di hari itu.

Selepas acara wisuda, Hezki menghampiri keluarganya sendiri untuk berfoto bersama di tempat yang disediakan sekolah. Hezki bahkan tak berani menghampiri orang tua Robin yang datang bersama seorang anak lelaki yang sepertinya saudara Robin, karena Robin sendiri setahu Hezki adalah anak tunggal. Hezki tak bisa membayangkan bagaimana perasaan kedua orang tua Robin, apalagi dia adalah saksi terakhir sebelum kematian Robin.

"Hezki–"

Seseorang memanggil namanya dengan sangat pelan dan Hezki tahu siapa orang itu. Namun, dia memilih melangkah pulang tanpa menoleh. Di hari itu, Hezki memutuskan berjalan sendirian.

***


𝖆𝖚𝖙𝖍𝖔𝖗'𝖘 𝖓𝖔𝖙𝖊

Haiiii long time no see!
Kali ini saya kembali dengan cerita tentang Hezki
Yap, bagi kamu pembaca TRAPPED pasti tahu siapa HEZKIEL GLAVINO!
iya, dia kakaknya Miria xixi

Ternyata kehidupan Hezki tuh nggak seenak yang disangka Miria lho
Apalagi cerita-cerita tentang Kelas A+ zaman Hezki sekolah tuh lebih kacau dari zamannya Keysia dan Olin~

Yang penasaran sama kehidupan masa lalu Hezki, jangan lupa follow dulu biar tahu kapan update! xixixi

Tayang setiap MINGGU DAN RABU!!!!! Jam 8 malam!

pou'ʇ ɟoɹƃǝʇ ʎonɹ dɐsʇ
🆁🅰🅽🅸🅴🆅🅰

LIES BEHIND USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang