Ch. 4 - Bertemu

39 9 1
                                    

9 tahun berlalu.

Usiaku kini menginjak 14 tahun. Sesuai ucapanku dulu, aku hidup sendiri. Menghidupi diri dengan menjadi seorang pencuri.

Kelincahan dan kegesitanku membuat para petugas polisi juga pahlawan kewalahan mengejar. Aku sangat puas. Dengan cara itu aku berhasil bertahan hidup.

9 tahun ini aku berlatih keras. Mengingat semua latihan neraka yang sudah kulalui di kehidupan yang lalu. Hasilnya sudah terlihat. Aku sudah mampu menguasai kekuatanku.

Aku masih belum bertemu dengan tiga penjahat ataupun pahlawan yang terlibat kasus ibu. Jadi, aku hanya bisa bermain dengan para penjahat lain yang memang pantas untuk dihukum mati.

Menurut versiku.

Dan kini, aku terbang dengan hoverboard anginku. Salah satu kemajuan dari quirk yang aku miliki. Dari atas, aku mengawasi salah satu gedung yang kucurigai sebagai markas yakuza sekaligus penyekapan manusia di bawah umur.

"Aku akan membunuh kalian semua, hama menjijikan," ucapku lantang.

Tanpa pikir panjang aku menerobos melalui dinding samping. Merobohkannya dengan satu kali pukul. Kekuatan fisikku juga kutingkatkan. Mengingat elemen tanahku yang memengaruhi kekuatan fisik. Semuanya harus dipersiapkan dengan matang.

"Halo, brengsek," aku menyapa tiga anggota yakuza menjijikan. Mereka sudah berumur lumayan tua.

"Gelombang air, pembekuan," aku menyerang mereka menggunakan elemen air. Saat mereka terperangkap, aku langsung memenjarakan mereka dengan membekukan air itu.

"Hancur,"

PRANG!!

Es itu hancur bersamaan dengan tubuh manusia di dalamnya. Darah menciprat ke mana-mana. Dan ada yang mengenai wajahku juga.

"Menyenangkan"

Aku melangkah ringan. Tidak ingin buru-buru. Bermain-main seperti ini justru membuatku sangat puas.

"Hoy! Siapa kau?! Berani sekali menyusup ke tempat kami!"

Mangsa baru.

Ada lima orang yang datang dari lorong sebelah kanan. Aku menyeringai ke arah mereka. Insting pembunuh mereka juga aktif, kurasa. Mereka langsung siaga dan menyerangku.

Tak akan kubiarkan.

"Tusukan duri beracun!"

Menggunakan elemen tumbuhan, aku menusuk kelima orang itu seperti sate, tepat di bagian jantung. Mereka langsung mati di tempat.

Cepat dan senyap, layaknya bayangan.

"Yah, karena itulah nama vigilante-ku adalah Shadow," tawaku menggelegar.

Tawa khas Shadow mengudara. Para penjahat menganggap tawaku sebagai nyanyian kematian. Tapi, bagi para sandera, tawaku bagaikan nyanyian dari surga.

Kakiku menyusuri lorong. Kala melihat gerombolan Yakuza semakin banyak, aku langsung membakar mereka menggunakan api penyucian.

Api penyucian, yah itu hanya sebutan. Itu adalah elemen api yang berhasil kutingkatkan ke tahap maksimal. Api putih yang membakar para Yakuza hidup-hidup. Jauh lebih panas dari api biru.

"Matilah kalian semua," gumamku.

Langkahku membawaku ke bagian penjara bawah tanah. Mataku semakin menajam kala menangkap pemandangan yang membuatku geram bukan main.

Mereka merantai anak-anak usia dini secara tak manusiawi. Bahkan, ada yang terluka parah, namun hanya dibiarkan.

Para bedebah sialan.

My Second Life | Anime WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang