Ch. 12 - USJ

16 3 0
                                    

"Untuk latihan dasar kepahlawanan hari ini akan diawasi olehku, All Might dan satu orang lagi," itulah yang dikatakan Aizawa. Aku menopang dagu sambil menatap tak minat.

Tentu saja, tak minat!

Aku tidak pernah ingin jadi pahlawan, tapi aku tidak punya pilihan. Andai dulu tidak diancam akan dikirim ke Tartarus, aku pasti sudah menghabisi lebih banyak penjahat sekarang.

"Kapal karam, bencana dan hal semacamnya. Kalian akan melakukan latihan penyelamatan," sambung Aizawa alias si Tukang Ngantuk.

Malas sekali aku mendengar penjelasan itu. Kenapa tidak langsung terjun ke lapangan saja? Aku sudah sangat bosan di sini.

Aizawa juga mengatakan kalau kami bisa memilih untuk memakai kostum pahlawan kami atau tidak. Aku memutuskan untuk hanya memakai baju olahraga sekolah. Aku malas mengenakan kostumku saat ini.

Berada di lapangan, semua orang sangat semangat. Diantara para siswa hanya aku dan si brokoli yang memakai pakaian olahraga.

"Teman-teman! Ayo bentuk dua baris sesuai absen untuk memudahkan naik ke bis!" aku memutar bola mata malas.

"Merepotkan," gumamku pelan.

Setelah naik bis, ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi si mata empat itu.

Ck, ck, ck. Kasihan sekali.

Baru saja aku akan duduk, Todoroki membawaku duduk di sampingnya. Aku menatap pemuda setengah ini heran.

"Kau kenapa sih, setengah-setengah?" aku bertanya sambil mengangkat satu alis keheranan. Anak itu hanya menatapku tanpa membalas.

Boleh tidak aku bakar dia?

Dengkusan kasar keluar dariku. Ingin duduk di tempat lain pun tidak bisa karena si setengah ini memegang tanganku erat. Dia tertarik padaku kah?

Oke, itu berlebihan.

"Kalau membicarakan quirk yang hebat itu pasti Todoroki, Bakugo dan Azura," aku menolehkan kepala ke arah Kirishima.

"Bakugo selalu emosi, jadi dia tidak akan populer," Tsuyu menyahut. Aku menggigit bibir, menahan tawa. Apalagi melihat reaksi Bakugo yang langsung meledak setelah Tsuyu mengatakan itu.

"Quirk dan sifatnya sangat sama. Sama-sama meledak," timpalku pelan. 

Akhirnya, yang lain ikut mengomentari sikap Bakugo yang sudah terkenal akan emosinya.

"Sudah sampai. Berhenti bercanda," Aizawa menengahi. Tak lama, bis pun berhenti. Aku berjalan bersisian dengan Todoroki. Untungnya tanganku sudah dilepas olehnya.

"Aku sudah menunggu kalian," dia, pahlawan luar angkasa, No. 13.

"Baiklah, mari langsung masuk," kami memasuki bangunan di depan kami. Ada banyak sekali zona bencana di sana. Beberapa di antaranya ada zona kebakaran, puting beliung, longsor dan lainnya.

No. 13 juga menjelaskan kalau tempat itu dibangun olehnya dan dinamai Unit Simulasi Juara atau bisa disingkat USJ. Yah, memang sangat cocok dengan tempatnya yang terlihat sangat realistis. Di dimensiku dulu, teknologi tidak secanggih di sini. Jadi, aku terkesima dengan teknologi yang ada di sini.

Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Ada beberapa energi negatif yang sedikit demi sedikit membesar. Entah mengapa, perasaanku sangatlah tidak enak. Padahal aku tidak merasakannya di bis.

"Hey, Shoto," aku memanggilnya pelan. Kulihat dia menolehkan kepala sedikit ke arahku dengan mata yang terkejut, walau tidak kentara sih.

"Apa?"

Aku mendekatkan diri padanya dan berbisik pelan, "Sepertinya akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Kurasa ini ada hubungannya dengan kejadian pembobolan gerbang hari lalu."

Todoroki berdeham pelan. Entah itu artinya dia percaya atau tidak. Aku melanjutkan perkataanku, "Jika sesuatu memang terjadi, kita harus bertindak. Usahakanlah untuk tidak terluka, Shoto."

Baru saja mulutku tertutup, percikan listrik terlihat dari lampu-lampu yang menempel di dinding. Air mancur juga seolah mengalami mal-fungsi.

Sedikit demi sedikit, lubang berwarna hitam muncul. Aizawa melirik ke belakang dan ekspresinya langsung mengeras.

"Dugaanmu benar, Azura," Todoroki membisik pelan di telingaku.

Aku langsung memasang sikap waspada. Kuda-kuda sudah kupasang sempurna. Tinggal menunggu waktu tepat untuk menyerang musuh.

"No. 13, lindungi para siswa!" perintah Aizawa. Mataku menatapnya dengan sulit.

Apa dia akan mengambil panggung sendirian?

Dari lubang hitam itu muncul banyak sekali orang-tidak mereka adalah penjahat. Aizawa bersiap, memasang kacamata khasnya.

"No. 13 dan Eraserhead, ya? Bukankah All Might seharusnya ada di sini juga? Mata-mata melaporkan kalau All Might juga akan ada, ya?" tubuhku menegang.

Target mereka All Might? Lalu, mata-mata? Apa maksudnya? Apa jangan-jangan ada orang berkhianat di antara murid dan guru di U.A?

Keningku mengernyit heran. Mataku menatap tajam para bajingan di hadapanku.

"Sensei, apa yang terjadi dengan sensornya?" Yaoyorozu bertanya.

"Tentu saja bekerja, tapi...," No. 13 menggantungkan kalimatnya.

"Apa mereka hanya muncul di sini? Jika sensornya berkerja dengan baik, berarti ada orang yang memiliki quirk untuk mengacaukan sensornya. Mereka memang penjahat, tapi mereka tidak bodoh. Semua ini dipersiapkan dengan matang dan memiliki tujuan tertentu," ucap Todoroki.

Aku memandang pemuda itu. Ternyata dia juga pintar, ya? Kukira dia hanya dikaruniai quirk dan paras tampan saja. Tak kusangka otaknya juga tajam.

Aizawa maju ke arah depan, "No. 13 mulai evakuasinya. Cobalah hubungi sekolah. Kaminari, kau juga cobalah untuk menghubungi sekolah."

"Lalu, bagaimana denganmu, Sensei? Walaupun punya quirk penghapus tapi gaya bertarung Eraserhead adalah menangkapnya dulu. Mustahil menghadapi musuh banyak dengan pertarungan jarak dekat," eh? Apa yang dikatakan si brokoli? Apa itu benar? Dia tak akan bisa menangani musuh sebanyak itu?

Aku menatap Aizawa dengan pandangan khawatir dan menuntut penjelasan. Dia hanya menatap datar seperti biasanya, "Untuk menjadi pahlawan, dibutuhkan banyak gaya bertarung." Setelahnya, dia melesat begitu saja. Meninggalkan kami bersama No. 13.

Sialan! Apa dia meremehkan kemampuan hebatku?!

Wajahku semakin tertekuk. Alisku mengerut tidak suka. Amarah mulai menggeliat di hatiku. Tanganku terkepal dengan erat. Rahangku mengeras.

Beberapa saat, Aizawa sangat lihai menghadapi lawan. Tapi, aku tetap merasa tidak bisa membiarkannya sendiri. Sinyal bahaya masih berbunyi di kepalaku. Seolah, mengatakan ada sesuatu yang jauh lebih berbahaya akan datang.

Lagi, Todoroki menggeretku. Dia membawaku pergi bersama yang lainnya. Aku masih menatap pertarungan Aizawa di sana. Tidak kualihkan sedikitpun. Aku tidak ingin meninggalkannya. Tidak lagi, kumohon.

Tapi, sosok penjahat lain muncul dan menghadang, "Salam kenal. Kami adalah League of Villain. Mungkin kami sudah lancang mengundang diri kami memasuki rumah pahlawan U.A. untuk membuat Simbol Perdamaian, All Might menarik napas terakhirnya. Menurut informasi, All Might seharusnya ada di sini. Yah, tapi bagaimanapun, ini giliranku bermain."

Semua berlalu terlalu cepat. Sebelum bisa bereaksi, Bakugo dan Kirishima maju untuk menyerang. Sayang sekali, serangan mereka tidak berefek. Akibatnya, si penjahat menyebarkan quirknya untuk memisahkan kami.

Aku juga terlempar cukup jauh. Terpisah dari yang lainnya. Bahkan, dari Todoroki yang dari tadi menggenggam tanganku dengan erat. Punggungku menghantam tanah cukup kuat. Rasa nyeri menjalar di punggungku.

"Hm? Ini, aku di zona mana?"

***

My Second Life | Anime WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang