Seminggu berlalu sejak aku menjalani ujian masuk dan menangis di pelukan ayah. Aku mengakuinya sekarang. Dia memang cocok sebagai figur ayah yang tegas dan hangat.
Sejak hari itu, hubunganku dengan Aizawa membaik. Selayaknya anak dan ayah. Entah bagaimana dan siapa yang memulai, semuanya terjadi sangat cepat. Dia juga semakin memberikan perhatian padaku. Memberikan kasih sayang yang memang masih kubutuhkan.
"Kau sudah menyiapkan semua keperluanmu, bocah?" tanya ayah saat aku memakai sepatuku.
Aku mengangguk, "Tentu sudah, Tukang Ngantuk. Semuanya sudah ada di tasku!"
'Bocah' dan 'Tukang Ngantuk'. Itu adalah panggilan yang sudah melekat dan tidak akan hilang.
Ayah juga sudah siap untuk berangkat. Kami memutuskan pergi bersama. Entah apa reaksi orang-orang, tapi siapa peduli?
Aku dan Aizawa adalah orang yang tidak peduli pada pandangan lingkungan sekitar terhadap masalah pribadi. Jadi, tidak perlu dipikirkan.
Aku menyusuri koridor bangunan U.A. Sial, tempat ini sangat luas. Menyesal rasanya setelah menolak tawaran dari ayah untuk mengantarku ke kelas.
Aku jadi teringat kala mendapat surat dari U.A seminggu yang lalu.
"Azura, surat dari U.A sudah datang," ayah datang ke kamarku sembari menyodorkan surat dari sekolah.
"Tousan mau melihatnya juga?" Ayah menggeleng. Dia berkata harus menyelesaikan pekerjaannya. Jadilah, aku melihatnya sendirian di kamar.
"Aku datang dengan hologram!!!"
Suara penuh semangat dengan senyuman lebar menampakkan gigi. Siapa lagi kalau bukan All Might?
Sedikit mengejutkan karena ternyata All Might mengajar di U.A. Pantas saja, dia sampai ikut membujukku masuk U.A. waktu itu.
"Azuya Yura. Selamat! Kau lulus dalam ujian! Kau meraih peringkat pertama denan skor 150! Sangat sempurna! Ini adalah skor terbaik sepanjang sejarah U.A.!!"
Aku terkejut? Tidak. Aku sudah memprediksikan hal ini.
Habisnya, ujian tulis tidak sesulit yang pernah kujalani di kehidupan lalu. Kemudian, ujian praktik juga tidak terlalu menantang. Justru agak biasa saja bagiku yang sudah merasakan ganasnya medan perang.
Yah, begitulah. Kembali pada masa sekarang.
Aku berdiri tepat di depan pintu kelas 1-A. Pintunya sangat besar. Bahkan, raksasa pun sepertinya bisa masuk ke dalam.
"Selamat pagi," ucapku sembari melenggang masuk. Belum ada banyak siswa di kelas. Membuatku sedikit menghela napas lega.
Kursiku ada di barisan depan. Yang ketiga dari pintu masuk. Cukup strategis untuk melihat papan tulis.
"Selamat pagi juga," balas para murid itu. Aku tersenyum simpul dan duduk di kursi.
Tak lama ada seorang siswi berambut hitam panjang mendekat. Dia berdiri di samping kursiku, "Namaku Asui Tsuyu. Kau bisa memanggilku Tsuyu-chan."
Dia mengulurkan tangannya yang kusambut baik.
"Aku Azuya Yura. Tapi, panggil aku Azura," aku berkata tegas. Kulihat sudut bibirnya terangkat. Membentuk senyum manis.
Tanpa sadar, obrolan singkat keluar begitu saja. Yah, inilah kehidupan siswa. Berteman, berlatih dan belajar.
Semakin lama, siswa siswi semakin berdatangan. Tsuyu sudah kembali ke tempat duduknya sendiri.
Ada adegan yang membuatku tertarik. Kala melihat seorang pemuda berambut ash blond menaikkan kakinya ke meja.
"Hei! Turunkan kakimu dari meja! Kau harus menghormati senior yang pernah duduk di sini! Bahkan pada pembuat meja itu sendiri!" tegur seorang siswa berkacamata.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life | Anime World
FanfictionAzuya Yura. Mati untuk hidup lagi. Azuya Yura atau kerap disapa Azura mati tepat setelah memenangkan perang besar di dimensinya. Azura terlahir lagi di sebuah dimensi yang hampir 80% manusia di sana memiliki kemampuan khusus yang disebut Quirk. Bag...