Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling. Aku tidak mengenali ada di zona mana aku berada. Yang jelas, ini masih di USJ. Aku sangat yakin, karena aku bisa merasakan hawa keberadaan yang lainnya.
Beberapa penjahat muncul di hadapanku. Ada 5 penjahat membentuk formasi dan siap menyerang. Salah satu di antara mereka adalah mutan yang memiliki tubuh besar nan kekar. 4 lainnya, aku tidak bisa menebak apa quirk mereka.
"Halo, kucing kecil. Bagaimana jika kau bermain saja bersama kami?" salah satu dari mereka berucap dengan liur menetes dari mulutnya.
Menjijikan.
"Tch. Tak sudi! Tinju tanah!"
Tanganku mengepal erat, aku meninju tanah. Menciptakan kepalan tangan raksasa dari tanah yang langsung mengarah pada si penjahat dengan liur menjijikan itu.
Tanpa menunggu, aku menjejak tanah, melayangkan diri di udara. Dengan cepat aku membentuk pedang dari halilintar, menebas penjahat itu dari udara. Dia menjerit keras, rasa sakitnya pasti 2 kali lipat dari disambar oleh petir biasa. Dan dalam beberapa detik, dia tidak bergerak lagi. Entah mati atau hanya pingsan.
Mataku menatap empat yang tersisa. Mereka bersama-sama menyerang dari semua arah.
"Badai angin!"
Aku menciptakan angin besar bagaikan badai. Menyelimuti mereka berempat. Setelahnya, aku hempaskan mereka dari ketinggian. Membiarkan mereka jatuh bebas menghantam tanah.
"Cih, lemah!" aku meninggalkan mereka di sana. Bagaimanapun, aku harus sesegera mungkin sampai di tempat Aizawa. Perasaanku semakin memburuk setiap saat. Rasa ini, rasa takut yang sudah lama hilang, kembali lagi.
Jangan mati dulu, Tukang Ngantuk!
Dengan lesatan cahaya, aku seolah berteleportasi ke lokasi Aizawa. Aku berharap dia baik - baik saja. Jika sesuatu terjadi, akan kubinasakan mereka semua. Tidak peduli tanganku akan kotor lagi. Yang penting, Aizawa selamat.
"Tukang Ngantuk, tidak, Tousan, jangan mati."
Tubuhku menegang. Napasku mulai tak teratur. Keringat bercucuran di dahiku. Aku meneguk ludah kasar. Tanganku terkepal kuat di samping tubuh. Menatap penuh benci pemandangan di depanku. Amarah mulai merasuki hati dan pikiranku. Benar, bunuh. Aku harus membinasakan mereka, bermandikan darah mereka. Membalas dendam atas luka yang mereka ciptakan pada tubuh Aizawa.
Ya, Aizawa, dia sudah kalah. Monster besar menindih badan Aizawa tanpa hati. Aku menatap nanar mereka. Kemudian, pandanganku teralih pada bos mereka. Orang dengan rambut biru dan berbagai tangan menutupi tubuhnya. Tak lama, si lubang hitam juga muncul di dekatnya, "Shigaraki."
"Kurogiri, kau sudah membunuh No. 13?"
Tidak mungkin kan? No. 13 terbunuh?
Tubuhku terasa lemas. Emosiku semakin tidak terkendali. Aku mengumpulkan hawa membunuh di sekitarku.
"Tukang Ngantuk!!!"
Aku melompat tinggi dan menendang si monster besar. Mataku berkilat penuh amarah. Monster sialan itu berhasil terhempas ke samping. Aku menyadari adanya Midoriya dan yang lain. Bergegas membawa Aizawa dengan hati - hati.
"Brokoli berjalan! Gadis katak! Anggur! Jaga Tukang Ngantuk! Jangan sampai kalian meninggalkannya atau akan kubunuh kalian!" kuserahkan Aizawa pada mereka yang masih terbengong.
Shigaraki itu menatap terkejut. Mungkin dia tidak menduga ada anak lain yang muncul dan bisa menghempas monster miliknya itu. Kurogiri juga sama diamnya.
"Kau, bocah sial! Nomu! Hancurkan gadis itu!"
Aku tak menimpali ucapannya. Dengan sigap, aku menghindari Nomu yang berniat meremukkan tubuhku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life | Anime World
FanfictionAzuya Yura. Mati untuk hidup lagi. Azuya Yura atau kerap disapa Azura mati tepat setelah memenangkan perang besar di dimensinya. Azura terlahir lagi di sebuah dimensi yang hampir 80% manusia di sana memiliki kemampuan khusus yang disebut Quirk. Bag...