Canggung.
Itu yang kurasakan saat ini. Sarapan bersama Aizawa setelah kemarin malam menangis di pelukannya.
"Bocah, jangan bengong. Makan makananmu," ucapnya tiba-tiba.
Aku terkesiap. Tidak menyangka dia akan menegurku begitu saja. Aku menghela napas, "Baik, Tukang Ngantuk."
Aku makan perlahan. Sambil mataku mencuri-curi pandang padanya. Aizawa merasakannya. Dia ikut menatapku.
"Bocah, apa yang kau pikirkan?"
"Aku...hanya merasa...aneh," jawabku pelan.
Aizawa menaruh sumpitnya. Dia mengalihkan perhatian sepenuhnya padaku, "Bocah, aku mengerti perasaanmu. Kalau kau sudah siap bercerita, aku akan mendengarnya. Jangan merasa sendiri, karena kau tidak sendirian. Berhenti menanggung beban berat seorang diri, Azura."
Tegas. Itu yang kurasakan. Dia beralih menjadi seorang ayah yang tegas. Dia selalu bisa menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi. Orang dewasa.
"Baik, Tousan. Aku hanya sedikit tak enak hati saja," lirihku sambil menyuapkan nasi.
Aizawa mengacak rambutku. Aku mendongak, memprotes tindakannya.
"Aku ayahmu sekarang. Jadi, jangan merasa tak enak," sahut Aizawa.
Aku tersenyum simpul. Dan mulai menyantap makanan seperti biasa. Yah, suasana hatiku berhasil membaik akibat sikap 'keayahan' Aizawa yang keluar.
Sekarang ini, aku sudah berada di lingkungan sekolah. Menyambangi kelas tempatku belajar. Duduk di kursi tanpa suara.
"Eh? Azura-chan, kapan kau sampai?" tanya Tsuyu dari belakang. Mungkin, dia kaget karena aku benar-benar datang dengan senyap.
Aku tersenyum tipis, "Baru saja kok."
Tak lama kemudian, bel sekolah berbunyi. Menandai pembelajaran dimulai. Aku menopang dagu.
Kelas pelajaran umum berjalan lancar. Sedikit membosankan sih. Tapi, aku harus menjalaninya.
Lebih baik menebas tubuh manusia.
Keluhku.
Mari kita loncati saja masa-masa membosankan itu. Mata pelajaran berganti. Aku sudah mengisi perutku dengan mie soba di kantin. Bersama Ochaco, Midoriya dan Iida.
"Aku datang!!! Melalui pintu seperti orang normal!!!"
Kedatangannya membuat semangat di kelas membara. Sosok pria berotot, rambut kuning, dan senyumnya yang terlalu lebar.
Bisa kalian tebak itu siapa? Yah, dia adalah All Might.
Baiklah, apa yang bisa diajarkan oleh sang simbol perdamaian pada kami?
"Aku adalah guru untuk pelajaran Latihan Dasar Kepahlawanan di kelas kalian! Dan sekarang! Kita akan melakukan latihan bertarung!"
Bertarung?!
Aku langsung menegakkan punggung. Ini yang kutunggu. Pertarungan!
"Silakan kalian berganti ke kostum pahlawan yang sudah kalian minta," tembok sebelah kiri bergeser. Menampakkan koper berisi kostum kami.
Aku dengan semangat meraih koper, berlari secepatnya untuk berganti pakaian.
"Wah, Azura-san, kostummu sangat keren!" Ochaco memuji.
Aku tersenyum padanya, "Yah, aku hanya ingin baju yang membuatku bebas bergerak."
Aku sangat suka kostum seperti ini. Memudahkanku bergerak bebas ke sana sini. Dan aku bisa membawa pedang ke manapun yang aku suka.
Mata siswi lain menyorot padaku. Mereka mengatakan hal yang sama.
"Azura-chan! Kostummu sangat memukau!" Tsuyu angkat suara.
Aku tersenyum menanggapinya sembari berterima kasih. Aku memang baru dekat dengan mereka berdua. Rasanya masih kaku jika berbicara dengan yang lain.
Kami bertiga berjalan menuju lokasi yang diarahkan oleh All Might. Semua anak kelas juga berkumpul di sana.
"Kira-kira latihan bertarung seperti apa yang akan kita lakukan, ya?" aku menoleh pada seorang siswi dengan kostum pahlawan yang sangat terbuka.
Dia gak masuk angin kah?
"Kalian semua terlihat keren! Ingatlah! Kostum kalian ini mencerminkan identitas kalian!" ucap All Might sembari tersenyum lebar.
"Sensei! Ini adalah lokasi yang sama seperti ujian masuk. Apakah kita akan melakukan latihan di tengah kota lagi?" ini suara Iida.
Aku pandangi dia. Kostumnya seperti robot. Cukup keren di mataku. Terutama warnanya yang didominasi putih dengan paduan hitam.
"Tidak! Kita sudah dua tingkat lebih maju. Kebanyakan pertarungan dilakukan di tempat terbuka, namun dilihat dari data, penjahat yang kejam lebih banyak beraksi di dalam ruangan. Jebolan penjara, tahanan rumah, bahkan koruptor. Di kehidupan pahlawan kini penjahat yang cerdik bersembunyi di kegelapan."
"Kelas ini akan dibagi menjadi penjahat dan pahlawan dan akan bertarung 2 lawan 2 di dalam gedung."
All Might mulai menjelaskan tata cara pelatihan dasar. Aku mendengarkan dengan seksama. Informasi harus dicatat dengan baik. Jangan sampai terlewat dan lupa.
"Tanpa latihan dasar dulu?" aku menoleh pada Tsuyu.
Latihan bertarung itulah yang akan menjadi latihan dasar kita. Aku bergumam dalam hati.
All Might kembali menjawab dengan semangat,
Yang benar saja? Kenapa tidak langsung dimulai? Aku bosan tahu!
"Ini adalah pertarungan sungguhan agar kau bisa mempelajari dasar - dasarnya! Tetapi, kali ini tidak ada robot yang bisa kau kalahkan."
Dugaanku tidak meleset. Dan setelahnya...
Banyak yang mengajukan pertanyaan pada All Might. Astaga, apa mereka tidak bisa bersabar dan menunggu penjelasannya saja? Kalian terlalu berbelit - belit! Penuh keingintahuan memang baik, tapi tidak saat seseorang memang akan menjelaskannya.
Dasar anak remaja!
Kulihat All Might menghela napas dan berkeringat. Dia kemudian mengeluarkan, sebuah buku?!
"Hahaha... buku panduan?!"
Aku kelepasan tertawa. Mereka memandang ke arahku. Aku menundukkan kepala. Malunya...
"Baik! Situasinya adalah si penjahat menyembunyikan senjata nuklir di dalam markas mereka. dan pahlawan sedang mencoba menghentikan mereka. Pahlawan bisa menangkap penjahat atau merebut senjata nuklirnya dalam waktu yang ditentukan. Penjahat bisa melindungi senjata nuklir itu sepanjang waktu atau menangkap pahlawan. Kawan dan lawan akan diundi!"
Bagus! Aku terselamatkan. Aku akan bersikap baik padamu, All Might!!
Tim mulai diundi. Aku menunggu dengan sabar. Tapi, sesuatu menyentakku setelah semua orang mendapat rekan satu tim. Aku menatap All Might, "Sensei! Semua orang mendapat rekan, tapi bagaimana denganku? Apa aku sendirian? Jumlah murid di kelas kan ganjil."
All Might tertawa, sedangkan teman - teman sekelasku menatap ke arahku. "Itu benar, Nak Azura! Kau seorang diri dan akan melawanku!"
Aku menganga. Aku?! Melawan All Might?!
Bajingan!!
"Azura-san! Kau harus semangat ya!"
Mendengar ucapan Tsuyu aku mengangguk lesu. Padahal, aku berharap bisa duel dengan si manusia peledak atau si dispenser. Mereka jauh lebih menantang dibanding All Might.
"Akan kujalani meski sambil menangis"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
My Second Life | Anime World
Fiksi PenggemarAzuya Yura. Mati untuk hidup lagi. Azuya Yura atau kerap disapa Azura mati tepat setelah memenangkan perang besar di dimensinya. Azura terlahir lagi di sebuah dimensi yang hampir 80% manusia di sana memiliki kemampuan khusus yang disebut Quirk. Bag...