12. Saingan Baru, lagi?

536 109 8
                                    

Suara napas Aran terdengar semakin keras, berat dan terengah-engah, memenuhi ruang makan. Dadanya naik turun dengan susah payah, setiap hembusan terdengar seperti gesekan kasar antara kerikil. Chika merasakan udara dingin menusuk kulitnya, semakin mencekam suasana.

Aran tersentak, matanya setengah tertutup, bibirnya bergetar, dan tiba-tiba, napasnya terhenti. Tubuhnya jatuh terkulai di atas meja. Chika terpaku, kulitnya berubah pucat seperti lilin. Ia mendekat, tangannya gemetar saat menyentuh pipi Aran yang masih hangat. Aroma antiseptik dari ruang makan menyeruak di hidungnya, menambah rasa panik.

Chika membuka mulut untuk memanggil, tapi suaranya hilang, tersangkut di tenggorokan. Air mata mulai mengalir, matanya memerah. Di saat itu, mata Aran tiba-tiba terbuka, tubuhnya bangkit dengan cepat. "April Mop!" teriaknya dengan suara penuh kegembiraan.

Chika dan Indah melompat mundur, terkejut. Chika merasakan darahnya mengalir kembali ke wajahnya, sementara Indah menjatuhkan sendok yang dipegangnya, mengeluarkan suara denting keras di lantai marmer. Mang Ade, yang berada di luar, mendengar suara itu dan berlari masuk, detak jantungnya terasa di telinga.

Melihat Aran berdiri sambil tertawa, Mang Ade segera meremas kerah kemeja Aran, menariknya dengan keras. "Apa kamu apa, huh?" Suara Mang Ade terdengar marah, napasnya cepat dan panas. "Aku pikir kamu beneran keracunan?"

Aran menahan tawa, tubuhnya berguncang. "Anda kena juga, Mang? Padahal saya kan cuma bercanda. Ayolah,Mang gausa terlalu tegang. Ini awal bulan April, seharusnya kalian tidak mudah ketipu."

"Sialan kamu, Nak. Mamang panik setengah mati!" Mang Ade melayangkan tinju ke punggung Aran, suara pukulan terdengar jelas. Aran hanya tertawa, merespon dengan ledekan.

"Tentu saja Mamang panik, karena setelah saya mati, Mamanglah yang harus nycipin makanan Non Chika, iyakan?."

Indah, yang sudah kembali berdiri, bergabung dengan Mang Ade. Ia memukul punggung Aran sambil mengomel. "Nakal kamu, ya, bisa-bisanya bikin kita semua panik. Ooo dasar budak bangor." jeritnya pecah karena emosi.

Aran hanya tertawa, tubuhnya bergetar dengan setiap pukulan. Para pelayan yang berada di sekitar ruang makan juga tertawa, suara mereka bergema di ruangan yang besar. Namun, Chika tidak tertawa. Air mata menetes deras di pipinya, isaknya terdengar jelas di tengah tawa yang mereda.

Chika berdiri di tempatnya, tangannya menutupi mulut, tubuhnya bergetar. Indah dan Mang Ade, yang mendengar isakan Chika, langsung berhenti memukul Aran. Mereka beralih memandang Chika, wajah mereka berubah serius.

"Kak Mas Jefran gak jadi mati. Kenapa Kakak malah nangis?" tanya Indah dengan lembut, mencoba mendekati Chika yang terlihat rapuh.

Chika tidak mengatakan apa-apa. Ia diam, hanya menatap tajam ke Aran, matanya penuh dengan air mata yang belum jatuh.

"Maafkan saya Non, saya cuma bercanda dan..." Aran menghentikan ucapannya, melihat tatapan dingin Chika. Gadis itu tiba-tiba berbalik, langkahnya cepat meninggalkan ruang makan.

"Kejar dia!" seru Mang Ade, suaranya tegas.

Aran berlari menyusul Chika yang sudah sampai di teras. Ia mempercepat langkahnya, meraih pergelangan tangan Chika agar gadis itu berhenti.

"Non tunggu!"

Chika menyentak tangan Aran dengan kasar. "Lepas ih! Brengsek lo, boongin gue!" bentaknya, suaranya penuh kemarahan.

Aran segera melepaskan tangannya. "Ma-maaf," katanya, suaranya lebih rendah.

Chika melanjutkan langkahnya menuju mobil yang sudah disiapkan di halaman depan. Udara malam yang dingin menusuk kulitnya, tapi ia tidak peduli. Aran mengikuti di belakangnya, wajahnya penuh kekhawatiran.

My Sexy BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang