14. Target

654 109 25
                                    

Christian mengepalkan tangannya, merasakan tekstur kasar dari tembok yang ia pukul dengan sekuat tenaga. Telapak tangannya memerah, terasa nyeri. Rasa sakit itu tidak sebanding dengan rasa marah dan malu yang membakar di dalam dadanya. Tepat saat itu, salah satu rekannya datang menghampiri untuk melaporkan soal Fiony.

"Ada apa?" tanyanya tajam dan kasar.

"Non Fiony, katanya udah lebih tenang dari sebelumnya. Kayaknya kita gak perlu awasin dia seharian. Kita bisa cabut ke bar dan minum-minum di sana," kata Aldo dengan nada santai. "Bos gak bakal tau, kan?"

"Jangan lengah. Fiony punya kepribadian aneh. Dia suka cari perhatian dengan cara gak wajar. Kita gak tau apa yang ada di pikirannya sekarang, bisa aja dia lagi ngerencanain sesuatu yang gak kita duga," jawab Christian dengan tegas, menatap Aldo dengan tajam.

Aldo menghela napas panjang, bersandar di tembok di belakangnya. "Entah kapan ini semua selesai. Jadi bodyguard cewek manja, bikin gue gak bisa ini itu," keluhnya, nadanya putus asa.

Christian menepuk pundak Aldo dengan keras. "Udah tugas kita. Tetep di sini, gue bakal pergi sama Zean," katanya penuh tekad. Dia tidak akan membiarkan satu kegagalan pun menghancurkan reputasinya. Ini soal harga diri, soal hidup dan mati. Christian tahu, dia harus berhasil.

🖤🤍🖤🤍

Indah tak bisa menahan senyum saat mendengar Chika mengumumkan mereka akan makan siang di rumah dengan Aran sebagai kokinya. Matanya bersinar seperti anak kecil yang baru saja mendapat hadiah, wajahnya memancarkan antusiasme yang begitu nyata.

"Seriusan? Emangnya Mas Jefran. bisa masak?" tanyanya, suaranya ceria dan bersemangat, nada bicaranya naik satu oktaf.

Aran tersenyum, rahangnya mengeras menunjukkan rasa percaya diri. "Dikit-dikit lah. Saya tinggal sendiri selama ini, jadi semua saya lakuin sendiri. Masak mah gampang kalau ada tutorialnya," ujarnya sambil menjentikkan jari, suara jentikannya terdengar jelas di udara.

Indah tertawa kecil, suara tawanya lembut dan ceria seperti dentingan lonceng. "Wah, Mas kamu cowok idaman banget. Ntar aku nggak perlu repot-repot belajar masak," godanya, matanya menyipit penuh keceriaan, bibirnya melengkung senyum menggoda.

Aran tertawa renyah, suaranya dalam dan hangat. "Kamu juga nggak perlu belajar nyuci baju, biar saya yang nyuciin buat kamu," jawabnya sambil memandang Indah dengan tatapan penuh arti, matanya yang gelap bertemu dengan mata Indah, menciptakan percikan di antara mereka.

Indah cekikikan, meninju dada Aran dengan gemas. Sentuhannya ringan tapi cukup untuk membuat Aran tertawa. "Gimana ini Ka, aku beneran klepek-klepek," ujarnya dengan nada manja, pipinya memerah merona.

Di sudut ruangan, Chika mengamati mereka dengan hidung mengkerut. Matanya menyipit, rahangnya mengeras. "Kita mau pulang sekarang atau taun depan, sih?" bentaknya, suaranya tajam seperti pisau yang mengiris keheningan.

Indah terlonjak kaget, suara Chika membuatnya tersentak. "Ya sekarang lah. Ngapain tahun depan? Kalau tahun depan bisa-bisa lo nggak ikut makan masakan Mas Jefran, Ka, karena cuma aku yang boleh makan masakannya, pastinya sebagai istri," ucap Indah sambil mengedipkan mata ke Aran. Pemuda itu membalas dengan senyum santai, seolah Chika tidak ada di sana, membuat suasana semakin tegang.

"Dih ngeselin banget!" gumam Chika dengan nada jengkel, langkahnya cepat dan penuh emosi saat ia berjalan menuju parkiran. Tumitnya berderap di lantai, menambah aura kemarahan yang terpancar dari dirinya.

Indah tertawa melihat punggung Chika yang menjauh, suaranya mengambang di udara. "Lihat tuh kan Mas, giliran dia yang tantrum. Aku yakin Ka Chika pasti cemburu," katanya menggoda, matanya berkilat penuh godaan, nadanya ringan tapi menusuk.

My Sexy BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang