10. Chika Dijodohkan?

662 118 2
                                    

Jantung Chika berdebar keras saat ia berhasil menyelinap ke kamar dan mengunci pintu di belakangnya. Gadis cantik itu mengatur napas, nyaris saja dia tertangkap basah oleh ajudan ayahnya.

Dinginnya AC langsung membungkus kulitnya, kontras dengan kehangatan tubuh yang berkeringat. Di samping itu wangi lilin aroma lavender mulai mengisi ruangan, setiap tarikan napas membawa ketenangan yang perlahan meredakan ketegangan.

Dengan tangan gemetar, Chika meletakkan kotak P3K di meja samping ranjang, suara gesekan kayu terdengar jelas di telinga. Jari-jarinya dingin dan kaku, seolah-olah beku oleh ketegangan yang menggumpal. Pijatan lembut di pelipisnya memberi sedikit kelegaan, kucup efektif meredakan denyut yang menderu di kepalanya.

Suara langkah kaki lembut menyusuri koridor wall in closet, merayap semakin mendekat. Setiap ketukan selop pada lantai kayu terasa menggetarkan udara.

Indah muncul dari kamar mandi, rambut basahnya meneteskan air yang dingin, menciptakan jejak kecil di lantai. Aroma sampo yang segar bercampur dengan wangi lavender, menyatu menciptakan atmosfir menenangkan. Lampu kristal di atas kepala membuat rambutnya berkilau, memantulkan sinar yang berpendar di sekeliling ruangan.

"Tegang banget? Kenapa sih, Kak?" tanya Indah dengan nada khawatir, suara lembutnya seperti bisikan angin.

Chika tersentak, matanya melebar, menatap ke arah sahabat. "Astaga, ngagetin aja kamu, Ndah. Masih di sini? Kirain udah keluar dari tadi," bisiknya cemas, suara nyaris tak terdengar di tengah keheningan kamar. Udara terasa lebih berat, seakan ketegangan menggantung di setiap sudut.

Pengasuhnya mengangkat alis, tatapannya tajam, setiap gerakan kecilnya terekam jelas di mata Chika. "Bukannya Kakak yang minta aku berendam lama supaya Kakak bisa ke kamarnya Mas Jef?" tanyanya pelan namun penuh tekanan.

Chika menepuk pelipisnya dengan tangan gemetar, kulitnya terasa dingin di bawah sentuhannya sendiri. "Oh, ya, gue lupa."

Indah mendekat, senyumnya nakal, menciptakan kehangatan yang aneh. "Terjadi sesuatu yang bikin lupa waktu, ya? Apa nih? Cerita dong, Ma," godanya, menirukan logat tamu acara Mama Dedeh.

Chika menggeleng cepat, wajahnya memanas menahan malu. "Enggak! Gapapa!" sanggahnya dengan suara tertekan, perasaan malunya terasa membakar di pipi.

Indah memperhatikan dengan cermat, mata menyipit, mencoba membaca ekspresi nona mudanya yang gelisah. "Ah, serius? Terus kenapa dari tadi Ka Chika gigitin bibir? Apa jangan-jangan kalian cipokan, ya?" Suaranya seperti pisau, menusuk rasa malu yang Chija rasakan.

Chika mundur, matanya membesar dalam ketakutan, suara detak jantungnya menggema di telinga. "Gue bilang enggak, ya nggak. Apaan sih, siapa juga yang cipokan," bentaknya nyaris menangis, rasa malu membakar pipi seperti api.

Indah tertawa kecil, mulutnya mencibir, suara tawanya menular namun menyakitkan. "Ah, aku nggak percaya. Udah deh Ka, ngaku aja. Gimana bibir Mas Aran manis, nggak?"

"Astaga, Indah, gausah ngaco, deh!" bentak Chika, wajahnya semakin merah. Suaranya melengking, memecah keheningan.

"Siapa yang ciuman, Nak?"

Suara berat Tuan Cio menggema, membuat Chika dan Indah melompat kaget. Mereka berbalik cepat, wajah pucat seperti mayat. Suara itu menyapu ruangan, menggetarkan udara.

"Daddy," sapa Chika dengan suara gemetar, matanya terpaku pada sosok ayahnya. Gema suara di ruangan memperdalam rasa cemas yang menggantung di udara.

Tuan Cio mengangguk, matanya menyelidik. "Jadi siapa yang ciuman? Kamu atau Indah?" Suaranya tegas, menciptakan suasana tegang.

My Sexy BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang