15. Cool Angel

375 80 10
                                    

Indah melompat keluar dari mobil, napasnya terengah-engah, hembusan udara menusuk paru-parunya dengan tajam. Setiap tarikan napas membuat dadanya berdenyut, seolah-olah ada bilah es yang mengiris dari dalam.

Langit kelam, kabut tipis melayang rendah di antara gedung-gedung yang menjulang, menciptakan bayangan suram yang menambah kesan angker pada malam itu.

Udara membawa aroma basah tanah yang bercampur dengan wangi lavender liar yang tumbuh di pinggir jalan, namun tidak ada ketenangan dari aroma bunga itu-justru wangi yang menyiratkan akan banyaknya bahaya.

Suasana jalanan yang senyap menambah kengerian yang mencekam. Sementara semak-semak lavender liar di sekitar mereka bergetar lembut oleh angin malam, seolah menjadi saksi bisu dari kejaran yang mereka hadapi.

Taman yang dulunya ceria kini tampak suram dan menakutkan, dipenuhi semak-semak liar yang membentuk labirin yang menyusutkan pandangan. Jalan Cendrawasih, dengan persimpangan rumitnya, dipilih Aran untuk mengecoh penguntit yang memburu Chika. Setiap detik terasa lambat saat mereka melangkah, suara kaki Indah menghentak di trotoar dengan keras.

Di dalam mobil, Aran menggigit bibirnya, jemarinya mengetuk-ngetuk setir dengan ritme yang semakin tak beraturan. Jam tangannya berdetak dengan tempo yang seolah mempermainkan waktu.

Dia mengeluarkan Glock Mayer 22 dari dalam jasnya, matanya terpaku pada layar ponsel yang menampilkan titik merah lokasi Chika kian mendekat. Aroma logam dari senjata bercampur dengan bau kulit jas yang terendam keringat dingin.

“Lima,” bisiknya dengan nada tegang, seolah angka itu bisa mempercepat nasib yang akan datang. Dia melepas jasnya dan menggulung lengan kemeja hitamnya, mempersiapkan diri untuk apa pun yang akan terjadi.

“Tiga!” Matanya membelalak tajam, titik merah di layar ponsel semakin dekat dengan titik biru yang menunjukkan posisinya. Ketegangan memuncak bersamaan dengan hitungan itu.

"Dua," suaranya serak, pedal gas di bawah kakinya terasa memanas, menunggu perintah terakhir. Semua bergerak dalam keheningan tegang, seolah dunia menahan napas. Suara mesin mobil yang berdengung seolah berusaha memecah keheningan yang menekan.

"Satu."

Sebuah sedan meluncur cepat dari tikungan, memotong jalanan sepi menuju patung tulip yang terletak di tengah jalan. Tak lama kemudian, sedan lain muncul, bergerak lurus, tidak mengikuti jalan yang sama.

Dengan satu tarikan napas dalam, Aran menekan pedal gas, mobilnya melesat seperti peluru. Waktu terasa melambat, sekejap yang terasa seperti seabad lamanya sebelum akhirnya…

Brak!

Dentuman keras menggema, seolah merobek malam yang sunyi. Mobil yang ditabrak Aran terpental, terhuyung-huyung sebelum akhirnya menabrak tiang lampu. Dua mobil di belakang ikut terlibat, benturan beruntun membuat suara metal beradu menguasai malam itu. Bau besi dan bahan bakar yang tumpah memenuhi udara, bercampur dengan asap tipis yang mulai mengepul dari  kap mobil yang ringsek.

Kepala Aran tersentak ke depan, sabuk pengaman menahan dadanya dengan keras. Rasa nyeri segera menyebar dari dahi yang terbentur, darah hangat merembes, mengalir ke mata dan mengaburkan pandangannya.

Namun, dia tak bisa berhenti. Dengan sisa tenaga, dia membuka pintu mobil, merangkak keluar di tengah kepulan asap yang mengerubunginya. Glock-nya teracung, siap menghadapi siapapun yang muncul dari balik asap.

“Lo emang selalu bikin kacau!” Christian teriak histeris, darah menetes dari keningnya, sambil menendang perut Aran lebih dulu sebelum pria itu menekan pelatuknya.

Sang Bodyguard jatuh terjerembab, otaknya di penuhi kunang-kunang, sosok Christian tampak kabur di matanya, suara berdesing di telinga membuatnya semakin pusing.

My Sexy BodyguardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang