PERAYAAN JUARA KEDUA | 14

1K 115 26
                                    

14. Apakah Sebatas Pelarian?

Kepulangannya dari showroom disambut oleh cemberutan adiknya yang sudah menunggunya sejak sehabis magrib, sedangkan Hilman baru tiba di rumah saat pukul tujuh malam lewat. Hari ini mereka akan menghadiri acara pengajian mengenang seratus hari meninggalnya Elang. Karena tujuan mereka sama, Hanna yang tak ingin merepotkan kekasihnya pun meminta pada Dirga untuk tak perlu menjemputnya sebab dia akan berangkat sekalian dengan Mas Hilman yang kebetulan dua hari terakhir menginap di rumah. Sialnya, kakaknya itu pulang terlalu ngaret, ia dibuat menunggu dengan bosan lebih dari setengah jam setelah selesai bersiap-siap. Hanna mengenakan gamis hitam sederhana yang dipadu padankan dengan kain tipis yang menutupi helaian rambutnya yang terurai tanpa diikat.

"Yuk." Mas Hilman datang dari arah lantai dua dengan tubuh berbalut baju koko putih yang memiliki corak hitam di sisi kancing baju dan di bagian bahu.

Hanna berdecak mendapati raut santai kakaknya.

"Kalau aku tahu Mas bakal lama pulangnya, udah dari tadi aku berangkat sendiri ke rumah Elang. Prisa udah di sana sebelum magrib."

Hilman tampak tak acuh mendengar nama Prisa disinggung oleh adiknya. Saat masih di jalan, Prisa sempat menghubunginya lewat panggilan seluler dan bertanya apakah boleh ia datang lebih cepat ke rumah Elang untuk membantu mempersiapkan acara pengajian tersebut. Hilman jelas tak mempermasalahkannya.

"Maaf, deh. Acaranya habis solat isya, kan?"

"Iya."

Tetapi, tetap saja Hanna agak sangsi datang terlambat. Jarak rumah mereka ke kompleks perumahan orang tua Elang memakan waktu dua puluh menit. Mereka pasti tiba saat acara pengajian telah dimulai.

Benar saja, mereka sampai di sana saat lantunan ayat-ayat suci Al-quran serentak dibacakan. Terdapat anak-anak panti asuhan yang tengah mengaji dengan kusyuk. Anak-anak itu kompak mengenakan baju putih dan kopiah putih di kepala. Di ujung belakang dekat ruang tengah, ada Prisa dan Kanin juga tengah menunduk khusyuk dengan kitab suci di tangan. Di sebelah Prisa ada kakak Elang, Kak Pipit. Tak jauh dari hadapan Prisa, Dirga duduk di sebelah pak ustad, lalu di sebelahnya lagi dua kawannya sesama anggota Vellaz One yang tetap kekeh ingin bergabung dalam kumpulan orang-orang yang tengah melantunkan ayat suci Al-quran walaupun Roy dan Linggar merupakan umat Kristiani. Keduanya pun dengan percaya diri ikut mengenakan baju koko.

Tak mau membuang waktu lebih lama, Hanna dan Hilman ikut masuk ke rumah lewat pintu samping untuk bergabung dengan orang-orang yang tengah mengaji. Hanna bergabung dengan Prisa dan Kanin. Lain halnya Hilman yNg melewati gadis-gadis itu dengan dada berdesir saat melihat penampilan berbeda dari Prisa malam ini. Wanita tersebut sangat indah dengan balutan gamis hitam dan jilbab yang menutup sempurna rambut-rambut yang biasanya terurai bebas tanpa penutup kepala. Hilman duduk di sebelah Linggar, sebisa mungkin tak melarikan pandangan ke arah Prisa yang berpotensi membuat jantungnya berdegup lebih kencang.

"Tuh, Al-quran. Buruan ikut ngaji lo." Linggar menunjuk kitab suci yang terletak di atas meja kecil.

Hilman mengangguk sebelum bergumam rendah, "Nggak join? Kanin nunggu lo bisa baca huruf hijayyah, tuh." Dagunya mengedik ke arah Kanin yang duduk persis di samping Prisa, kesempatan itu membuat hatinya kembali berdesir tak jelas. Hilman buru-buru membuka kitab di tangannya, mulai membaca tulisan di sana.

Rangkaian pengajian tersebut diakhiri dengan makan bersama terlebih dahulu. Hanna dan Kanin sudah melepaskan hijab yang tadi menutupi kepala mereka, kain hitam itu kini hanya tersampir bebas di leher. Berbeda dengan keduanya, Prisa masih mengenakan hijabnya dengan nyaman, tak tampak terganggu walaupun bisa dibilang dirinya sangat jarang sekali keluar rumah mengenakan jilbab, apalagi dipadukan dengan gamis sepanjang mata kaki.

Perayaan Juara KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang