Peraturan lapak Fey:
•Tekan vote sebelum membaca✅
•Wajib komen yang banyak✅Terima kasih & tetap patuhi aturan bestiiiiee hahaha! Happy reading!❤️
***23. Aku, Kau, Senja, dan Gaun Merah
Usai mengunjungi Benteng Belgica, mereka tak langsung pulang ke hotel dan singgah di Pelabuhan Banda Neira untuk melihat momen terbenamnya matahari sore itu. Prisa turun dari boncengan sepeda yang dikendarai oleh Mas Hilman setelah berhenti di tempat di mana sepeda yang membawa Dirga dan Hanna terparkir, disusul oleh teman-teman mereka yang lain. Di antara empat sepeda yang disewa, hanya Roy yang memilih sepeda yang tak memiliki dudukan boncengan di belakang. Fase itu membuatnya cukup nelangsa karena hanya dia saja yang tak membawa pasangan dalam liburan mereka kali ini.
"Beli minum, yuk, di sana." Hanna menunjuk lapak jualan yang ada di pelabuhan tersebut.
"Ayo," ucap Kanin yang juga diangguki oleh Prisa.
"Aku ikut Hanna beli minum, ya, Mas. Mau dibeliin apa?" tanya Prisa pada Mas Hilman yang kembali memegang kamera mengarah pada kapal-kapal yang berlabuh di luar sana.
Hilman menurunkan kamera. "Boleh. Air putih aja, ya."
Prisa mengangguk sebelum berlari kecil menyamai langkah Kanin dan Hanna yang sudah berjalan di depannya. Pergerakan wanita berkaus putih dengan gambar bunga tulip di belakangnya tak lepas dari pengawasan Hilman yang memfokuskan kamera pada Prisa. Dari tiga wanita yang mendekat ke warung, lensa kameranya hanya memperbesar potret istrinya yang tampak bingung hendam membeli apa. Hilman tersenyum tipis.
"Difoto mulu, ya, istrinya." Dirga menggeleng sambil berdecak menggoda saat hendak duduk di tembok fondasi tiang lampu jalan.
Dengan asap rokok mengepul dari mulut, Roy yang berkacak pinggang memandang laut ikut berceletuk mengejek, "Maklumin aja, bucinnya telat, sih."
"Sialan." Hilman tak menanggapi berlebihan ocehan kedua kawannya, ia justru menjauh menuju tepi jalan yang berhadapan langsung dengan laut, tampaklah ikan-ikan kecil yang berenang di jernihnya air di bawah sana.
"Ini punya Mas."
Sebotol air mineral terulur tepat di depan dada Hilman, Prisa berdiri di sebelahnya dengan satu tangan yang lain memegang cup es teh yang wanita itu teguk menggunakan sedotan panjang.
Hilman mengambil botol air minum itu dengan sigap. "Makasih."
Prisa mengangguk, bibirnya melepas sedotan sebelum mengulurkan es teh miliknya sang suami. "Mas mau?"
Sepasang alis Hilman terangkat, agak kaget mendengar penawaran istrinya. Namun, tanpa kata lagi lelaki itu langsung menunduk menyesap es teh istrinya menggunakan sedotan yang sama dengan yang Prisa pakai.
"Enak," puji Hilman mengangguk-angguk kecil. Setelah itu ia beralih meneguk air mineral botolan yang Prisa belikan. Rasa manis yang tersisa di lehernya mulai tergantikan oleh tawarnya air putih.
Menjelang petang, pesona matahari yang tenggelam semakin menunjukkan keelokannya lewat cahaya jingga pekat yang memantul luas di lautan. Getaran menenangkan menyelimuti hati Prisa, senyum di bibirnya bertahan terukir lebar sembari ia merekam keindahan itu menggunakan kamera ponsel. Teman-temannya yang lain juga melakukan hal yang sama. Itu merupakan senja pertama yang mereka lihat langsung di Banda Neira.
Jika yang lain hanya sibuk mengabadikan satu objek, Hilman sedari tadi telah memundurkan langkah untuk memotret dua keindahan sekaligus. Senja Banda Neira dan siluet Prisa yang tengah mengangkat ponsel. Sungguh perpaduan yang menenangkan hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perayaan Juara Kedua
Romance(FOLLOW AUTHOR SEBELUM MEMBACA! BEBERAPA PART DIPRIVATE SECARA ACAK) "𝑷𝒆𝒎𝒆𝒏𝒂𝒏𝒈𝒏𝒚𝒂 𝒕𝒆𝒕𝒂𝒑 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒎𝒂, 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏?" -Hilman Satrio Nagara Di usia 25 tahun, Prisa Sophina ditinggalkan untuk selama-lamanya oleh kekasih delapan ta...