3. Cemas ⚠️

2.7K 52 2
                                    

"Sedang kuliah?" Jasmine mulai mengeluarkan suaranya di sela minum teh.

Alana yang sejak lama tadi termenung sendiri oleh pikirannya, merasa terkejut karena Jasmine bertanya dengannya secara spontan. "Iya, Kak. Sudah semester dua," tuturnya dengan canggung.

Sebenarnya, mereka sudah sejak lama berdua diruang tamu itu, duduk berhadapan di sana tanpa melakukan percakapan apapun. Alana hanya berdiam diri sambil menunggu kakaknya yang sedang berganti pakaian di kamarnya.

Alana cukup canggung untuk berbicara dengan orang asing tersebut. Ia hanya bisa menduga-duga hubungan kakaknya dengan Jasmine tanpa bertanya. Kekasihnya kakakku?

"Jurusan seni?" Jasmine mengeluarkan pertanyaannya lagi sambil menyilangkan kakinya sembari bersikap anggun nan arogan.

Alana masih merasa canggung, tetapi ia tetap menjawab pertanyaan Jasmine agar tidak terkesan kurang ajar kepada tamu. "Bukan, Kak. Aku ambil jurusan Sastra Indonesia," balasnya sambil mengeleng cepat.

"Kukira kamu mewarisi bakat kakakmu, ternyata tidak sama sekali," kekeh Jasmine seolah-olah mengejek Alana dengan makna tersirat dari kata-katanya.

"Tidak, Kak... bakat orang kan beda-beda." Alana mengaruk-garuk lehernya yang tidak gatal karena bingung akan membalas apa lagi kepada orang tersebut. Ia benar-benar merasa canggung sekatang dan berharap Azka cepat selesai berganti pakaiannya.

"Rumah kalian sangat luas, sayang sekali hanya ditinggali oleh dua orang." Jasmine menghela napas panjang sebelum berucap lagi. "Namun, tenang saja. Sepertinya, Azka sebentar lagi akan menambah anggota keluarga," ucapnya sambil tertawa menutup mulut.

Meskipun Jasmine berbicara dengan suara kecil, Alana bisa mendengarnya dengan jelas karena mereka berjarak tidak terlalu jauh. Ia hanya bisa tersenyum ramah, tanpa membalas kalimat Jasmine yang penuh dengan kata ambigu.

Jasmine yang sedari tadi memandang ke seluruh arah rumah, melihat perambotan yang ada langsung mengalihkan pandangannya ke arah Alana dengan wajah serius. "Kamu selalu berpakaian sependek itu di rumah?"

"Ah?" Alana langsung melirik tubuhnya sendiri sebelum tertawa canggung. "Alana kurang nyaman kalau memakai pakaian panjang. Sudah terbiasa dari dulu."

Jasmine mengangkat satu alisnya dengan arogan menghadap Alana. "Kamu tinggal dengan lelaki, meskipun dia kakakmu. Rasanya tidak pantas."

Alana berkedip beberapa kali, ia merasa dipojokan terus-menerus oleh Jasmine sejak tadi. Bukannya, dia juga sama sepertiku, memamerkan belahan dada di depan kakakku yang notabene-nya bukan keluarga? Huh! mengapa aku merasa kesal dengan wanita ini?

"Kalian berbicara apa?" Azka baru saja selesai berganti pakaian dengan bersetelan kaos hitam dan celana panjang yang terbuat dari katun, bahkan mungkin saja mandi, dilihat dari rambutnya yang masih basah dan tersisa rapi di belakang kepala.

Dia berjalan pelan sambil duduk di samping Alana dengan senyuman khasnya, mengambil sebuah bantal di sofa lalu menaruh benda itu di atas paha adiknya.

Jasmine mengubah ekspresi yang tadinya sinis menjadi senyum ramah menatap Azka. "Tidak, aku hanya bertanya progress kuliah adikmu. Rupanya dia anak pintar, ya?" ucapnya tampak antusias.

"Tentu saja!" Azka tertawa sambil mengusap rambut adiknya sekilas. "Dia selalu membanggakan keluargaku sedari kecil."

Alana mengernyit kening melihat Jasmine yang berpura-pura ramah kepada mereka berdua. Sejak kapan dia nanya perkembangan kuliahku?

Jasmine tampak sedikit tergesa-gesa saat melihat jam tangannya. Segera iabangun dari tempat duduk lalu menatap Azka dengan senyuman ringan. "Sepertinya aku ada urusan mendadak, aku harus pulang sekarang Azka!"

"Sekarang juga?" Azka mengangkat alisnya dan langsung ikut berdiri menemani Jasmine.

"Iya, aku pulang dulu, ya?" Jasmine merapikan tasnya sebelum berjalan menuju ke pintu depan.

"Biar kuantar," tawar Azka sambil mengikuti wanita itu sampai pintu depan rumahnya, menatap gadis itu dengan senyuman ringan.

"Lain kali aku akan datang lagi ke sini," ucap Jasmine di sela-sela memakai high hell-nya. "Jika kamu membutuhkanku lagi untuk 'itu', hubungi saja kapanpun!" Jasmine mengedipkan mata sekilas ke arah Azka.

Azka yang sejak tadi berusaha ramah di depan Jasmine langsung mengubah wajahnya tanpa ekspresi, memberikan tatapan tajam seolah-olah akan menusuk orang di depannya dengan pisau."Sudah kukatakan aku akan berhenti melakukannya denganmu."

Jasmine menoleh dengan wajah kesal yang ditahan. "Ah, aku tahu itu, karena kamu sudah menemukan pengantiku?" Seketika ia tertawa setelah mengatakan itu. "Kamu yakin rasanya akan sama?"

Azka langsung mencengkram bahu Jasmine lalu membalikan tubuhnya ke arah jalan keluar dan mendorongnya pelan ke arah sana. "Berhenti mengucapkan kata-kata aneh! Sudah cepat pulang sana!" balasnya sambil melirik sedikit ke dalam rumah, memastikan Alana tidak mendengarkan apapun dari percakapan mereka.

Jasmine semakin tertawa karena Azka mendorongnya seperti itu. "Baiklah, baiklah... kamu selalu kasar kalau tidak menginginkan sesuatu dariku," ucapnya dengan suara genit sebelum melambai-lambai Azka tanpa menoleh.

Itu alasan aku malas mengundangmu di sini. Azka mulai mengunci pintunya sambil melirik ke arah ruang tamu apakah Alana masih berada di sana."Alana?!"

"Aku di dapur!" Alana tiba-tiba berteriak di ruang belakang. "Kakak belum makan, kan ya?" teriaknya lagi. "Ayo, ke sini!"

Tampaknya, dia tidak lupa mempersiapkan makan malam kepada kakaknya. Ia menyiapkan beberapa lauk dan minuman segar di sana lengkap dengan buah yang sudah dipotong.

Setelah mendengar suara Alana, Azka langsung berjalan ke arah dapur juga dan melihat adiknya yang sibuk mengatur makanan di atas meja dengan pajama tidur. Dia menganti pakaiannya?

Azka langsung duduk di kursi makan dan melihat semua hidangan yang disediakan adiknya. "Enak sekali kelihatannya!"

"Makan dulu sebelum istirahat," ucap Alana sambil menuangkan segelas air putih di meja hadapan kakaknya.

Setelah menyelesaikan makan malam. Mereka berakhir di kamar masing-masing karena jam juga sudah larut malam.

Alana di dalam kamarnya sambil berbaring dengan gelisah. Selalu mengubah posisi ke arah yang di rasa nyaman, tetapi tetap saja ia merasa tidak senang.

Bahkan, di tengah-tengah kegelisahannya itu ia teringat ucapan Jasmine yang ambigu tentang menambah anggota keluarga di dalam rumah mereka.

Alana membayangkan bagaimana jika Azka menikah dengan wanita ular tersebut dan mempunyai anak. Mereka akan bersama dalam satu anggota keluarga dan Azka bisa saja melupakan keberadaan Alana dalam sekejap. Pikirannya terus-menerus berputar ke arah sana, menghasilkan pemikiran negatif bahwa Alana akan hidup sendirian dan tidak mempunyai seseorang yang bisa diandalkan lagi. "Aku belum siap!"

Alana mengacak rambutnya sambil menutup seluruh tubuh dengan selimut. Berusaha menutup mata dan membayangkan sesuatu yang membahagiakan saja. Namun, tidak berhasil ia malah mengingat orangtuanya yang sudah tidak ada. Melupakan orang yang begitu menyayanginya dari kecil itu cukup sulit, Alana merasa sangat kesepian sekarang.

Karena merasa sedikit panik, Ia langsung membuka selimutnya dan mengambil sebuah bantal di dalam dekapan. Berlari ke luar kamar sembari mengetuk pintu kamar milik Azka berulang-kali. "Kakak, sudah tidur?"

.
.
.
.
.
.
.

Vote jika anda menyukai cerita ini!!



LUST/LOST CONTROL 21+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang